For You

1.7K 180 52
                                    

Sebelum kalian baca part ini silahkan siapkan batu buat nimpukin author yg durhaka ini kwkw jadi... berbaper-ria lah kalian kwkw bacanya pake penghayatan ya, bayangin aja itu kejadian sama kalian. Bacanya pelan pelan aja jangan buru buru kaya baca buku sejarah*alah bacot lo thor* ok bye...

***

Di luar sana, ada orang lain yang sedang menyaksikan pertengkaran hebat itu. Dihadapannya, dikejauhan sana, tampak sepasang kekasih sedang beradu mulut.

Kalian tau siapa orang yang sedang menyaksikan pertengkaran itu? Dia adalah Edmund. Entah apa yang dilakukannya disana. Awalnya Edmund berniat ingin mengambil beberapa pakaiannya yang masih tertinggal dirumah itu sekaligus memberi kabar pada Clarisse bahwa Edmund akan tinggal bersama orang tuanya disebuah apartement, namun ia urungkan niatnya saat melihat pertengkaran itu. Ia memutuskan untuk menjadi penonton yang baik.

5 menit berlalu, mulai terdengar suara teriakan dari keduanya. Edmund pikir itu bukanlah pertengkaran biasa, bahkan dari kejauhan saja terlihat dengan jelas Clarisse dan Calum sama sama menangis. Rasanya, Edmund ingin sekali mendekat demi mendengar apa saja yang mereka bicarakan tapi otak mengirimkan pesan bahwa ia harus tetap disana, menunggu. Itulah yang terbaik untuk saat ini.

Saat pertengkaran berakhir, Edmund akhirnya berjalan kerumah itu sesaat kepergian Calum. Ed juga sempat melihat raut wajah Calum yang terlihat menyedihkan saat mereka berdua berpapasan.

Ya, tadi mereka sempat berpapasan, bahkan saling tatap. Ed menatapnya bingung dengan dahi mengkerut sedangkan Calum menatap Ed sengit. Calum masih dendam pada laki laki itu. Calum juga pasti akan menghajarnya jika saja... ah lupakan!

Ed melangkah memasuki rumah yang sempat ditinggalinya ini. Ia berjalan masuk dan memperlambat langkahnya saat tiba tiba tanpa sadar ia sudah berada di depan pintu kamar Clarisse. Dari luar sini Ed mendengar suara isak tangis yang sangat menyedihkan dan disusul dengan suara benda yang dilempar sengaja.

Baru saja ia ingin melangkah menjauhi kamar itu, tiba tiba terdengar suara teriakan kencang "CALUM GUE MINTA MAAF" teriakan itu terdengar sangat menggelegar. Ia tidak mengerti perasaan apa yang sedang dirasakannya. Marah? Tidak, Ed tidak marah. Senang? Mungkin 50% senang dan 50%nya lagi cemburu.

"AHHHHHHH" Kening Ed berkerut saat mendengar suara rintihan orang sakit. "Clarisse..." ucap Ed. Cowok itu tanpa sadar telah membuka pintu kamar Clarisse dan disana, Clarisse terbaring membelakangi Edmund sambil meringkuk. "Pergi!" Lirihnya. Namun Edmund tidak bergeming, ia malah tetap berdiri mematung menatap lurus kearah cewek itu.

"Lo kenapa?" Tanya Edmund lembut. Ia berjalan perlahan kearah ranjang lalu duduk disana. Seketika ia terdiam, terkejut dengan kamar yang sedang ia kunjungi ini. Berantakan!

"Pergi! Aku gamau liat kamu, Calum!" Teriak Clarisse masih dengan membelakangi Edmund. Cowok itu tersenyum masam mendengar nama Calum yang disebut, bukan namanya. Clarisse mengira orang yang masuk ke kamarnya itu adalah Calum.

"Bodoh kau Edmund. Mana mungkin dia menyebut namamu? Bahkan aku berani jamin bahwa ia sama sekali tidak mengingatmu saat ini. Tau kenapa? Karena kau tidak pernah ada! Selamanya kau tidak akan pernah ada!" Batin Edmund bersorak mengingatkan jiwanya sendiri agar cepat tersadar dari angan angannya.

Clarisse masih terisak. Air matanya masih dengan setia membasahi bantal. Ia ingin berhenti menangis, sungguh. Tapi mengapa rasanya sulit? Ia tau ada orang lain yang masuk kekamarnya, tapi bisakah dia untuk tidak mengganggu? Baru saja bertengkar dan sekarang dia mau apa kesini?! Calum, belum cukup puaskah? Atau kurang jelaskah ucapanku tadi?! Maki Clarisse dalam hati. Ia masih enggan berbalik badan tapi ia tidak ingin Calum mengganggunya.

I'm Yours (c.h)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang