Februari, 2006
Sial, batin Arfa jengkel saat hujan mulai turun, segera ia menepikan motor vixion miliknya di bahu jalan dan dengan buru - buru ia berlari kearah halte bus untuk beteduh dari hujan di bulan februari yang sangat intens hampir di setiap hari.
Ia mengacak - acak rambutnya yang lepek karena basah, lalu duduk di kursi panjang, menunggu hujan reda sambil mendengarkan musik dari ponselnya.
Arfa mendesah, semakin jengkel saat Bus berhenti dan puluhan manusia langsung berhamburan keluar, ia langsung menutupi kepalanya dengan tudung jaket yang ia kenakan. Memilih acuh pada setiap orang di sekitarnya.
Arfa menggerakan kepalanya saat rasa pegal di leher karena terus menunduk, dan matanya menangkap sosok wanita yang bersandar di pilar tepat di hadapannya, memandang kosong setiap tetes air hujan yang turun. Ia cantik sangat cantik malah dengan pipi agak Chubby yang menkajikannya semakin mempesona.
Kemarin ia mencela salah satu temannya yang jatuh cinta pada pandangan pertama, mungkin ini bentuk karma, karena ia benar - benar terpesona oleh wanita itu dan sepertinya ia juga terkena love at first sight sekarang.
Suasana halte mulai lenggang, dan hujan pun tinggal gerimis kecil tetapi Arfa masih betah duduk di bangku halte sambil memandang wanita yang masih melamun itu, terlihat jilbab cream'nya agak basah. Apa dia gak kedinginan? batin Arfa kawatir.
"Dira" Arfa menoleh menatap wanita yang mendekati 'Dira', wanita yang sedari tadi ia perhatikan, jadi namanya Dira! Arfa tersenyum tipis karena hatinya menghangat saat ia mengucapkan nama 'Dira'.
"Kemaren Bi lila nyariin, nagih uang kost katanya" Arfa menatap ekspresi Dira yang langsung layu saat temannya berkata.
"Di tagih yah?" ujar Dira lirih, yang sanggup mengirimkan getaran di hati Arfa, dan itu rasanya ngilu di hati.
"Iyah, dia marah - marah. Katanya kamu belum bayar sejak dua bulan yang lalu, apa itu benar Dir? " temannya kembali bertanya.
"iyah" Dira menghela nafasnya perlahan "sepertinya aku akan cari kerja lagi Sa, gajiku sekarang cuma cukup untuk makan saja" lanjut Dira yang sangat terdengar begitu pilu oleh Arfa.
Rasanya ia sangat ingin melindungi, dan begitu perduli dengan Dira, walau ini kali pertama ia bertemu. Tetapi rasa itu seakan bergejolak, membuncah seperti gunuh yang menyemburkan larfa.
Arfa bangkit dari duduknya, ia mencekal tangan Dira sampai membuat tubuh Dira tersentak kaget. lalu ia menariknya pergi kearah motor Vixion yang terparkir di bahu jalan.
"Hey, kamu siapa? Lepasiin" Dira meronta, ia langsung di serang rasa takut saat pemuda itu tak melepaskan cekalannya.
"Naik" perintah Arfa tegas, tanpa memperdulikan Dira berteriak sampai membuat tamannya berteriak minta tolong.
"Aku gak mau" Dira menjerit, sekali lagi berusaha melepaskan cekalan tangannya yang terasa sakit.
Arfa memutar matanya jengah saat kerumunan orang menghampiri.
"Kalian mau apa? dia calon istriku! Jadi, jangan menganggu" Arfa mendesis licik lalu membopong tubuh ringan Dira keatas jok motor lalu disusul ia di depannya dan menjalankan motornya secepat kilat, tak perduli jika gerimis masih setia membasahi bumi.
Februari 2029
Arfa tersenyum tipis saat membayangkan pertemuan dengan sang istri dulu, sungguh membuatnya jadi malu sendiri dengan kenyataan bahwa ia dulu sangat egois, memikirkan perasaan sendiri tanpa mau tau Dira mencintainya atau tidak. yang terpenting saat itu hanyalah ia memeiliki dira seutuhnya.
"Papa!" tubuh Arfa tersentak kaget, ia menoleh dan menatap wajah cemberut puteri cantiknya yang mulai dalam fase beranjak dewasa.
"Dari tadi, Enes panggilin juga" Anaknya mulai merajuk, dan itu membuat Arfa tersenyum tipis, ia kembali mengingat saat pertama kali menatap mata biru anaknya di area perbelanjaan dulu.
"Tuh kan ngelamun lagi" Arfa mulai terkekeh, ia menarik tubuh anak sulunya ke pangkuan.
"Maaf sayang" gumam Arfa pelan, ia mengelus rambut cokelat Enes yang menjuntai panjang.
"Di tungguin Mama, katanya kita harus cepet Makan" Enes langsung turun dari pangkuan sang Papa, menarik lengan Papanya lalu membawanya kearah dapur dimana sitri dan anak lelakinya tengah duduk menunggu.
"Makasih" Arfa berujar saat Dira istri cantiknya menyodorkan nasi di atas piringnya, istrinya memang selalu terlihat cantik di umurnya yang hampir kepala 4.
"Mau sayur sop Ma" pinta Enes.
"Jangan Di ambilin Ma" tegur Adam saat melihat Mamanya hendak menyendok sop.
"Manja banget sih kamu Ka, ambil sendiri! Gak sopan" Adam langsung memprotes yang langsung membuat Enes cemberut.
"Bawel banget sih" Enes menggerutu sebal, ia mendelik kearah Adam yang acuh menaggapi.
"Papa..." Enes meminta bantuan yang langsung di balas Arfa dengan gelengan kepala.
"Kamu memang salah Sayang, kamu udah 20 tahun. Sudah mandiri jadi biasakan melakukan seautau sendiri" ujar Arfa dan Enes langsung menunduk patuh.
"Sudah ah, cepetan makan. Jangan ribut" lerai Dira yang di sambut anggukan kepala dari tiga kepala anak dan suaminya.
***
"Paah..." panggil Enes manja, ia langsung duduk di tengah - tengah kedua orang tuanya yang membuat Adam langsung mencibir di tempatnya.
"Ada apa?" Tanya Arfa, matanya tetap fokus pada layar datar yang menampilan acara komedi yang menggelitik perut.
"Besok temen - temen ngajak jalan, boleh yah Enes ikut" ujar Enes gugup.
"Kemana? Kalo malem tetep gak boleh" tanya Arfa mulai serius, ia menatap anaknya menyelidik.
"Yaaah Papa, temen Enes perempuan semua ko"
"Alesan itu Pa" timpal Adam yang membuay Enea menjerit jengkel.
"Tetep gak boleh kalo malem" ujar Arfa tegas.
"Papa pelit" Mulut Enes mengerucut sebal,ia bangkit dari duduknya, menjitak kepala adiknya yang menyebalkan lalu menghantakan kakinya saat berjalan kearah tangga untuk menyeurakan protesnya dengan peraturan sang Papa yang tak memperbolehkannya keluar malam.
Tetapi Arfa tak menanggapi, ia malah terbahak melihat serial komedi di tivi bersama Adam yang tak kalah kencang tertawa.
Dan Dira hanya menggelengkan kepala dramatis.
***
"Maas" Dira berseru saat tiba - tiba suaminya mendekap dari belakang " lepasin, gak liat apa aku lagi ngapain" lanjut Dira sebal.
Arfa terkekeh renyah, lalu menatap pantulan Dira dari cermin, ia mengambil alih Cream di genggaman Dira lalu meletakannya di atas meja rias.
"Kangen yang, jarang - jarang kita bisa berduaan sekarang" ujar Arfa kalem, lalu mengangkat tubuh Dira untuk didudukan di atas meja, Arfa tersenyum kecil saat melihat rona kemerahan di kedua pipi Dira.
"Udah tua juga masih aja genit" komentar Dira sebal bercampur malu.
"Hahaha, gak pa- pa kan genitnya sama istri sendiri" bela Arfa jenaka, ia membenamkan wajahnya pada dada Dira yang terdengar deguban jantung cepat, ia memejamkan matanya meresapi setiap kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuh.
"Maas" wajah Dira sudah memerah, sejak dulu ia selalu deg - degan kalau suaminya melakukan hal yang romantis.
"Sebentar lagi yang" suara Arfa teredam dalam pelukan, ia mengeratkan pelukannya. Oh ia sangat merindukan hal seperti ini.
"KAKAAAAAAAAAA" Arfa mendongkak menatap wajah Dira yang juga bengong saat mendengar suara pekikan Adam.
"Enes memang tak mau melihat adiknya tenang" gumam Arfa yang di sambut cekikikan oleh Dira.
***
Maaf typo, dan pendek, gimana menutur kalian extra part nya komen yaah..
Makasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Anugrah Terindah
General FictionLika-liku lehidupan membuat Adira lebih bisa menyikapi setiap masalah, beban hidup yang berat membuatnya menjadi wanita yang kuat. Mulai dari fitnah yang mengakibatkan suaminya menceraikannya, dan menjadikannya janda dengan satu anak yang sangat ca...