Chapter 24

6.3K 366 136
                                    

Terasa berat, ada seperti ruang kosong didalam hati. Dada ini sesak menyakitkan karena sesuatu akan terjadi.

Mungkin itukah yang di namakan kehilangan.
Akankah aku kehilangan dia?
Siapkah aku?

Mataku sudah tertutup tapi pikiranku belum tertidur. Disampingku terbaring Nando, entah dia sudah terpejam atau belum aku tak tau, karena aku sengaja membelakanginya.

Kubayangkan kembali saat saat indah kami berdua di kamar ini, banyak hal yang terjadi walaupun waktu belum begulir lama, tapi cukup untuk menambah kenangan kita.

Kurasakan Nando bergerak, dan merapatkan tubuhnya ke badanku. Dia bergumam lembut tak jelas.
Kemudian tiba tiba tanggannya melingkar diperutku. Sedikit kanget namun aku sengaja tak merubah posisiku dan berpura seakan aku sudah tertidur.

Nando memelukku, kepalanya menempel di punggung ku. Kemudian dia terdiam tak bergerak lagi. Kurasakan tarikan nafasnya begitu berat dan sedikit tak teratur.

Makin lama ia makin meringkuk kebagian belakang tubuhku. Nafasnya makin tak teratur sepertinya ada sesuatu yang membuat hidungnya tersumbat.

Kemudian kurasakan badan Nando sedikit bergetar pelan dipunggungku. Dia makin susah untuk bernafas, seperti sesunggukan.

Dan ya, Nando menangis.
Menangis pelan, walaupun aku tak melihatnya tapi aku bisa merasakan dia seperti kesakitan. Tangisan tak bersuara memang, tapi ia merintih.

Makin kencang ia memelukku makin terasa pula rintihannya dalam keheningan malam.

Aku ingin membalikkan badanku dan mengusap air matanya kemudian memelukknya erat. Tapi kuurungan semua itu. Aku hanya diam seolah sudah terlelap padahal aku merasakan sesak yang teramat didalam dadaku.

Begitu perih, hingga pelipisku juga mengalir air mataku yang jatuh karena hati ini juga merasakan sakit yang sama.

Kupejamkan lagi mataku. Ku berdoa bahwa ini akan baik baik saja. Aku berharap bahwa semuanya tak bertambah buruk. Agar kita berdua bisa melalui ini segera.

Aku memohon pada Tuhan agar menguatkan kami berdua, agar Dia selalu menjaga kami dan memberikan jalan yang terbaik untuk aku dan Nando.
Kuterus berucap dalam hati, hingga semuanya berubah menjadi makin gelap dan aku jatuh dalam tidurku. Semoga dengan aku terlelap kita tak banyak merasakan sakit lagi.

----

Pagi menyambut kami. Tak banyak percakapan hanya ucapan selamat pagi.
Tak ada gurauan atau candaan lagi hanya senyuman simpul menggambarkan isi hati.

Sorot tatapan mata kami menjadi berubah, tak ada semangat lagi, seakan kami ini tak akan bertemu esok hari.

Aktivitas pagi ini kami habiskan dalam diam, kami jatuh dalam pikiran kami masing masing.

Dalam perjalanan menuju bandara kami tak banyak bersuara. Hanya beberapa kali melempar senyum satu lain untuk saling menguatkan, bahwa semua ini akan baik baik saja.

Hingga sampailah kita dimana kita harus berpisah. Walaupun jam terbangnya masih rada lama, namun petugas informasi terus berucap agar segera mempersiapkan diri untuk naik kepesawat.

"Ndo.." akhirnya aku memulai bersuara.

"Hmm?"

"Elu ati ati ya, jaga diri lu baik baik"

Dia menggangguk memberikan senyuman terbaiknya.

"Iya Sam, elu juga. Jangan banyak petingkah kalo gue tinggal. Awas kalo elu macem-macem"

"Hehe." Cengirku.

"Gue bakal kangen banget nanti. Yaudah gue tinggal ya?" pamitnya.

Aku mengangguk sembari melihat parasnya yang rupawan, mungkin ini terakhir kali aku bisa menatapnya langsung. Ingin aku menciumnya untuk yang terakhir, tapi ku urungkan niatku. Gini-gini aku juga tau tempat, alhasil kugigit pelan bibirku sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Boy crushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang