vii. Sieben

205 29 13
                                    

"And yeah I've let you use me from the day that we first met
But I'm not done yet,"

Fool's Gold [2014], One Direction

vii. Sieben

      
      SEMBILAN TAHUN YANG LALU, di saat gerimis datang, di mana jingga, oranye dan kelabu menjadi sebuah percampuran warna langit yang baru pertama kali gadis itu lihat di Kota Edinburg ini, dia dengan nekadnya masih berada di luar Rumah Paman Hans, bermain bola dengan sebayanya. Namun bukan sesama jenis.

      Sebut saja Hujan. Gadis kecil itu memang tidak seperti 'Hujan sesungguhnya' yang membuat semua hati tenang. Ibu dan pamannya mencarinya kemana-mana saat itu juga, sedangkan dia sibuk menendang bola sampai ke gawang, dan tertawa bersama teman-temannya yang memang tidak berbahasa Indonesia.

      "We should just stop this game. And go back. I feel bad about this one," kata anak lelaki berambut lurus coklat, si wasit.

Gadis kecil itu menyerngit tidak setuju, "we haven't got the same score okay, i won't quit. Who wants to?" Tanya Hujan sambil berdecak pinggang. Dia menaruh pandangan pada semua teman lelakinya dengan tatapan tajam yang menusuk. Siapa yang berani? Tak ada. Satupun.

"Afraid of this suck rain, huh, little boy?" Ledek Hujan, berteriak. Suaranya seakan menggema dalam gang kecil ini.

Anak lelaki yang berambut keriting pun angkat suara. "Hujan, this is not just about rain. But this is about us. We're humans. We can all get sick. So i'm quit." Tegas anak itu yang berlalu pergi.

"And now, who wants to be the second loser? afraid of this 'verdammt' rain, and quit this game?"

      Mereka semua diam. Maka dari itu, Hujan menendang bolanya lagi, mengopernya kepada yang lain dan memenangkan gawangnya lagi, lagi, dan lagi. Sampai salah satu dari mereka jatuh pingsan, gadis itu panik setengah mati karena dia sadar bahwa semua ini salahnya. Dia tahu itu. Saat itu juga, teman-teman lelakinya yang lain membawa Rick, membopongnya, dan pergi meninggalkan gadis itu sendiri.

      Tersisa satu anak lelaki di sana. Dia berjalan mendekati Hujan, gadis kecil itu. Gerimis yang awalnya hanyalah rintikan kecil, menjadi hujan besar dalam jentikan jari.

"Go home," teriak Edward, anak lelaki itu pada Hujan yang asyik main bola sendiri di bawah hujan deras ditambah petir yang menggelegar.

"Do you hear me?" Teriaknya lagi. Gadis kecil itu tetap berpura-pura seolah tidak mendengar apa-apa. Dia tahu bahwa Edward tahu tentang apa yang sebenarnya menahannya untuk tetap di sini, kehujanan, sendirian.

      Hujan tetap bermain, tertawa sendiri, dan berteriak senang. Dan Edward yang juga kehujanan, tetap dalam petaknya, berdiri, dan menontoni gadis kecil itu.

"Don't be a stupid girl who doesn't want to admit what you've done. Go - home!" Teriak Edward lebih keras, karena hujan turun semakin deras.

"Go back if you want to. I want to stay."  Jawab Hujan yang terus memainkan bola.

"I'll tell your mama," ujar anak lelaki itu sambil berjalan menjauh lalu menaiki sepedanya. Hujan berhenti, dan mencegah Edward untuk pergi.

Hujan di Negeri 1001 LaranganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang