Satu hari. Dua puluh empat jam. Seribu empat ratus empat puluh menit. Delapan puluh enam ribu empat ratus detik.
Everything could happen in just one day.
--->
Kedua anak itu kini berada di salah satu gedung pencakar langit yang tidak jauh dari gedung yang tadi."Ini dimana lagi, Ga?"
"Gisel, nama gue tuh Alvin" Angga menghela nafasnya. "Please, panggil gue Alvin"
"Kenapa sih lo pengen bet dipanggil Alvin?" Gisella menoleh ke arah lelaki disampingnya. "Eh lo belom jawab pertanyaan gue. Ini dimana?"
"Ini kantor bokap gue" Angga sengaja mengabaikan pertanyaan pertama gadis itu. Ia benar-benar tidak ingin menjawab mengapa ia ingin panggilannnya diganti. Karena dengan menjelaskan itu semua sama saja dengan mengorek kembali masa lalu nya. Akan ada saatnya dimana gadis itu mengetahui segalanya.
"Ngapain kita ke sini?" Gisella bingung, untuk apa lelaki disebelahnya ini mengajaknya ke kantor milik ayah lelaki itu? Untuk bertemu dengan ayahnya? Tapi untuk apa?
"Udah deh, ikut aja. Gak usah banyak nanya"
Gisella pun mengikuti langkah kaki lelaki disebelahnya itu. Untung dia lagi tidak mood untuk berantem, dan juga lelaki disebelahnya ini lagi tidak niat untuk memulai perkara dengannya.
Gisella mengekori lelaki itu, hingga disinilah mereka. Rooftop gedung itu.
"Gue kira dia bakal ngajak gue ketemu bokapnya. Eh taunya, ke rooftop" gumamnya pelan sekali.
"Lo tadi ngomong apa?" Sayangnya, lelaki disampingnya itu masih bisa mendengar gumamannya walau samar-samar.
"Eng-enggak kok"
Lelaki itu hanya mengangguk sekilas lalu duduk di lantai rooftop itu. Gisella ikut duduk disampingnya.
Hening menyelimuti mereka untuk sesaat.
"Udah lama ya kita gak jalan bareng" Angga memecah keheningan diantara mereka.
"Hm" Gadis itu masih sibuk melihat ramainya jalan raya beserta mobil-mobilnya yang terlihat seperti miniatur mobil-mobilan dari atas gedung itu. Sangat ramai, tentu saja, ini sudah jam pulang kerja.
"Hm doang?" Angga langsung menolehkan kepalanya ke gadis itu.
"Ya emang mau lo, gue jawab apa?" Gadis itu ikut menoleh ke arah Angga, menandakan bahwa ia telah memberikan seluruh perhatiannya pada lelaki itu.
Angga menatapnya tepat di manik mata. "Emang lo gak seneng kita bisa jalan kayak gini lagi tanpa berantem?"
"Gu-gue seneng kok" gugupnya. Ia membuang mukanya ke arah lain, menghela nafas untuk meredam rasa gugupnya, lalu kembali menatap Angga yang sudah menatap ke jalan raya lagi. "Lo katanya mau ngomong sesuatu kemarin. Mau ngomong apa?"
Angga kembali menatap gadis itu dengan keningnya yang berkerut. Sesaat kemudian, ia menatapnya lekat membuat gadis itu mematung. Perlahan, wajahnya mendekat ke wajah gadis itu. Kini jarak di antara mereka tinggal beberapa senti saja. "Aku kangen" ucapnya lembut seraya menyapu bibir gadisnya perlahan, takut kalau-kalau gadisnya itu akan memberontak.
Gadis itu merasakan sesuatu yang lembab menyapu bibirnya. Kaget, tentu saja. Ia sempat shock. Tapi di detik berikutnya, entah dapat dorongan dari mana, ia membalas ciuman itu.
Cukup lama mereka berciuman, hingga Angga mengakhirinya. "Aku kangen sama kita" sambungnya diikuti dengan jempolnya yang mengelus bibir Gisella yang sedikit membengkak akibat ciuman itu.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
ANGGI : When Love Understands
Fiksi RemajaLo gak bakal tau apa itu 'ANGGI' sampe lo baca kisah cinta gue. Menurut lo, gimana rasanya kalo lo dijodohin sama musuh bebuyutan lo yang notabene-nya adalah mantan pacar lo? Ya, itulah yang gue rasain. ---> Namanya Gisella Amanda Canadyan. Seoran...