Part 8

6.5K 802 99
                                    

Jimin baru saja selesai mandi. Dia keluar dari kamar mandi dengan setengah badan yag ditutupi handuk. Tubuh berbentuknya yang masih agak basah dan rambut habis dikeramasnya yang dia sisir dengan jemarinya kebelakang itu akan membuat siapapun terpaku tenggelam dalam pesonanya. Dan jangan lupakan feromonnya yang langka. Tak bisa diungkapkan, bila ingin tau mendekat saja padanya. Aku yakin sebelum kalian mendekat pun nyawa kalian sudah melayang duluan.

"Kenapa kau tak memberitahuku bila ingin datang huh? Kau pikir ini rumahmu apa?" tanya Jimin -pada makhluk yang tak diundang- sembari mengambil seragam yang akan dia gunakan hari ini. Di samping itu makhluk yang diajaknya bicara hanya menikmati dengan santainya tempat tidur empuk nan nyaman itu. Terbukti dengan dia berguling-guling tak karuan diatasnya.

"Kasurmu terbaik Jimin" pujinya masih berguling-guling. Sepertinya dia tak pernah merasakan euforia saat diperaduan.

"Terburuk bila kau terus merusaknya secara perlahan seperti itu Jhope" Jimin mengeringkan tubuhnya dan mengenakan kemeja putih dengan dasi biru dongker dan dilengkapi dengan kardigan soft-blue nya. Terlihat begitu manis dan dingin secara bersamaan. "Ada apa pagi-pagi begini kau kemari?"

Jhope pun dengan gesitnya sudah berdiri di belakang pintu lemari yang Jimin baru saja tutup. "Kembalilah ke akademi."

Jimin menyunggingkan senyumannya dan berbalik membawa tasnya turun untuk segera pergi. Dia duduk ditangga dan menatap sinis Jhope yang sudah berada di samping tangga lebih dulu darinya. "Kau sudah tau jawabanku. Tak ada kerjaan membujuk orang yang sudah jelas tak mau."

Jhope yang bersandar dipalang hanya mangguk-mangguk. Dia sudah lebih dari biasa menghadapi Jimin. Dia tak pernah menyerah mengajak Jimin kembali. Bukan. Jhope takkan pernah menyerah mengembalikan persahabatan abadi mereka.

"Saeun" nama yang Jhope ucapkan tak membuat tangan Jimin tertahan menarik knop pintu jatinya. Namun langkah Jimin yang hendak mengambil sepeda terhenti begitu saja saat melihat alat transportasinya itu entah sejak kapan terlilit rantai dan tergembok manis. Semanis makhluk yang membuat manik matanya berputar malas. Dengan dengusan kesalnya dia berbalik menghampiri Jhope yang tengah terduduk dengan santainya diberanda dengan kaki yang dinaikkan kemeja dan jemarinya yang sedang memutar-mutar kunci.

"Kau membuatku telat" Jimin menyodorkan tangannya meminta kunci pada Jhope.

"Tenang saja, kau bisa berteleport bukan?" tentu Jhope mengingatkan kemampuan mereka yang dapat memudahkan segalanya. Plus mencari-cari alibi agar Jimin mendengarkannya dulu sekarang. Namun melihat mata Jimin yang semakin kelam dia tak ingin mengambil resiko untuk bertemu si merah. "Sebenarnya bukan hanya kembalinya kau yang kumau. Aku benci melihat perpecah belahan seperti ini. Kau harus ingat Jimin, Saeun membuat keputusannya sendiri. Jangan salahkan dirimu. Kau hanya membuat dirimu sendiri menderita."

"Tetap saja 'dia' menyalahkanku bukan? Tak kan berubah" Jimin memalingkan wajahnya datar. "Aku meninggalkan akademi bukan tanpa maksud. Aku menghindari segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Kim dan aku sudah tak bisa berada dalam satu tempat yang sama. Apalagi Jin dan Suga yang berada dipihaknya. Dan kau tau betul bukan tak hanya Kim yang membenciku, Suga..dia sama-sama tak kalah membenciku. Karena..." Jimin menggantungkan kalimatnya. Kedatangan Jhope membuat ingatannya semakin menguat.

"Karena kau mendapati Saeun dan Saeun mati karenamu? Itu juga bukan kau yang memilih. Saeunlah yang memilihmu untuk menjadikanmu makhluk yang mendapati tempat istimewa disisinya. Kau dan Suga sama-sama mencintainya. Perasaan kalian sama besar dan tulusnya. Yang membedakan adalah Saeun menemukan 'hal yang sama' bila bersamamu namun tidak pada Suga. Apa itu juga salahmu?"

Jimin terkekeh mendengar penuturan Jhope. Dia menganggap itu konyol. Entah kenapa dirinya menjadi sebodoh itu. Namun walaupun dia bilang itu bukan salahnya, orang-orang itu tetap mengkleim dirinya. Seharusnya masa bodoh apa kata mereka. Tapi Jimin tetap tak bisa mengangkat wajahnya di hadapan mereka. "Bila aku bisa menahannya untuk tak keluar akademi, dia takkan mati Jhope. Dia tak harus mengorbankan dirinya demi aku."

Red HairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang