Sudah kesekian kali Arfa terus menghela nafas, gusar dengan Enes yang terus menangis dan ada perasaan tak enak dalam benak saat Dira belum juga kembali semenjak kepergian'nya tiga jam yang lalu.
"Titip Enes ya Han, Aku mau cari Dira dulu " dengan berat hati Arfa menyerahkan Enes yang masih menagis, mengecupnya pelan sebelum ia pergi mencari ibu dari anaknya.
"Temani Arfa yang, perasaanku tak enak" Suruh Hanin pada Anjas yang masih diam di tempatnya, ia mengangguk lalu beranjak pergi mengikuti Arfa.
**
Dira mengerang kecil, saat rasa nyeri langsung menyerang pergelangan tangannya yang terikat kencang, suasana remang dan kotor menjadi pemandagan pertama saat matanya terbuka.
Rasa takut langsung menyerangnya, kembali Dira meringis saat ia mencoba menggerakan tangannya, talinya keras dan begitu kencang mengikatnya, air mata pun luruh membasahi kedua pipinya yang memerah akibat hawa panas dalam ruangan.
Ya Allaah, tolong aku...
Dencitan pintu terbuka, di susul sosok cantik dengan baju modis muncul, mata Dira langsung membola dia kenal sosok itu. Dia. Lyria saudara Arfa. Sejak dulu Lyri memang tak bersikap baik padanya, Entahlah Dira sendiri tak tau alasannya apa.
"Ougghh... menjijikan, apa sih bagusnya kau hingga membuat Bang Arfa tergila - gila, kau memakai pelet yah?" Lyria mendekat dan menarik dengan kasar jilbab Dira hingga membuatnya meringis.
"Mau mu apa Ly?, aku sudah meninggalkan Arfa seperti permintaan mu " ujar Dira, ia terpekik saat merasaan perih yang menyerang pipinya.
"Mau ku? Hahaha. kau tanya mauku?!" Lyria terbahak. Tangan lentiknya terangkat untuk meremas erat rambut Dira yang di cepol hingga membuatnya berantakan "mauku kamu mati, agar Bang Arfa tak bisa menemui mu lagi selamanya" desis Lyria.
"Tapi sebelum kamu mati, aku akan berbaik hati memberimu hadiah" Lyria menyeringai membuat Dira langsung waspada.
Kepala Dira menoleh saat dencitan pintu kembali terdengar di susul lima pria berbadan besar menyeramkan.
"Kau lihat mereka" Dira meringis saat Lyri menjambaknya " mereka akan memuaskanmu malam ini dan membunuhmu sekaligus" Mata Dira langsung melotot horor.
"Kamu gila Lyri. kamu gilaa!" teriak Dira ketakutan, dengan kasar Dira mencoba melepaskan ikatan tangannya, sampai tak memperdulikan kulitnya terkelupas akibat gesekan tali yang kasar.
Ya Allaah... ya Allaah tolong aku... aku mohon.
"Jangaaaan. jangaaann mendekaaat.. Lyriaaa tolong akuu" Dira langsung menjerit kencang saat lima pria besar mulai mendekat, ia sungguh ketakutan di tambah Lyria yang malah menghilang di balik pintu tanpa belas kasih padanya.
Tamparan langsung Dira terima dari salah satu pria yang lebih besar, tangan kasarnya menjambak rambut hingga membuat kepalanya berdenyut.
"Diam, kita kesini untuk mendapatkan servis darimu bukan jeritan yang membuat telingaku tuli" Dira meringis, saat kembali menerima tamparan.
Gamis bagian bahunya terkoyak, mata Dira melotot takut. Tubuhnya bergetar.
"Tolooooong! Toloong!" jerit Dira keras sekuat tenaga berharap ada orang yang bisa menolongnya saat ini.
Suara debuman keras sontak membuat semua berpaling, disana Arfa dengan nafas memburu berdiri mematung di depan pintu yang terlepas dari engsel, matanya berkilat menyeramkan.
"Kurang ajar" desis Arfa, ia berlari mendekat, dan secepat kilat menumbangkan salah satu dari Lima pria bertubuh besar.
Buru- buru Arfa merengkut tubuh Dira yang lemas, saat mendengar langkah kaki mendekat, ia melepas kemeja hitam miliknya untuk membungkus tubuh Dira yang sebagian besar sudah terekspos.
Suara gaduh polisi yang tengah menangkap kelima pria tak di indahkan Arfa, ia lebih fokus untuk melepaskan ikatan Dira yang begitu kencang.
"ANJAS PISAU" teriak Arfa murka, pasalnya semakin ia berusaha melepaskan tali pengikat kulit Dira semakin terluka. Ia berjanji tak akan melepaskan para bajingan itu.
Tubuh Dira langsung terjatuh dalam pelukan saat tali sudah terlepas, bahunya terguncang, Arfa mengeratkan pelukannya sungguh ia tak pernah membayangkan sampai seperti ini. Sampai membuat dirinya hampir mati melihat orang yang paling di sayangi di perlakukan tak manusiawi seperti ini.
"Tidak apa - apa, kamu aman sayang. kamu aman" entah sejak kapan air mata itu jatuh, Arfa menyembunyikan wajahnya pada bahu Dira yang terbungkus kemejanya. Kejadian ini membuatnya sungguh sakit hingga tak bisa menahan laju air matanya.
"Aku... akuu... " Dira berucap liri, Arfa mengendurkan pelukannya, wajahnya mengeras saat wajah Dira pun terluka. Dengan hati - hati ia menghapus laju air mata Dira.
"Takuut" lanjut Dira yang mempu mengiris hati Arfa. Arfa tersenyum kecil seraya merapikan rambut Dira yang kusut.
"Kamu aman sayang, ada aku disini"
***
Vira menangis tergugu dalam pelukan Hanin, saat melihat betapa brutalnya sang anak memukuli mantan supir keluarganya dulu, setelah kejadian yang hampir merenggut menantunya kini fakta baru hadir kembali. Dan lagi-lagi semuanya atas campur tangan adik kandungnya sendiri dan Lyria yang sudah dia anggap anak kandung telah menghianatinya.
"Sudah Fa, dia hampir mati. Biar polisi yang akan mengurusnya" Anjas melerai mencoba menghentikan tindakan Arfa. Ini tidak sesuai rencanannya. Kejadian beberapa waktu lalu membuat emosi Arfa naik ke ubun - ubun hingga membuatnya tak bisa berfikir jernih.
"Biarkan saja dia mati, kau tau akibat perbuatannya. aku mengusir Dira Jas!, aku mengusirnya!" teriak Arfa murka.
"Aku tau, yang terpenting sekarang Dira ada bersama kita dan dia butuh dukungan untuk kesembuhan mentalnya yang terguncang" ujar Anjas, ia menepuk bahu Arfa pelan " Dia membutukanmu Fa, kalau sampai kamu masuk penjara akibat membunuh. bagaimana kamu bisa menjaga anakmu dan Dira?" lanjut Anjas pelan. Yang berhasil membuat Arfa tercenung.
**
"Gimana perasaanmu sekarang?" Tanya Hanin seraya tersenyum memandang Dira yang baru saja menyelesakan sarapannya yang di bantu Hanin.
"Lebih baik, Enes mana ya Han?" Balas Dira.
"Lagi merecoki sarapan papahnya, haha" Hanin cekikukan saat tadi melihat Enes yang terus mengacak - acak nasi goreng Afra.
"Benarkah?" Dira terlihat tak enak hati, anaknya memang selalu tak mau diam.
"Arfa itu papahnya Dir, kau ingat itu. Dan aku yakin Arfa tak akan marah walau Enes menodai jas mahalnya sekalipun" hibur Hanin. Dira tersenyum kecil.
"Apa mamah menganggu?" Keduanya menoleh, menatap wanita paruh baya yang tengah tersenyum di ambang pintu.
"Ta..tante" Dira langsung di landa gerogi saat mendapati mantan mertuanya ada di hadapannya.
"Boleh dong mah, yaudah aku naruh ini dulu yah" Hanin tersenyum lebar sambil menunjuk nampan berisi mangkuk kotor, matanya mengerling jenaka pada Dira sebelum ia keluar kamar menginggalkan Dira yang gugup.
"Apa ini masih sakit?" Vira menggenggam pelan kedua tangan Dira, meneliti setiap jengkal tubuh kurus Dira. Ia sungguh merasa sangat berdosa telah membuat Dira menderita seperti ini.
"Sudah lebih baik ko tan" jawab Dira kikuk.
"Panggil aku mamah, aku masih mamahmu sayang" Dira tertegun saat mantan mertuanya merengkuh tubuhnya erat.
"Maafkan mamah. mamah sangat berdosa" Dira menelan ludahnya, saat mendengar isakan tante Vira, perlahan ia membalas pelukan tante Vira.
"Tante tidak salah apapun, mungkin ini memang jalannya" Dira ikut terisak, bagaimanapun ia sangat menyayangi tante Vira selayaknya ibu kandungnya sendiri.
"Mamah sayang. mamah" tegas Vira yang membuat Dira mengangguk cepat dalan dekapan.
"Mamah" lirih Dira sangat pelan.
***
Tbc.
Aku ingkar janji yah. Tapi malan ini aku lagi pengen posting gimana dong?.
Tetep di tunggu komentarnya yah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Anugrah Terindah
General FictionLika-liku lehidupan membuat Adira lebih bisa menyikapi setiap masalah, beban hidup yang berat membuatnya menjadi wanita yang kuat. Mulai dari fitnah yang mengakibatkan suaminya menceraikannya, dan menjadikannya janda dengan satu anak yang sangat ca...