1.We are different cait.

1.6K 133 3
                                    

Pic: Justin Bieber as himself

Caitlin's pov

Aku berbincang bincang dengan sahabat sahabat ku, mereka menceritakan soal kekasihnya. Aku merasa iri pada mereka. Kekasih mereka selalu ada untuk sahabat sahabat ku dan aku? Aku yang harus ada untuk nya, selalu duluan mendekati nya.

"Cait, kami pulang duluan ya.. sampai jumpa." Aku tersenyum dan mengangguk.

Melihat sahabat sahabat ku pergi dan sekarang tinggal aku seorang disini yang belum di jemput sama siapa pun. Aku menunggu seseorang.

"CAITLIN!" Aku mengadah ke suara itu. Seorang pria berlari kearah ku dengan tergesa gesa. Aku tidak mengenal pria pria yang satu sekolah dengan ku kecuali kekasihku. Dan aku tidak mengenal pria disini karna itu untuk kekasihku. Bukan kekasihku yang menyuruhku untuk menjauh tapi justru aku, aku tidak ingin kekasihku salah paham atau cemburu. Tapi itu semua hanya pikirian ku saja. Kekasihku tidak peduli denganku. Sangat. Mungkin tidak mencintaiku.

"Ada apa?" Ucap ku. Pria itu mengatur nafas.

"Kekasihmu! Hhh.. kekasih mu berkelahi!" Ucap pria itu. Aku tersentak.

"Dimana?" Ucap ku. Aku menutupi semua ke kagetan ku.

"Di koridor sekolah dekat kantin. Ayo!" Aku menurutinya dan berlari kearah yg dia tunjukan.

Benar. Semua orang melingkar tanpa ada yang menolong kekasih ku atau pria itu. Mereka pikir ini main pertinjuan.

"JUSTIN!" Teriak ku dan mendekat menarik tangannya kasar. Aku melihat pria yang melawan justin, kekasih ku. Pria itu babak beluk sangat. Dan begitu pun justin. Aku mendongak melihat wajah justin dipenuhi dengan luka luka berwarna merah dan akan menjadi biru. Ada darah di hidung dan sudut bibirnya. Aku memegang kedua pipinya perlahan.

"Justin, kau harus di obati luka mu. Aku akan meng--"

"Tidak usah." Justin menepis kedua tangan ku dan pergi. Sebelum itu dia menendang kaki pria yang dia pukuli. Aku tersenyum bersalah kepada pria itu.

"Maafkan kekasih ku." Ucap ku pelan. Pria itu tersenyum dan mengangguk.

"Justin beruntung mendapatkan mu cait." Ucap pria itu sebelum berjalan. Aku menengok ke belakang dan tersenyum.

"Tapi dia tidak beruntung mendapatkan ku, lihatlah sifatnya terhadap ku. Tapi itu tidak apa untuk ku, aku akan terus mencintainya." Ucap ku dan berjalan. Aku akan mencari justin.

Aku berjalan ke luar sekolah. Justin sedang membuka pintu mobilnya. Aku berlari mendekat sebelum dia masuk. Aku menyentuk tangannya, justin menengok kearah ku dan menatapku dingin sangat dingin.
"Apa lagi hah!?" Bentak justin. Aku tersenyum. Aku sudah biasa di bentak begini.

"Aku tidak mau tahu, luka mu harus di obati." Ucap ku menarik tangannya. Justin hanya berdecak.

"Aku bisa sendiri nanti cait! Ini hanya luka biasa." Ucap justin. Aku berhenti berjalan dan berbalik menatapnya. Aku memegang kedua pipinya.

"Kau pikir ini luka biasa?" Justin mengangguk dan membuang muka.

"Kau pikir ini luka biasa!?" Kesal ku menyentuh kasar lukanya. Justin mengerang.

"Itu luka biasa? Kau baru saja mengerang saat aku menyentuh luka mu. Aku khawatir pada mu justin.." Ucap ku lembut.

"Dan maka dari itu kau harus berhenti mengkhawatikan ku dan mungkin juga berhenti mencintaiku." Aku tersenyum. Aku tidak menjawabnya itu terlalu sakit untuk menjawab pertanyaan menyakitkan itu. Aku menarik tanganya masuk ke dalam uks.

Aku menyuruhnya duduk, dia menurutinya. Aku mencari kapas dan alkohol, setelah menemukan itu aku mendekat kearah nya yang sedang memain kan iphone nya. Aku mengambil iphone nya dan menaruh di kasur. Aku memegang kedua pipinya menyuruh dia melihat ku. Aku tersenyum melihat mukanya, justin terluka tetapi ketampanannya tidak luntur. Aku menyentuh bawah hidungnya perlahan membersihkan darah kering yang masih ada di sana. Dan begitupun ujung bibirnya, aku membersihkan darahnya tanpa kapas, darahnya berada di ibu jariku. Justin sedikit mengerang.

"Tahan okey. Pegang tangan ku seperti omongan mu dulu. Kalau luka ini menyakitkan, genggam tanganku erat untuk menahan rasa sakitnya." Ucap ku tersenyum mengutip kata kata justin dulu saat kita kecil. Justin menatap ku dan menyentuh tanganku kosong dan mengenggam tanganku erat. Aku melanjutkannya.

"Cait.. sakit." Erang justin pelan meremas tangan ku. Aku meniup lukannya dan menekan nya dengan kapas yg basah karna air alkohol. Justin makin menggenggam ku erat. Dia menutupi matanya erat seperti menahan sakit.

"Ssstt, oke oke, sudah justin.." ucapku mengecup keningnya singkat. Justin sedikut tersentak. Tapi aku tidak peduli, karna aku sudah lama tidak mengecup lekuk lekuk wajahnya.

"Kau mau pulang kan? Kau duluan saja." Ucap ku tanpa menolehnya dan tetap fokus menyimpan barang barang itu kembali.

"Kau pulang dengan ku." Seketika aku menengok kearah justin. Justin menatapku datar. Aku ternyum lebar dan berlari kecil kearahnya.

"Kau serius!!?" Seru ku. Aku senang! Semenjak justin berubah dia sangat jarang mengantar atau menjemputku. Aku memeluknya erat dan melepasnya. Justin turun dan mengambil iphonenya. Dia jalan duluan. Biarlah, yang penting aku bisa merasakan lagi mobilnya yang harum.

"Aku merindukan mobilmu." Ucap ku saat di perjalanan. Justin hanya berdehem.

"Turun." Aku tersentak dan melihat kearah jendela. Sudah sampai?

"Oke." Ucap ku pelan. Aku terdiam. Aku menengok kearah justin yang sedang menatap kedepan. Aku tersenyum melihat alis tebalnya, bulu matanya yang lentik, hidung yang mancung, bibir pink miliknya. Aku merindukan kecupannya. Aku mendekat, dan mengecup pipinya pelan.

"Aku mencintai mu." Ucap ku dan keluar dari mobil sebelum keluar aku mendengar justin berbisik dan membuat mataku memanas.

"We are different cait.."

***

Gue takut kalian gak suka sama ceritanya. Ini cerita ke 3 gue, belum ada yang baca, ada sih.. tapi gak ada yang vote cuma baca dan vote baru 2 :(

Takut gak suka sama ceritanya.

Love,
Author..

My life // j.bTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang