"Di kala sepi, tidak pernahkah terpikir? Pelabuhan impian itu, mungkin aku."
Buka Buka Buka, Kunto Aji
iv. Vier
TERAKHIR kali gadis itu mengunjungi bandara adalah saat Ibunya kecelakaan di tengah perjalanan pulang dari Negeri Hitam, Inggris. Mungkin karena itu juga, akhirnya dia segan menggunakan pesawat kalau tidak begitu penting. Tetapi hari ini adalah Hari di mana dia harus menggunakan kendaraan udara untuk sampai di Negara Skotlandia. Walau tidak bisa dipungkiri, bahwa masih ada rasa takut dalam dirinya.
Segelas teh chamomile, menghangatkan tubuhnya dari udara malam dan hujan, yang lagi-lagi turun begitu deras. Telapak tangannya berkeringat dingin mendengar pengumuman penerbangan Jakarta - Edinburg tinggal 30 menit lagi. Lelaki di sampingnya yang sedari tadi memperhatikannya, tahu bahwa ada yang dia khawatirkan saat ini. Walau dia tidak tahu apa penyebabnya.
Regen beranjak dari kursinya dan berjalan ke restaurant Amerika, yang menjual es krim. Dia membeli satu es krim cone rasa chocolate chip. Lalu setelah itu, dia berjalan ke tempat duduknya semula.
"Ingin coba?" Tanya lelaki bertopi itu sambil menyodorkan cone es krim pada gadis di sampingnya yang sejak tadi melamun. Dia masih tenggelam dalam lamunannya. Regen sedikit membungkuk, lalu melambaikan tangannya di depan mata Kala. Dan saat itu juga, gadis itu baru sadar dari lamunan panjangnya yang didasari oleh ketakutannya terhadap pesawat.
Kala meliriknya dengan tatapan 'Apa maksudmu?'. Tentu saja, dia tidak memperhatikan apa-apa saat melamun tadi. "Apa?" Tanya gadis itu sambil mengerutkan alisnya. Dengan cepat, Regen menggeleng. "T-tidak ada," lelaki itu berbohong untuk yang pertama kalinya. Dan lagi-lagi, dia terbata-bata. Kemana Regen yang berani tadi? Tidak tahu. Semua berubah dalam satu jentikan jari.
Kala memutar bola matanya, dan mendengus pelan. Rasanya ingin sekali membatalkan pesawat. Pura-pura sakit. Dan bisa tenang berada dalam kamar, tanpa Regen. Regen memang bukan alasannya untuk takut naik pesawat. Tetapi, karena ada dia, rasanya tidak membuat keadaan lebih baik.
"S-sebenarnya aku ingin m-memberimu.. Es krim. Maaf aku berbohong," ujar lelaki di sampingnya sambil menunduk.
Gadis itu menoleh ke arahnya. Lelaki itu masih menunduk dan memegang es krimnya yang mencair sedikit. Tanpa izin, Kala mengambil es krim yang Regen pegang, dan menjilatnya. Regen terkejut melihat aksi Kala yang tidak seperti biasanya.
"Enak. Lo beli di mana?" Tanya gadis itu. Regen mengerjap. Mencari kata-kata yang tiba-tiba saja hilang di kepalanya. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Waktu terus berjalan, dan Kala masih menunggu jawabannya. "Oi. Malah diem aja. Gue nanya kalik, lo tiba-tiba budek, ya?"
"U-umh.. Dekat toko donat." Jawab Regen. Kala yang sibuk menjilati es krimnya, seketika teringat sesuatu. "Itu teh gue lo abisin aja, ya. Gue abisin es krim lo." Regen mengerutkan dahinya. Tak lama, dia mengambil teh Kala, dan meminumnya saat itu juga.
Uhuk! Uhuk!
Refleks, gadis itu langsung menoleh ke sumber suara. "Eh, lo kenapa? Lo ga alergi teh, 'kan? Lo--"
Regen menggeleng-gelengkan kepalanya, "aku h-hanya.. T-tehnya.. P-panas sekali."
Mendengar itu, Kala malah tertawa lepas. "Makanya, jangan asal minum. Coba kalo gue kasih obat tidur di situ," ucap gadis itu, masih terkikik geli. "Lo gue tinggal di sini. Gue bilang sama bokap lo, kalo lo udah duluan. Dan lo kesasar di Jakarta. Eh, pas di jalan kecopetan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Negeri 1001 Larangan
Ficção Adolescente"Seandainya ada kata lain selain cinta. Mungkin aku mau mengucapkannya padamu. Mungkin aku juga takkan merasa bersalah padamu. Karena aku mencintaimu, apa yang benar dari itu?" Liburan di akhir tahun adalah liburan yang paling ditunggu. Oleh Kala. K...