2. Rindu yang terhimpit benci

46.1K 3.2K 35
                                    

Part ke Dua hadir...semoga suka...

**

"Kenapa honey, ko gak dimakan. gak enak yah makanan disini?" Arfa menatap malas wanita dengan bibir merah menyala di sampingnya, fikirannya langsung semrawut, tak terbesit sedikit pun jika akan bertemu lagi dengan wanita yang dulu sempat memenuhi hati dan fikirannya. Ia terlihat lebih kurus dari terahir mereka bertemu; rasa senang sedikit menyergap hatinya tetapi lebih mendominasi rasa benci akibat penghianatan yang di lakukan mantan istrinya itu.

"Honey hey" Arfa menepis tangan yang menangkup kedua rahangnya, ia bgkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan wanita yang entah siapa namanya ia tak perduli, mood-nya benar-benar buruk sekarang.

Ia sudah menjajal puluhan wanita yang di rekomendasikan sahabat baiknya, namun tetap saja hanya uanglah yang dapat membahagiakan mereka, tak ada satupun dari mereka yang memilih tempat kencan di tempat biasa seperti yang di inginkan Dira dulu. Mereka lebih memilih restoran mewah atau mall untuk memenuhi kebutuhan duniawi, oke sekarang ia lagi-lagi membandingkan dengan sosok mantan istrinya itu. Sialan.

***

Arfa memilih mengalihkan perhatiannya dari wanita penghancur hidupnya dengan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan cukup besar di pusat kota metropolitan ini, sampai mengesampingkan rasa risih dari tatapan para wanita yang seakan ingin memakannya hidup-hidup.

Kakinya memasuki salah satu Cafe yang terdapat di dalam mall, duduk di sudut yang agak sepi dan memesan secangkir long black.

Rasa rindu kini hadir kembali, rindu akan senyum tipis yang selalu menemani hari-harinya, rindu candanya, rindu hangatnya, tetapi kenapa ia harus menghianati cinta yang begitu tulus Arfa berikan. Hingga sakitnya belum sembuh sampai sekarang.

"Mamamama....aaaaaaa" Arfa mendongkak menatap balita yang dengan riangnya memukul-mukulkan sendok pada kursi bayi yang di dudukinya, jantungnya berdebar saat memandang senyum cerah itu, dan ia terpaku pada mata biru terang itu seakan menyihirnya menjadi patung.

Tubuhnya bangkit dari kursi, balita itu seakan memanggilnya dengan lambayan tangannya yang montok, hingga sampai di hadapannya, baru saja ia akan menggendong anak itu tetapi bayi itu melayang dan di peluk erat wanita dengan pelototan mata tajam.

"Anda siapa?, berani-beraninya. mau culik ponakan saya yah?" todongnya berapi-api, yang langsung membuat Arfa mengerang kesal dengan kelakuannya yang di luar nalar ini.

"Ma..af saya gak sengaja" Arfa meringis lalu segera bergegas pergi, yaaah sepertinya ia mulai gila sekarang.

***

"Napa lu?, galau banget malam ini" Anjas menatap bingung sohibnya yang hanya melamun di kursi kebesarannya.

"Aki  ketemu mantan istri " jawab Arfa datar.

"Siapa?, Gaby? " tanya Anjas

"Bukan, tapi Dira. Dia kerja jadi pelayan restoran" Arfa menyandarkan kepalanya yang pening pada punggung sofa.

"Hah... masa terus kamu gimana?"

"Entahlah aku bingung" Arfa menggeleng lemah.

"Kenapa kai  gak ngikutin saran aku ?, biar semuanya jelas. Ini bukan aku  membela Dira atau keluarga kamu  ya. Menurut aku  biar tau aja mana yang bohong dan benernya gitu"

Arfa memijit keningnya, ia sedikit takut jika masalah dulu harus di selediki kembali, takut memang benar Dira selingkuh. Dan itu membuatnya semakin sakit.

***

Gelisah, Arfa terus membolak-balikan tubuhnya di atas ranjang, matanya nyalang tak bisa di pejamkan. Terlalu banyak fikiran dan kejadian yang tak ia sangka.

Anak kecil itu... mata birunya dan juga tawa itu membuat jantungnya berdetak tak menentu, ia tak tau apa sebabnya dan ini yang membuatnya pusing di tambah pertemuanya bersama Dira.

Sudah ia mencoba membangun rumah tangga lagi dengan wanita pilihan sang ibu tetapi tak membuatnya mengalihkan sakit, hingga kembali berahir dengan perceraian.

Arfa bangkit duduk lalu meraih ponselnya yang tergeletak di nakas.

"Jas, suruh orang lu selediki apa yang terjadi sebenarnya dua tahun yang lalu"

***

Bersambung.

Anugrah TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang