PROLOG

842 56 15
                                    

"(Hidup), memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia.
Kau, tidak terkecuali."

Surat yang Tak Pernah Sampai [2001], Dee Lestari

PROLOG

      SATU kata yang menggambarkan lelaki itu. Idiot. Menurutnya yang sedang memejamkan mata, merilekskan otot-otot sambil berbaring di ranjangnya.

Katakan dia jahat.

Karena sesungguhnya dia lebih jahat dari yang dibayangkan, pada lelaki yang bayangannya terlintas begitu saja saat ini.

Regen, namanya.

Lagi-lagi, gadis itu merutuki otaknya yang tiba-tiba memikirkan lelaki seidiot Regen.

Pada dasarnya, hanya ada satu hal yang menjadi awal dari kebenciannya pada si idiot. Yaitu, sebuah nama.

Dan, Boom!

Dengan sebuah nama, hampir semua orang bisa meledek gadis itu dan Regen dengan embel-embel 'kebetulan'. Kebetulan sekali, nama mereka memiliki arti yang sama, dan berhubungan.

Yang dia tahu pasti adalah, sebuah kebetulan sesungguhnya adalah sebuah rencana. Mereka bilang, kebetulan bisa berarti jodoh. But, please, sekali lagi, tak ada yang tahu rahasia Tuhan.

Begitupula dia, gadis yang sedang beramit-amit ria di pagi hari yang masih gelap ini. Dia juga tentu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Omong-omong, rencananya dekat-dekat ini hanya pergi berlibur dengan Bibi Alit. Bukan bertemu dengan si idiot. Kemungkinan terburuk dan terdramatis adalah dia dan Bibinya akan kecelakaan di tengah jalan.

Tetapi, hey, itu bukan yang terburuk dari yang terburuk, karena yang terburuk kuadrat masih menjadi rahasia Tuhan.

"Hujan, kamu belum juga tidur, ya?" Teriak seseorang yang beriringan dengan ketukan tak berirama di pintu kamarnya.

Gadis itu mendengus pelan. "Please, Yah. I'm Kala. Dan seandainya Ayah tahu, kalau aku bisa ngubah namaku jadi--"

"Nah, kan! Ketauan belum tidur!" Seketika, gadis itu membulatkan matanya, sadar akan kebodohan yang baru saja dia lakukan.

"Ya allah, ini waktunya shalat subuh, kamu belum tidur?!" Pekik Ayahnya di luar sana.

"Ayah gak tahu... Aku tuh kecapean ngerjain--" Lagi-lagi, Ayahnya memotong ucapannya.

"Nanti pas waktunya sarapan, kamu baru jelasin. Sekarang, ambil wudhu!"

Kalau saja boleh jujur, gadis itu baru saja berniat untuk memasuki alam mimpinya.

04:00 am, 30 Desember 2015

Okay, let me know what you think. Mungkin sebagian dari kalian akan berpikir, ini kisah nyata, karena BAB sebelum PROLOG, Author cantumin 'Regen yang nyata'.

But seriously, ini bukan kisah nyata. Tapi, emang tokoh Regen itu ada di dunia saya (eeee.a) tetapi lagi, cerita ini sungguh hanya fiksi belaka.

Dedicated buat... Siapa ya? Hmm.. Buat ibuku deh.

Soalnya biasanya jam segini Ibu suka ngecek kamar, lalu bilang,

"Yaampun, belum tidur juga? Kamu tahu kan ini jam berapa? Gimana kamu gak gendut kalo istirahatnnya aja dibalik - balik," dan yang lainnya. Masih panjang lagi. Hmm itu aja kalik ya buat permulaan. Jangan bosen - bosen sama author's note yess👌🏼

Slurp, dah🔫

Hujan di Negeri 1001 LaranganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang