07: Salah Paham

129K 6.6K 269
                                    

Delapan tahun kemudian...

Mulut Abby menganga lebar selesai menonton video yang ditunjukkan oleh Dimas. Ia men-scroll ke bawah, membaca komentar-komentar yang ditulis oleh orang-orang yang juga menonton video tersebut.

"Anjal Dimas gay banget sih HAHAHAHAHAHA! Tapi imut ya, By, sipit-sipit gitu..." Tammie yang duduk di atas meja belakang Abby tertawa keras sampai seisi kelas memandangnya dengan tatapan aneh.

Walaupun beberapa dari mereka tidak menghiraukan suara Tamara Lee yang nyaring karena ada objek menarik yang lebih enak dipandang yaitu Dimas Bagaskara. Siswa kelas 12 IPS 1, kapten tim basket putra SMA mereka dan termasuk MVP dua tahun berturut-turut dalam kompetisi basket antar sekolah se-Denpasar.

"Itu bukan gue, bodoh. Dari sisi mana coba guenya," Dimas mendesis. "Imut, ya? Pantes Abby suka..."

Abby memutar kedua bola matanya. Tammie bloon ngapain ngomong di depan orangnya ergh.

Tammie mengerutkan keningnya. "Lah, terus kalau bukan lo si———demi apa ini Kak Niko?!" Jeda sebentar, Tammie kembali tertawa lebih keras dari sebelumnya. "HAHAHAHAHAHAHAHAHA kalian pasti abis main Dare or Dare, ya? Parah lo sampe di upload ke YouTube gitu."

Dimas mengedikkan bahunya. "Halah lo nggak tau aja gue disuruh apaan pas main itu."

Abby mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja. Sebelah tangannya lagi menopang dagu. Lalu ia menghela napas. Satu kata: bete. Dari kemarin Dimas selalu mengungkit-ungkit soal Niko di depan Abby. Niko yang begitulah, yang beginilah. Sumpah ya, laki-laki itu kira Abby punya perasaan apa sama sahabat dekatnya sendiri? Sahabat dekatnya Dimas, maksudnya.

Abby mengerti, Niko memang secara terang-terangan mengutarakan rasa sukanya pada Abby sehari setelah MOS berakhir (kebetulan Niko merupakan wakil ketua OSIS dan mereka sempat dekat bukan dalam arti sebenarnya selama MOS) namun Abby tolak dan dia mundur perlahan kok. Tapi karena kejadian minggu kemarin Niko minta Abby menemaninya membeli kado buat Alanis—salah satu teman Abby di klub softball—dan kepergok Dimas, laki-laki itu jadi super sensitif mengenai hal-hal berbau Niko dan pasti akan disangkut-pautkan dengan Abby.

"Tam, ke Veranda yuk." ajak Abby, menyebutkan kafe tongkrongan mereka, sambil membereskan buku-bukunya di atas meja lalu memasukannya ke dalam tas.

Tammie mengangguk setuju. "Gue ke parkiran duluan ya."

"Eh, Tam, duluan aja Abby bareng gue." kata Dimas sebelum Tammie keluar dari kelas.

"Oke!" balas Tammie yang sudah berbelok dan menghilang.

Abby menatap Dimas risih. "Perasaan aku nggak ngajak kamu."

Dimas mengerjap. "Jadi... aku nggak diajak nih?"

"Menurut looo??" timpal Abby lagi yang mulai kesal.

"Yes, diajak!" seru Dimas sambil melemparkan tangannya ke udara. Abby hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

*

"Apaan sih lo pake nge-upload video gwiyomi gue segala ke YouTube!"

Dimas tertawa kecil saat Niko meneleponnya setibanya ia di Veranda café. "Cepet juga lo taunya, padahal gue baru post kemarin siang."

"Pokoknya apus ntar awas aja kalau nggak! Gue kaduin ke Abby soal"

"Iye, iye," potong Dimas sambil berjalan ke meja yang sudah ditempati oleh Tammie dan Abby. "Ntar gue apus, nyet."

"Siapa?" tanya Abby sesaat setelah Dimas menutup teleponnya dan duduk di sebelahnya.

Dimas langsung mencomot kentang goreng pesanan Abby yang baru datang dan memakannya. "Calon pacar kamu."

"Dimas!" bentak Abby tertahan. "Abby tuh cuma temenan sama dia, nggak usah drama deh."

"Ih, berantemnya jangan disini juga bisa kali," sela Tammie. Dimas tidak menggubris komentar Tammie, ia hanya diam sambil berpikir keras.

"Memangnya calon pacar kamu siapa?" tanya Dimas yang merasa mendapatkan amunisi.

Abby tergagap. "Kenapa kamu ngotot banget sih?"

Tammie menatap kedua temannya putus asa. "Astaga Dimas, Abby, kita baru nyampe loh. Berhenti dulu kenapa?"

Abby menyandarkan punggungnya di bangku kayu panjang itu sambil meminum jus semangkanya penuh emosi.

"Nah kan ujung-ujungnya gue jadi pihak ketiga," Tammie mendengus. "Gue pindah tempat duduk aja deh, untung gue udah janjian sama Vino disini."

"Tammie di sini aja!" Abby memandang Tammie tak setuju, tapi gadis itu tidak menggindahkan perkataan Abby dan melangkahkan kakinya ke bagian dalam kafe itu, mencari meja kosong.

"Maaf," ucap Dimas lirih setelah Tammie pergi meninggalkan mereka berdua.

Abby menggumam resah. "Kamu nggak salah kok, wajar aja. Aku belom ngejelasin yang sebener-benernya sama kamu. Dan sekali lagi, aku dan Kak Niko cuma berteman."

Dimas manggut-manggut. "Jadi...?"

Abby menarik napas dalam-dalam. Semoga aja Dimas percaya...

"Waktu itu aku nemenin dia beli kado buat Alanis, kamu tau kan orangnya?" Abby mulai menceritakan kejadian tempo hari di Denpasar Junction pada Dimas agar laki-laki itu mengerti. Dimas mengangguk dan Abby meneruskan. "Dia bingung mau beli apaan, jadi dia ngajak aku buat ngasih saran. Sebenernya Kak Niko nyuruh aku nggak cerita soal ini sama siapapun soalnya takut nggak jadi, tapi... aku sebel kamu uring-uringan terus sama aku dan Kak Niko, there I said truth."

"Wah, Niko lagi ngincer Alanis?" Dimas terkekeh geli. Niko dan Alanis itu agak tidak cocok menurut Dimas. Niko tipe siswa teladan yang sangat kutu buku sementara Alanis... yang Dimas dengar sih, teman satu SMP-nya Abby itu selalu clubbing tiap malam dan sering gonta-ganti pacar. Tapi Dimas mencoba berpikir positif, siapa tahu mereka benar-benar jadi? "Lalu kalian beli apa?"

Abby tersenyum misterius. "Kamu bakalan tau nanti di pestanya Alanis."

"Ya, aku percaya. Maaf ya aku kayak cewek PMS berhari-hari ini," Dimas tersenyum simpul, ia menyentuh punggung tangan kanan Abby dan meremasnya. "Tapi itu karena Dimas nggak mau kehilangan Abby."

"Memang semestinya begitu," timpal Abby seraya mengerucutkan bibirnya. "Karena Abby sayangnya cuma sama Dimas."

Dimas hanya tertawa pelan menyadari kebodohannya selama ini. Mana mungkin Abby selingkuh?

"Ngomong-ngomong, Dimas ngapain kesana? Aku mau tanya lupa mulu."

"Nyari cewek."

"Dimaaaaas!!!"

Cherry BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang