Dia berdiri di depanku sekarang. Bukan banyangan dari masa kecil lagi atau masa sakit dia karna ku. Dia berdiri gagah dengan senyum konyolnya yang ku rindukan.
Aku bodoh bukan? Menyia-nyiakan hal yang selama ini terlalu berharga untukku. Ternyata benar, menyesal sekarang tak berguna lagi. Karna waktu tidak akan pernah menunggu. Dia terus berjalan dan meninggalkan ku larut dalam keegoisan dan kebodohan.
Dewa, anak-Mu ini sangat berdosa. Menyia-nyiakan cinta yang besar yang dia berikan dan malah ku balas dengan ego sialanku ini. Hukum aku, hukum aku semau-Mu dewa, sesuai dengan apa yang sudah aku perbuat padanya.
Sakit ternyata dewa melihat dia berjuang sendiri, berjuang dengan sia-sia. Betapa bodohnya aku menyia-nyiakan dia dewa. Bagaimana dia bisa setegar itu? Bagaimana dia bisa tersenyum disaat sesak itu menyiksanya? Bagaimana dia bisa bertahan dengan rasa sakit itu?
Dewa apa aku bisa memulainya dari awal lagi dengan dia? Aku berjanji akan selalu menyanyangi dan mengabdikan diriku untuk laki-laki duyung dihadapanku ini.
Aku berjanji tidak akan ada lagi rasa sakit itu. Akan aku ganti rasa sakit itu dengan kebahagian yang selama ini memang seharusnya dia dapatkan. Apa aku bisa memulainya dari awal bersama laki-laki bodoh ini? Aku mohon.
"Ayo kita pulang bersama." serunya menggenggam tanganku erat. Tangannya dingin tak seperti biasa. Wajahnya juga semakin pucat. Apa penyakitnya semakin parah?
"Apa dia baik-baik saja dewa Zero?" Dewa Zero masih dihadapanku. Berdiri gagah dengan tongkat perak kebesarannya. Dia hanya diam, tapi aku tau dia bisa mendengarku.
Dewa Zero menggeleng dan itu berhasil membuat jantungku bertambah remuk karnanya."Dia tak akan pernah membaik lagi tanpa sirip emas duyungnya."
"Apa aku harus melepaskan dia? Tapi kenapa? Apa kau begitu membenciku dewa? Apa aku benar-benar tak pantas lagi untuk dia? Kenapa takdir begitu kejam untukku dewa. Kenapa kau menyiksaku seperti ini."
"Anakku, melepas bukan berarti kau tak akan bahagia. Melepas itu awal untuk kau bisa memulainya dari awal lagi dengan baik."
"Aku baik-baik saja putri Jessi. Jangan khawatirkan aku. Ayo semua sudah menunggu kita." ucap Antoni memecah komunikasi ku dengan dewa Zero.
Lihat, dia masih bisa tersenyum padaku disaat seperti ini. Pangeran Antonio aku mohon jangan tersenyum, senyummu itu melukaiku. Aku mohon jangan terus berpura-pura kalau kau baik-baik saja. Padahal kau sangat kesakitan. Tidak bisakah membagi rasa sakit itu padaku? Jangan kau tanggung sendiri. Itu sangat melukaiku.
"Tidak adakah cara lain untuk menolong dia dewa?"
Dewa Zero menggeleng lemah. "Hanya itu. Kau bisa kembali dan hidup bahagia seperti yang kau mau dan meninggalkan Antoni di kuburan prajurit ini sendiri. Hanya menghitung hari dia mati disini. Tapi kalau kau mau dia bahagia. Kau yang menggantikan posisinya disini. Kau tidak mau kan anakku?"
Jangan bilang yang dipikiranku ini benar. Aku mohon jangan. Mana mungkin dewa meminta salah satu dari kami untuk tinggal dan perlahan mati disini. Apa sekejam itu taqdir kami dewa? Mana mungkin bisa aku memilih salah satu dari pilihan itu. Sangat sulit. Aku tidak akan pernah bisa memilih.
"Kau ingat bukan anakku. Berjuang bersama, salah satu harus tinggal. Tapi sekarang dia sudah masuk dalam lorong hitam perjuanganmu dan meninggalkan lorong hitam perjuagannya. Kalian tak akan pernah keluar bersama."
Dewa. Kenapa kau membuat sakit seperti ini. Kenapa kau bisa sekejam ini?
"Kau harus memilih. Menetap atau keluar tanpa laki-laki duyung bodoh ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crazy mermaid
Fantasy[Penting!!!!] [Cerita ini aku privat ya, jadi kalau mau baca follow aku dulu. Terima kasih ❤] Peringkat #89 ( 8 Juni 2019 ) Peringkat #66 #mermaid (15 juli 2019)