Gue Menang

6.3K 251 3
                                    

Wow, ga nyangka ada orang yang mau baca cerita ini. Walaupun rada ga jelas, tapi sebagian cerita ini nyata loh.
Makasih yang udah mau luangin waktu buat baca :)
Just enjoy the story!!!
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Oh em ji!
Lusa gue ujian akhir stase dan gue belum belajar sqtu pun penyakit tentang neuro. Minta ajarin siapa nih? Si Kina? Mending ga usah. Bang Willy? Dia udah dimana kali. Ah gue tau, buat apa punya pacar super jenius kalo ga dimanfaatin. Ahhaahha, telepon ah.
Mello (M) : Hallo.
Arkan (A) : Ya mel.
M: lagi apa?
A: baru aja beres meeting. Ini lagi mau pelajari laporan dulu. Kenapa?
M: sibuk banget ya?
A: lumayan sih. Kenapa? Mau ketemu?
M: enggak kok.
A: kamu mau aku jemput dimana? Kita sekalian makan siang. Lagian aku udqh bete nih sama kerjaan.
M: ga usah Kak. Nanti aku ke kantor kamu deh. Aku bawaain makan siang. Kamu mau makan apa?
A: apa aja terserah kamu deh. Nanti kamu langsung masuk aja ya, inget kan ruangan aku dimana?
M: oke deeeh.
A: kamu sama siapa kesini?
M: sendiri. Kenapa?
A: naik apa?
M: naik motor aja. Kalo ujan ya naik taksi. Gimana nanti siang aja deh. Kenapa emang?
A: tunggu aja di rumah. Nanti sebelum jam 12 Pak Tama jemput kamu.
M: ga usah Kaaak. Aku bisa sendiri kok.
A: ga, Pak Tama akan tetap jemput kamu.
M: tau ah terserah.
Aku mengakhiri telepon pagi ini dengan kekesalan. Arkan memang seperti itu. Dia menjadi protective setelah kami sempat putus beberapa bulan lalu.
Hari ini dan besok libur karena persiapan ujian. Saat ujian nanti aku akan menghadapi pasien seperti biasa. Namun seorang penguji akan memperhatikan dari balik kaca satu arah. Dia bisa melihatku, tapi aku tidak bisa tau siapa pengujinya. Tapi dengan cara seperti itu penguji tidak dapat menginterupsi kegiatan ujian, dia akan terus memperhatikan apa yang aku lakukan. Dari mulai mempersilahkqn pasien masuk hingga rencana tindakan yang perlu dilakukan. Semoga saja keberuntungan berpihak padaku.
Sekarang baru jam 8, Pak Tama akan menjemputku jam 12. Masih punya waktu 4 jam. Ngapain ya enaknya? Belajar udah bete, ke mall males, nonton tv ga ada yang rame, nonton film ga tau mau nonton apa. Ah kayanya aku punya ide lain.
Kubuka pintu lemari es, kulihat ada beberapa bahan makanan yang bisa ku masak. Bikin apa ya tapi. Jadi binung juga. Terus aja bingung. Ahahahha
***
Udah jam 11.30, masakanku sudah selesai. Semoga Arkan suka. Masih ada waktu 30 menit untuk bersiap. Mandi dulu aaah.
Eh tapi pake baju apa ya? Kalo pake kaos sama celana jeans biasa kok kesannya apa banget ya, gimana pun juga kantornya kan tempat yang formal. Apa pake kemeja sama rok? Eh kok malah kaya karyawan ya? Ah gue tau.
Beres mandi jam 11.40, buat gue mandi sih ga perlu lama-lama, 10 menit aja cukup. 15 menit kemudian gue udah siap dengan baju pilihan gue. Kemeja tosca berlengan pendek dan celana jeans warna khaki. Kupadukan dengan flat shoes warna tosca. Ahahhaha, gue emang canggih kan? Tak lupa tas ransel kecil berisikan tablet dan beberapa buku. Niatnya kan emang mau minta ajarin. Ah hampir aja tertinggal, lunch pack untukku dan Arkan sudah siap tinggal jinjing saja.
Pas teng pukul 12.00, Pak Tama menjemputku. Tak sampai 20 menit aku sudah sampai di kantor Arkan. Tidak butuh waktu lama karena memang Bandung sepi di jam makan siang, rata-rata pelajar dan pekerja menghabiskan waktu lunch mereka di sekolah atau kantornya masing-masing.
Ini kedua kalinya aku berdiri di gedung ini. Pertama kalinya satu bulan lalu. Tak ada satupun orang yang ku kenal. Dan sepertinya pakaianku tidak biasa ada di tempat seperti ini. Kalo bukan karena aku di antar Pak Tama, mungkin aku sudah diseret keluar oleh satpam yang dari tadi melihatku serius, berasa maling aja.
Tanpa banyak tengok kiri kanan, aku menuju ke lift yang waktu itu aku naiki. Belum sampai lift, seseorang memanggilku.
"Permisi mba, mba mau kemana? Maaf tapi ini lift khusus direksi." Kata seorang berbaju formal. Dia tampak masih muda, sepertinya masih seusiaku.
"Oh maaf ya mba, saya tidak tau. Saya mau ketemu sama Arkan, mba." Kataku.
"Pak Arkan siapa mba?" Dia terlihat bingung.
"Arkan yang bekerja disini, di lantai 21." Aku malah tambah bingung cara menjelaskannya.
"Mba sudah buat janji?"
"Eh udah sih."
"Mari saya antar ke sekretarisnya mba, biar lebih jelas. Karena hari ini jadwal Pak Arkan memang sedang penuh sekali."
"Ah baiklah terima kasih ya mba Citra." Kataku sambil melihat nama di nametagnya.
"Mari lewat sini mba," ajak Mba Citra ke arah lift biasa di sudut ruangan ini.
***
Sambil menunggu lift terbuka, aku dan Citra, kami akhirnya saling menyebut nama saja, mengobrol panjang. Ternyata kami seumuran, tapi Citra harus berhenti kuliah dan bekerja disini karena dia membutuhkan uang untuk membiayain hidup keluarganya. Ia hanyalah seoran asisten manajer pemasaran, tapi dia justeu peduli pada wajah bingungku ini ahahahah.
Setelah sampai di lantai 21, aku disambut dengan wajah jutek sekertaris Arkan. Cari raut wajahnya, aku bisa tau kalau dia tidak suka denganku. Kurasa dia menyukai kekasihku itu.
Aku mendekati meja Kanya, si asisten modis itu. Tapi dia malah seolah-olaj tidak melihatku. Ditambah lagi aku datang bersama Citra. Dia juga tampak tidak suka dengan Citra, tapi aku tak tahu kenapa. Mungkin mereka memang tidak akur.
"Permisi mba Kanya." Kataku, sudah tidak tahan dengan sikap Kanya.
"Maaf anda siapa?mau ketemu siapa? Dan ada perlu apa?" Tanyanya sinis.
"Saya Caramello, mau ketemu Arkan atau Bang Satria. Saya udah janjian tadi." Aku jadi kesal terhadapnya.
"Mba Caramello sudah membuat janji dengan saya?"
"Belum, tapi tadi lagi udah janjian sama Arkan."
"Mohon maaf mba, tapi Pak Arkan tidak titip pesan apapun. Udah deh mba, banyak kok cewek-cewek yang sok udah janjian ternyata cuma bohong biar bisa ketemu Arkan."
"Maaf mba, tapi saya memang sudah janjian. Coba aja mba tanya langsung sama orangnya."
"Pak Arkan sedang sibuk, sedang meeting bersama pengusaha lainnya. Jadi mba silahkan membuat janji secara resmi dan datang lagi nanti." Katanya.
"Ya udah sqya mau ketemu sama Satria aja."
"Pak Satria sedang menemani Pak Arkan juga mba, jadi silahkan turun dari lantai ini. Anda bisa menggunakan lift karyawan seperti tadi." Katanya tanpa melihatku.
"Baik, terima kasih mba Kanya" kataku.
Kurasa aku akan menunggu Arkan di cafe lantai dasar saja. Sedang malas untuk berdebat dengan wanita seperti itu. Biar nanti kutelepon dia. Ah jangan, kutunggu saja sampai dia meneleponku. Kasian kalo harus kunganngu, diakan sedang rapat.
***
Sudah jam 1 lebih. Aku sudah menunggu di cafe ini. Aku suda menghabiskan segelas butterscotch frappe dan sepotong cinnamon roll. Aku juga sudah menyelesaikan membaca sebagian pelajaran untuk ujian lusa. Dan Arkan belum juga menelepon aku. Huh bete, kenapa lama sekali rapatnya sih?

Trililingggg drttttt.... Drttttt.
My Arkansas is calling....

Kuangkat telepon itu.
Arkan: kamu dimana? Kenapa lama sekali? Pak Tama bilang kau sudah disini dari jam 12. Dan sekarang sudah jam 1.30.
Mello: stttt... Diamlah. Aku di cafe di lantai dasar.
Arkan: tunggu disana.
Tuut... Arkan menutup pembicaraan kami.
Tak sampai 5 menit dia sudah terlihat memasuki cafe ini. Uh tampan sekali kekasihku itu. Ahahahha. Dia terlihat sudah lelah, jasnya tampak sudah disampirkan di lengan kirinya, sedangkan kedua lengan kemejanya sudah digulung, dan dasinya sudah dilonggarkan.
"Kamu kok ga nunggu di atas?" Tanyanya setelah duduk dihadapanku.
"Ga dibolehin masuk sama tuh anjing penjaga kamu." Kataku, mengadu. Biarin aja si Kanya itu dimaharin sama Arkan, biar dia ga seenaknya sama orang lain.
"Kenapa kamu ga boleh masuk? Kanya kan tau kamu pacar aku."
"Apanya yang tau, ga tau ah aku bete. Besok-besok aja deh ya aku ke sini lagi. Aku udah bikin janji kok, RESMI."
"Apa sih kamu tuh, udah ayo kita ke atas dulu, nanti jam 2 aja ya kita makan siangnya. Kamu udah laper banget belum? Kamu mau makan dimana?"
"Nih, udah aku bawain buat kamu."nkataku sambil memberikan paper bag berwarna hitam padanya.
"Kamu yang masak?" Ku jawab dengan anggukan. Dia hanya tersenyum kecil.
"Ya udah deh, kita makan di atas aja ya. Aku masih harus baca laporan rapat tadi." Katanya sambil berdiri dan berjalan menuju keluar cafe.
"Bangsat ada ga?"
"Ada di atas, terakhir aku liat sih ruang rapat."
***
Di dalam lift aku hanya berdua dengannya. 2 lantai lagi. Tiba-tiba kurasakan genggaman tangannya di sela jemariku. Tumben-tumbenan dia mau pegangan tangan. Biasanya kan cuma narik aja sambil megang lenganku. Tapi sekarang jari kami bertautan. Mukaku pasti merah, walaupun kami sudah hampir 4 bulan berpacaran, tapi kami jarang melakukan tindakan romantis.
Setelah sampai di lantai 21, Arkan masih menggandeng tanganku. Kami keluar lift dan menuju ke ruangannya. Tiba-tiba langkahku terhenti tepat di depan meja Kanya.
"Kanya, lain kali kalo Mello datang suruh tunggu aja dia di ruangan saya. Mello ini calon istri saya. Oh ya, jangan ganggu saya dulu, kalo ada tamu kamu konfirmasi dulu ke saya atau Satria." Perintah Arkan. Calon istri? Hhmm, jadi tambah degdegan ahahahah.
"Kan, Bangsat mana?" Kataku setelah masuk ke ruangannya.
"Dia masih beresin laporan hasil meeting tadi. Kenapa?"
"Ini makanan buat dia." Kataku sambil memperlihatkan kotak makan yang lain.
Arkan langsung menelepon seseorang, "hallo Nya, tolong kalo Satria datang suruh langsung temui saya." Peritah Arkan, langsung menutup telepon itu tanpa menunggu jawaban dari sekertaris seksinya itu.
"Aku laper banget, kamu bikin apa? Kata Arkan menghampiri ku duduk di sofa.
"Nih aku bikinin kamu nasi kepal, yang ini isnya tuna mayo, yang ini isinya beef black pepper, yang in udang asam pedas, yang ini chicken teriyaki, yang ini telur saus madu." Kataku sambil memperlihatkan nasi kepal yang kubuat. Aku sengaja membuatnya lucu seperti ini. Aku saja tidak tega memakannya.
"Kamu kaya bikinin bekal buat anak TK deh, kamu ga makan?" Tanya Arkan sambil mengamati salah satu nasi kepal buatanku.
"Ih, dibikinin yang spesial bukannya bilang makasih kek. Enggak, aku kan udah makan cinnamon roll tadi di cafe. Aku masih kenyang," kataku. Bohong banget ini mah, orqng gue tuh lagi diet.
"Kamu lagi diet?" Tanyanya, gotcha! Ketebak juga. Ga akan lah ya gue ngaku.
"Enggak kok, apa sih." Gue emang jago pura-pura.
"Aaaa," katanya sambil menyuapiku.
"Kan aku kenyang ih."
"Aku cuma mau kamu buktiin ini makanan ga kamu kasih racun. Buka mulut kamu, aaa."
Ih betein banget, dikira gue penjahat apa, pake ngeracunin segala. Mau ga mau gue makan juga. Gue gigit nasi kepal lucu buatanku dengan segenap kekesalan pada Arkan.
Setelah aku gigit sedikit, ia juga menggigit sisa nasi kepal itu. Kemudian aku, lalu dia lagi, lalu aku, lalu dia lagi. Terus menerus hingga tak terasa sudah menghbiskan 3 buah nasi kepal. Ini sih dia ngegagalin program diet aku. Ngeliat aku bete kaya gini dia malah senyam senyum sendiri, berasa menang kali ya dia.
"Udah Arkan, aku udah kenyang. Dan aku ga masukin setetes racun ke makanan kamu, cuma aku ludahin aja satu-satu."
"Aku ga peduli. Makanannya Satria sama kaya gini juga?" Tanyanya.
"Enggak, gara-gara keasikan bikin yang kamu, aku ga sempet ngehias yang Bangsat. Jadi aku bikin nasi kepal polos aja deh. Emang kenapa?"
"Enggak." Jawabnya sambil tersenyum kecil.
***

Emergency doctor's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang