6| Kikuk

149 17 1
                                    




"Diadel" triak Gilang memanggil gadis yang ia tunggu.

Diadel langsung berlari menuju Gilang, hatinya berdebar.

"lama ya kak nunggunya?" Diadel berujar sambil menunjukan wajah yang seolah menyesal.

"enggak barusan juga aku keluar" ucap gilang sambil terkekeh lucu melihat ekspresi Diadel yang menggemaskan.

Diperhatikan oleh gilang wajah diadel yang nampak bersalah sangatlah

Manja dan sedikit

Menggoda...

Mulutnya dimajukan sepaerti anak itik, dengan alis yang ditekuk kebawah,

Menambah kesan innocent dan menimbulkan rasa

ketidak berdayaan seorang gadis polos yang siap untuk diapakan saja.

"yaudah ayuk kita pulang kak!" kembali Diadel tersenyum ceria dihadapan Gilang.

"ok, ayo naik!" perintah Gilang dengan hangat saat dirinya sudah duluan naik dia atas sepeda motor itu.

Jujur, Diadel sedikit was-was melihat keadan sekitarnya.

Tidak aneh jika orang-orang memperhatikan dirinya dengn Gialng pulang bersama.

Apalagi, Gilang adalah murid idola di sekolah ini, idola wnita pastinya, akan mengerikan jika yang mengidolakan adalah pria.

Pandangan aneh dari orang-orang bukanlah hal yang dimasalhkan Diadel, ia hanya resah jika teman sebangkunya tau jika ia akan pulang bersama idolanya, itu akan menjadi masalah yang rumit.

Untung saja tidak ada tanda-tanda kehadiran Putri di sekelilingnya, hatinya menjadi lega.

"Udah siap?" Tanya Gilang dengan perhatian.

"Udah kak" jawab Diadel singkat padanya.

Siang itu menjadi moment yang indah dalam hidup Diadel,

"oh tuhan yang maha pencipta, apakah ini mimpi?" hati Diadel berucap.

Rambutnya yang sepanjang pinggang ia urai hari itu, ia membebaskanya untuk terbang terbawa angin sepanjang perjalanan.

Ia biarkan rambut itu mencuap-cuap liar dihembuskan angin, mata Diadel terpejam beberapa saat dan merasakan sensai hangat aura tubuh Gialng yang amat 'dekat' dengan dirinya.

"Kamu pegangan ya, nati jatoh" printah Gilang dengan sedikit bertriak agar terdengar oleh Diadel.

"Hah? Giman kak?" jawab diadel bingung.

Sebetulnya bukan bingung tapi takjub dengan prkataan Gilang.

"Kamu Pegangan aku!" Lebih keras lagi Gilang berkata sambil menengok sedikit ke arah belakang.

Mendengarnya kembali membuat hati Diadel merasa getir, nafasnya seperti menghangat.

Lalu dengan brani ia memegang pundak Gilang yang sedang focus mengendarai sepeda motornya.

Hanya itu yang bisa Diadel lakukan untuk memenuhi tuntutan Gialng, walu dengan perasaan canggung yang teramat besar.

Sekarang hatinya benar-benar menghangat, debarnanya mulai meningkat. Seakan bumi ini berhenti berputar dan kehilangan gaya grvitasinya, sehingga tak ada lagi tempet untuk memijakan kakinya,

Hampa..

Terbang dan

Melayang...

"Oh Perfect!" gumam Diadel pelan, bahkan tak terdengar.

Lalu, speda motor yang mereka naikai mulai melambat.

"rumah kamu belok sini kan ya?" tanya Gialng yang sedikit lupa dengan jalan menuju rumah Diadel.

"enggak kak, ini sempurna!" jawab Diadel tanpa sadar.

"Hah apa?" Gialng tak mengerti atas apa yang dikatakn Diadel.

Secepatnya Diadel tersadar.

"Ah- anu, iya kak, ini gangnya, iya bener sini gangnya kak" Jawab Diadel sedikit salah tingkah.

Sepertinya Gilang tidak terlalu memperdulikan tingkah Diadel yang aneh kala itu, ia hanya fokus dengan kendaraannya yang sekarang mulai memasuki gang smpit dengan perumahan sarat penduduk.

Beberapa menit kemudian,

"Loh kak, kok lewat sini?" tanya Diadel bingung saat mendapati suasana berbedang dengan jalan yang biasa ia lewati.

"lah.. kata kamu iya lewat ini?" Jwaba Gilang yang tak kalah bingung.

Langsung saja Diadel menepok jidatnya, karna salah tingkah tadi ia sampai tak menghiraukan jalan menuju arah rumahnya.

"Aduh.. Sorry bangt ya kak, kita salah jalan!" ucap Diadel dengan nanda yang penuh dengan penyesalan.

Malu, canggung, bercampur rasa bersalah sudah pasti menglayutinya.

Seketika motor Gilang berhenti "Jadi kita salah jalan nih?"

"So-sorry banget ya kak, tadi aku lupa gang rumah aku" Sebetulnya bukan lupa, tapi karna sangking gugupnya Diadel berada di dekat Gilang membuat dirinya salah tingkah dan salah segalnya.

"yaudah, ga papa, kita puter balik aja, yah?" Gilang mencoba menenangkan hati Diadel, yang ia tau benar bahwa ia merasa sanggat tidak enak hati pada dirinya,.

Sepanjang sisa perjalanan Diadel hanya bisa membisu, ingin sekali rasanya mulutnya berucap untuk mengalihkan rasa garing di antara mereka.

Tapi entah mengapa, bibirnya terasa membaerat beberapa kilo gram sehingga sulit sekali untuk mengucap, bahkan membukanyapun terasa sulit, kelu seperti mati rasa.

"ini sungguh tak nyaman" pikir Diadel dalam otaknya.

Sungguh ironi, perjalanna yang diharapkan penuh dengan binar-binar kesenangan

Berubah menjadi momen kecanggungan.

Awalnya otak Diadel berharap agar perjalananya bisa terasa lama.

Tapi

Sekarang malah hatinya menuntut untuk cepat pulang.

Sungguh ironi.

****

Membersihkan diri dengan air memang sangat menyenangkan.

Bersenandung riang di bawah guyuran air yang sengaja dialirkan ke sekujur tubuh membuat hati menjadi segar kembali.

entah bagaimana bisa, hanya dengan mandi kita dapat mendapatkan ide-ide segar dan hebat.

Berfikirpun menjadi damai dan penuh akan konsentrasi.

Seperti Diadel, yang sedang berfikir tentang bagaimana mengolah suara hatinya menjadi rangkaian tulisan penuh makna di buku hariannya.

Separti rem blong, mimik wajah Diadel berubah-ubah tanpa di sadari kala goresan tinta menari dengan riangnya di atas lembaran kertas berserat, yang siap menampung setiap luapan isi hati Diadel yang tak terbendung.

"Oh buku harian, aku sungguh malu!" Protes Diadel pada benda mati itu.

To Be Continue

Sebetulnya part ini udah jadi dari kemaren-kemaren, tapi ga tau kenapa males bgt mau nge-post,
jadi sorry klo lama :D jangan lupa vote ya sama komen biar lebih semngat updatenya wkwkwk thx, *kiss* *Kiss* :*
Klo responnya bagus nanti aku pubils dua bab sekaligus wkwkwk :D 😝

Typo dimana2 piss :D

DIADELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang