4. (Bukan) Pasangan

15.1K 1K 29
                                    

Rey bersiap menghadiri pernikahan anak kolega bisnisnya di salah satu hotel ternama. Jas hitam yang membalut kemeja berwarna turquoise amat menawan di tubuhnya yang tegap, tinggi dan membuatnya semakin berkharisma. Butuh waktu cukup lama bagi Rey untuk mempersiapkan penampilanya, sehari-hari pun seperti itu karena dirinya termasuk bagian dari kaum metroseksual.

"Aku berangkat, Pa," pamit Rey seraya menghampiri Ari yang tengah membaca koran di sofa. Ari yang melihat anaknya sudah rapi di malam minggu membuat keningnya berkerut. Pasalnya, malam minggu bagi Rey adalah malam di mana ia akan mengahabiskan waktu dengan Dery atau hanya bermanja dengan Mamanya. Pantang keluar dengan amat rapi, kata Rey. Maka dari itu kejadian langka ini membuat Ari merasa curiga.

"Mau ke mana?" tanya Ari mengalihkan pandangan dari koran menuju postur anak sulungnya.

"Ada undangan, Pa." Rey menjawab sambil mengeluarkan ponsel layar sentuh dari saku celananya.

"Kirain mau apel cewek." Mendengar hal itu, Rey langsung menghela nafas kesal. Memang agenda weekend-nya tidak tersentuh oleh jangkauan kaum wanita.

"Loh, anak Mama sudah rapi, mau ke mana? Malam mingguan sama cewek ya?" tebak Ara penuh binar bahagia melihat putra kesayangannya akhirnya sadar dengan usianya. Setidaknya seusia Rey, biasanya akan mengenalkan perempuan sebagai kekasihnya kepada keluarga, menjalin hubungan atau menikah. Tapi nyatanya, tidak seorang pun perempuan yang singgah dalam hati. Entah karena Rey yang tidak peka atau dia memang tidak normal.

"Cuma ke undangan Ma, jangan berharap akan ada agenda kekanakan malam minggu seperti harapan kalian." Ara yang awalnya gembira kini menghembuskan nafas frustasi. Dihampirinya kedua laki-laki yang tengah duduk di sofa sambil membawakan dua cangkir jahe hangat.

"Kok bikin jahe, Ma?" tanya Rey begitu kedua orang tuanya saling melempar senyum kemudian menyesap cangkir masing-masing tanpa mengindahkan keberadaan Rey yang jengah melihat kemesraan orang tuanya tanpa tahu situasi dan kondisi.

"Malem minggu, Rey. Jattah Papa nyenengin Mama kamu. Minum stamina dulu biar kuat." Rey mengernyitkan hidung mendengar jawaban mesum Ari yang melirik nakal istrinya sambil mengecup kening.

"Oke, stop! Jangan diteruskan sebelum aku berangkat." Rey mengangkat telapak tangannya seakan memberi instruksi melihat kelakuan orang tuanya yang semakin mirip abege labil. Kedua orang tersebut hanya terkekeh senang menggoda anaknya.

Terdengar suara bel pintu menandakan seseorang tengah datang. Dengan cekatan, Bibi setengah berlari membuka pintu. Tanpa diduga oleh kedua orang tua Rey, sesosok gadis manis dengan dres tanpa lengan warna biru tengah berjalan masuk dengan pelan.

Melihat Sila datang, semua mata tertuju padanya. Ara langsung berlari menyambutnya tanpa menghilangkan senyum cerah di wajah.

"Ayo, sini duduk dulu." Ara menggiring Sila untuk duduk bersama di sofa.

"Makasih, Tante," jawab Sila sopan. Ia menyapa Ari yang tersenyum simpul, juga Rey yang tetap dingin tanpa mau menatapnya.

"Kok rapi sekali, mau ke mana?" tanya Ara begitu keempat orang tersebut duduk bersama di sofa.

"Mau ke undangan, Tante, Om. Sama Rey juga." Kedua pasang mata tersebut seakan memekik tak percaya. Memandang bergantian Sila yang tersenyum ramah dan Rey yang sibuk dengan layar ponselnya. Ara memandang suaminya sambil mengangkat alis, Ari pun melakukan hal sama dan setelahnya kedua orang itu tersenyum penuh arti dalam tatapannya.

"Udah, buruan berangkat sana Rey!" seru Ara penuh semangat melihat kejadian langka putranya yang pergi bersama perempuan.

"Yuk ah. Berangkat dulu, Pa, Ma." Rey pamit pada kedua orang tuanya. Berjalan sendiri menuju pintu dan diikuti Sila yang juga berpamitan kemudian mengejar langkah Rey yang melesat cepat keluar dari rumahnya.

Hate To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang