Ternyata

7.1K 278 1
                                    

"Dek, bangun! Udah sore nih, mandi cepet. Kamu kan udah janji mau ikut ke nikahan Bang Satya." Teriak mama.
Aku terbantun dari tidur siangku. Nikmat sekali hari minggu, bisa santai dan males-malesan. Aku pun segera mandi dan bersiap.
Bang satya akan menikah. Bang satya itu anak dari sahabat papa. Kami sering bermain bersama. Dia lebih tua 3 tahun dari Kak Keenan, kakak laki-lakiku. Kami cukup dekat. Bang Satya sangat penyayang. Dia bekerja sebagai asisten CEO di bidang advertising. Beruntung sekali istri bang Satya.
Aku sudah siap. Sudah cantik. Haha. Aku memakai kebaya modern simple berwarna biru pastel dengan sedikit nuansa kuning. Kontras sekali dengan kulit kuningku. Tidak hanya aku, mama, papa, Kak Keenan dan adikku Minnie juga menggunakan baju dengan nuansa warna yang sama. Sangat kompak bukan, ini semua sudah pasti kerjaan mama.
Sedikit bedak, tipis saja. Check. Mascara, check. Lipstick, check. Udah lengkap deh. Ga perlu dandan macem-macem.
Kami semua sudah siap. Bang Keenan menyetir mobil didampingi ayah. Tak sampai 30 menit, kami sudah tiba di gedung tempat pernikahan Bang Satya.
***
"Aduh, dokter cantik, kapan nyusul nih?"
"Mana calonnya?"
"Calonnya dokter juga bukan?"
"Mau ga tante kenalin sama anak tante?"
Seperti biasa, itu pertanyaan standar untuk yang masih single di pernikahan rekannya. Aku hanya menjawab dengan senyuman saja. Jawaban standar para jomblo. Jomblo? Aku kan bukan jomblo. Kan ada Dokter Arkan ku yang tampan itu. Tapi apa dia serius? Dia terlalu cuek dan seperti tidak peduli. Lagi pula aku belum terlalu mengenalnya.
Papa sedang mengobrol dengan temannya. Kak Keenan juga sama, dia berkumpul dengan para lelaki lajang lainnya, pasti sedang membicarakan wanita seksi itu, si sekretaris boss Bang Satya. Sedangkan aku hanya diam mendengar celotehan para ibu-ibu ini bersama adikku.
"Mam, aku ke situ dulu ya, kayanya enak." Kataku sambil menunjuk chocolate fountain yang terlihat lezat. Mama hanya mengangguk dan meneruskan obrolan dengan teman-temannya. Ku ajak si Minnie tapi dia menolak, takut gendut sepertiku katanya. Adik sialan memang.
Aku mencolek coklat dengan biskuit, kue, dan buah potong yang disediakan di meja. Hhhmmm enak sekali. Aku bisa berlama-lama disini kalo gini sih. Entah berapa banyak kalori yang masuk lewat mulutku ini.
"Kamu ngapain disini?" Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku menghentikan aktivitas makanku dan melihat pria tampan dihadapanku. Arkan. Sangat tampan, dan wangi. Dia menggunakan setelan jas hitam dengan kemeja biru langit. Cocok sekali dengan kulit putihnya. Dia tampak tegap dan terlihat mewah.
"Keluarga Bang Satya cukup dekat dengan keluargaku. Kamu sendiri ngapain disini?"
"Satya temanku."
Selalu saja singkat, padat dan jelas. Aku lebih memilih meneruskan aksi makanku mencolek si coklat manis itu. Dia hanya memperhatikanku tanpa melakukan apapun.
"Mau?" Aku menawarinya biskuit yang sudah kucelup coklat. Dia hanya membuka mulut lalu mengunyahnya tanpa ekspresi.
"Lagi?" Kuberikan suapan kedua padanya. Belum masuk ke mulutnya, seseorang menginterupsi aktivitas kami.
"Nathan?" Ucap seorang ibu. Aku tampak pernah melihatnya, tapi dimana ya?
"Mami. Kenapa?" Jawab Arkan. Kenapa Arkan yang menjawab? Siapa nathan?
"Sejak kapan kamu makan coklat?" Ibu itu menatap Arkan heran. Sedangkan yang ditanya hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kamu masih inget sama tante?" Tanya ibu itu padaku. "Omanya Leo, yang nangis di RS Miracle itu loh." Jelas beliau padaku yang memang tampak bingung.
"Ah aku ingat, Leo bocah tampan itu kan. Yang sedang menunggu Daddynya?" Tante itu mengangguk mengiyakan. "Tante apa kabar? Leo mana tan?" Ucapku ramah.
"Tante baik, Leo lagi sama Daddynya tuh disana. Dia pasti seneng ngeliat kamu." Jawab tante itu.
"Ini pada ngomongin apa sih mi? Nathan ga ngerti." Ujar Arkan bingung.
"Eh, kamu kenal sama cewek ini Nath?" Tanyanya pada Arkan. Arkan mengangguk.
"Kenal lah mi, ini Caramelo, pacar Nathan." Jawabnya datar. "Mel, ini Mami aku, Mami Anggun." Nathan, maksudku Arkan mengenalkan kami satu sama lain.
"Jadi ini yang namanya Melo, yang bikin Nathan ninggalin meeting dan lebih milih jaga UGD?" Ejek Tante Anggun.
"Melo sayang, maafin anak mami ya, dia emang kaya es gitu.ga peka sama cewek. Tapi dia orangnya setia kok, dan mami tau dia sayang banget sama kamu." Kata Tante Anggun sambil mengusap rambut keritingku.
"Iya tante, Melo ngerti kok." Jawabku. Aku bingung harus jawab apa, jadi kuiyakan saja.
"Eh kok manggilnya tante sih, panggil mami aja ya sayang. Kaya Nathan." Kata beliau ramah.
"Mel, yuk pulang." Tiba-tiba Mama menghampiriku dan mengajakku pulang. Mama yang meilihatku mengobrol dengan Arkan dan Mami Anggun nampak bingung.
"dona, apa kabar?" Mami anggun menyapa Mama, tidak kuduga mereka saling mengenal.
"Oh my God, Anggun? Udah lama banget ga ketemu. Kamu apa kabar? Kok kamu kenal sama Melo?" Ucap mama antusias, sambil cipika-cipiki sama Mami Anggun.
"Mama sama Anggun ini teman waktu SMA, kami sekelas selama tiga tahun. Tapi setelah selesai kuliah kami sibuk dengan pekerjaan dan keluarga masing-masing. Jadi jarang ketemu deh ya Gun," mama menjelaskan pada aku dan Arkan yang tampak semakin bingung.
"Melo anak kamu Don? Ya ampun, kita bakal jadi besan don. Ga sabar aku pengen cepet nyiapin pernikahan mereka".
"Kamu sejak kapan pacaran sama anaknya Anggun mel?" Tanya mama bingung. "Tapi ga apa deh, akhirnya kamu punya pacar ya Mel."
Mama jahat banget bilang kaya gitu depan Mami Anggun dan Arkan. Kesannya kaya aku ga laku-laku. Tapi emang bener sih. Tapi kan banyak yang dekat denganku, hanya saja mereka lebih suka dengan Kina setelah mengenal Kina. Kesannya kaya gue cuma batu loncatan buat dapetin Kina.
"Gun, kita ngobrol disitu yuk!" Ajak mama ke Mami Anggun, sambil nenunjuk sofa di ujung ruangan.
"Katanya mau pulang mam?" Tanyaku.
"Ga jadi, kamu pulang duluan aja sama pacar kamu ya. Mama mau ngobrol dulu sama Anggun. Udah sana kamu kasih selamat dulu ke Satya, katanya dia belum ketemu kamu tadi." Pesan mama padaku. "Nak Arkan boleh tolong temenin Melo ketemu Satya. Kasian dia takut jatuh gara-gara pake sepatu heels." Kata mama meledeku. Arkan cuma mengangguk sambil tersenyum kecil.
***

Emergency doctor's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang