Finally we meet

1.2K 93 1
                                    

Aku menatapnya dengan beban rindu yang sangat mendalam, aku berjalan menghampirinya begitu juga ia berjalan menghampiri ku..

"Ebina"

"Ebiko"

Mata ku berkaca kaca saat ia juga memanggil namaku dengan terharu.
Kami pun berpelukan, ia menjatuhkan tas yang ia bawa dan membalas pelukan ku. Hari ini cuacanya begitu dingin tapi pelukan Ebina lah yang paling terasa hangat untukku.

Kami pun kembali kerumah, ia membereskan barang barang yang ia bawa

"Kalau kau mau pulang harusnya menghubungiku dulu! ini apa? kau bahkan tidak membalas surat surat ku"
Ucapku lirih pada Ebina sambil menyiapkan makan siang untuk kami

"Sudahlah, ini kan rumahku juga memangnya tidak boleh aku datang begitu saja? Aku kan merindukanmu bodoh"
Ketus Ebina

"Apa? siapa yang bodoh?"
Aku memasang wajah jengkel ku padanya

"Siapa yaa"
Ebina, ya dia menjawabnya dengan nada jahil nya
"Hmm kalau kau bodoh, aku juga bodoh, kita kan sama aja"

"hahahaha"
Tawa kami lepas siang itu, aku sangat merindukan hal seperti ini. Bercanda langsung dengannya

Selama kami makan bersama, itu sangat menyenangkan sekali
Walau hanya memakan nasi dan beberapa sayuran murah, kami begitu menikmatinya.

Ebina menceritakan banyak hal yang ia jalani di kota 2 tahun ini, betapa menyenangkannya ia hidup di kota sebagai murid pelatihan musik, dan ia sangat antusias menceritakan tentang pemuda yang ia sukai, Alden. Ia menceritakan hal hal yang selama ini dilakukannya dengan lelaki bernama Alden yang begitu membuatnya semakin merasakan cinta pertamanya.
Aku senang mendengarnya hidup bahagia di kota.

Saat kami sudah makan ia membantuku mencuci piringnya, padahal aku sudah memaksanya untuk istirahat

"Kau tidak perlu mencuci piring Ebina. Kau harus istirahat, kau pasti lelah seharian di perjalanan dari kota"
Aku menegurnya yang masih membersihkan piring piring

"Aku juga bisa mencuci piring, lagi pula kau tidak usah sungkan, aku kan.. Uhuk uhukk"
Ucapannya terpotong karna batuknya

"Tuhkan lihat, apa aku bilang.."
Hendak aku mengusap punggungnya tapi ia malah berlari ke kamar mandi
Aku menyusulnya di ujung depan pintu kamar mandi, ia menutupnya pintunya dengan rapat.
Kenapa?

"uhuk uhukk"
Ia terus terbatuk batuk, semakin ia batuk suaranya semakin keras, suara batuknya menggema di rumah kecil seperti ini
Batuknya seperti parah sekali..

"Ebina. Kau tidak apa apa?"

Hampir 5 menit ia tidak menjawab perkataanku, lalu ia keluar dengan wajah yang pucat sekali

"Ebina, kau tidak apa apa? apa kau sakit parah?"
Aku segera menopang badannya yang lemah sekali, aku membaringkannya di kasur lipat yang ada di lantai
Oh tuhan, andai aku punya kasur yang lebih baik untuk saat seperti ini.

"Aku tidak apa apa Ebiko.. Aku sepertinya tidak enak badan saja"
Suara parau dari mulut Ebina sangat jelas terdengar di telinga ku

"Kalau begitu, aku akan mengkompres mu ya"
Aku segera mengambil peralatan kompres seadanya, dan segera mengompres kening Ebina, berharap saudaraku ini akan baikan

"Terima kasih"
Ebina tersenyum tulus sekali padaku, tak lama ia pun tertidur pulas dan aku juga tidur di sampingnya

Pagi ini aku bangun awal lagi, seperti biasa Ebina pasti tidur sampai siang kalau tidak aku bangunkan, dasar anak manja.

Sebelum membangunkannya, aku memegang keningnya bekas kompresan kemarin, Tapi badannya tidak panas sedikitpun..
Syukurlah!

Aku membuatkan sarapan, membangunkannya, sarapan bersamanya di pagi hari, mandi bersama juga haha sungguh senang sekali kedatangan Ebina disini.

"Ayo cepat! apa kau tidak bisa berjalan lebih cepat lagi! nanti es kadonya habis kalau sudah terlalu siang!"

Pagi ini aku dan Ebina berjalan menuju sekolah sd kami dulu, yang lumayan jauh dari rumahku. Yaa kami ingin membeli es kado batangan yang sering kami beli dulu

"kalau begitu kau lari saja! nanti aku menyusul"
Ucap Ebina dari kejauhan, dia lelet sekali.

"Terserah kau saja!"
Aku tersenyum jahil dan berlari menuju tukang es kado
Hampir 10 menit menunggu Ebina sambil memakan es ku, akhirnya ia datang dengan jalan yang masih sama leletnya

"Ya! kau lama sekali! cepat sini.."
Aku melihat wajahnya yang kembali memucat, ya Tuhan jangan bilang ia akan sakit lagi.

Kami pun memakan es kado bersama di pinggur jalan yang sepi, Desa ini memang sepi penduduk jadi jarang ada mobil yang berlalu lalang di jalan satu arah seperti ini.

"wajahmu pucat sekali Ebina, kau yakin tidak apa apa?"
Aku mencemaskannya lagi.

"Tidak apa apa, ini karna cuaca dingin jadi aku terlihat pucat!"
Ia berdiri dan menggandengku

"Ayo pulang"
ucapnya singkat

Kami pun berjalan pulang, tapi lagi lagi ia berjalan di belakangku dengan leletnya.

"Hei ayo!"
Aku menoleh padanya yang memasang wajah kesakitan.
Ia berjalan lemah sekali, kali ini ia rada menbungkuk dan ia..
Pingsan.

Ya tuhan! Aku segera memapahnya mencoba membangunkannya, kepalaku pusing memikirkan kondisi saudaraku. Aku tidak tahu harus bagaimana!

......

"Apa kau kelurga Ebina Jung?"
Suster dari rumah sakit ini menegurku yang terduduk di kursi tunggu pasien

"iya aku saudaranya!"

"Dokter ingin bertemu dengan anda"
Dokter? ada apa ini?

Aku pun memasuki ruangan dokter yang tadi memeriksa keadaan Ebina

"Bagaimana dokter, keadaan Ebina?"
Aku khawatir sekali memikirkan keadaan saudaraku

"apa kau tahu, keadaan Ebina Jung?"
Dokter ini mulai menanyakan hal yang aneh

"apa maksudmu? ia baik baik saja kan!"
Aku malah mencekal perkataannya berharap tidak terjadi apa apa, karna aku.. Memang tidak tahu apa apa tenang kesehatan Ebina.

..........

Aku berjalan lemah keluar dari ruangan dokter, dan menuju ke ruangan di mana Ebina di tangani
Aku tidak tahu apa yang ada di pikiranku sekarang, yang ada di kepala ku adalah..

Keselamatan hidup Ebina.

Never MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang