Six

12.9K 722 94
                                    

Ini hadiah dari Author buat kalian ya. Hadiah tahun baru ceritanya^^, hehehehe. Yok dibaca ya^^

Thanks ya, untuk 1k yang baca, semoga makin banyak yang baca, followers, vote, and comment.

Aamiin^^

Dan satu lagi, di mulmed itu foto Bian sama Bianca ya... ^^

Happy Reading Guys.

"Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh"

Perahu Kertas

"Perasaan nyaman adalah pupuk dari cinta itu sendiri"

Masihkah, fai?

Author POV

"Bian?"

Satu kata yang hanya bisa dikeluarkan oleh kerongkongan Stevani.

Brak! Bruk!

Stevani yang masih shock dengan penampakan di depannya, tiba - tiba kaget akibat ulah cowok tersebut.

"Bian!" Dengus Stevani jengkel. "Bisa, nggak ngagetin orang? Dan ini dimana? Lo mau nyulik gue, hah?!"

"Nyulik? Bukannya lo yang daritadi kayak patung? Oh iya, ini di ruang ganti." Bian menatap Stevani dengan datar dan wajah tenangnya. Menurut Bian wajah Stevani sekarang lucu, dibandingkan dengan yang sebelumnya.

"Semua gara - gara lo, Bian. Seandainya gue tadi membalaskan dendam sama mereka semua, semua nggak jadi begini. Lo ngapain bantuin gue, hah?!" Seru Stevani dengan nada yang masih jengkel. Kenapa harus dia? Bian hanya membuat dirinya tidak bisa membalas gosip murahan tersebut. Dan kenapa mukanya selalu tenang?

"Gue hanya membantu diri lo, Zahra. Kalo nggak ada gue, lo bisa jadi makanan para nenek sihir atau cewek - cewek tadi." Kata Bian. "Harusnya lo bilang makasih ke gue. Gue udah nolongin lo dua kali Zahra, right?"

"Jangan pernah panggil nama tengah gue. Dan, lo ... lo nolongin gue dua kali? Kapan? Kalaupun nggak ada lo tadi, gue pasti bisa menang." Dengus Stevani.

"Yakin, lo mau lawan cewe sebanyak itu? Lo sama mereka aja ibaratnya, 1 : 5. Gimana mau menang? Lo juga kan yang malu kalo kalah?"

Stevani membenarkan ucapan yang dikatakan oleh cowok tersebut. Namun ego dan gengsi yang menguasai dirinyalah yang membuat tidak ingin mengalah.

"Tapi gue nggak butuh lo, Bian. Gue pasti bisa kok." Ucap Stevani yang bisa dikatakan sedikit ragu.

"Terserah lo deh, kepala batu. Gue cuma pingin, lo jangan terlalu emosi."

Bian berjalan dengan gaya coolnya meninggalkan Stevani yang masih diam mematung.

Stevani menghembuskan napasnya dengan kasar. "Okey ... gue emang kepala batu. Dan gue minta maaf sama lo, kalo nggak ada lo mungkin gue bakal jadi santapan nenek sihir."

Bian menoleh, kemudian dia membalikkan badannya ke arah Stevani. Dengan wajah tanpa ekspresinya. "Okey, tapi semua perbuatan itu harus dibayar, bukan?"

Stevani membelalakkan matanya, akibat ucapan cowok tersebut. "Apa? Oh, tidak termakasih. Gue nggak akan bayar apapun ke lo, Bian."

"Tapi gue udah bantuin lo dua kali. Lo nggak mau balas?" Ucap Bian sambil menarik turunkan alisnya.

Menurut Stevani, Bian Lucu ketika mencoba menaik turunkan alisnya tanpa mengganti ekspresi datarnya. Tapi, Stevani mencoba untuk tidak tersenyum.

Stevani sedikit mendengus. "Mainnya balas - balasan. Kalo nggak gue balas, lo ngancem?"

Stephanie [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang