Chapter 10

3.1K 270 9
                                    

Aku pun sampai di bangunan yang katanya cukup lama di London. Di depan bangunan itu ada tiang yang bertuliskan "Victoria's Music". Aku tersenyum. Aku pun melangkahkan kakiku masuk di dalamnya.

Sedikit informasi, di tempat ini ada beberapa macam, maksudku macam kegiatan. Pertama, kita bisa main musik disini dengan biaya per jam. Kedua, kita bisa khursus musik disini. Ketiga, kita bisa membeli ala musik disini.

Kembali ke cerita. Aku pun langsung disapa oleh karyawan disana.

"Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"

"Selamat pagi. Aku ingin bermain musik piano selama satu jam." ujarku kepada karyawan itu.

"Mari, ikut saya."

Aku pun mengikuti karyawan itu dan akhirnya sampai disebuah ruangan yang dipenuhi alat musik. Alat musik ini ada batas waktunya. Maksudku, kita tentukan berapa lama kita bermain. Misalnya satu jam, alat musik itu akan berhenti secara otomatis. Hebat, bukan?

Aku pun dipersilahkan duduk dan aku mengucapkan terima kasih. Aku membuka penutup dan mulai bermain nada Canon.

Ya, aku sudah menyukai alat musik ini dari kecil. Aku sangat menyukai irama atau bunyi yang dikeluarkan. Aku merasa jika mendengarnya membuat hatiku merasa nyaman. Aku terus menekan tuts piano itu dengan lincah.

Setelah lagu berakhir, aku pun berhenti sejenak. Memikirkan lagu yang akan ku mainkan. Aku pun teringat pada satu lagu. Aku pun memainkan nada lagu itu dan sambil bernyanyi dalam hati. Dan memejamkan mataku.

You dan I
We don't want to be like them
We can make it till the end
Nothing can come between
You and I
Not even the gods above
Could separate the two of us
No nothing can come between
You and I
Oooh You and I

Aku membuka mataku. Aku pun tersenyum. Dan, aku mendengar seseorang bertepuk tangan.

"Permainan pianomu sangat bagus, Vanessa Russel. Tidak pernah berubah dari dulu."

Senyumanku langsung menghilang. Aku pun menoleh ke sumber suara. Ternyata...

Shit!

Dylan...

God, kenapa pria ini ada ditempat ini?

"Kenapa kau berhenti? Lanjutkanlah. Aku ingin mendengarnya." ujar Dylan sambil mendekatiku.

Aku pun mendorongnya. "Menjauhlah dariku!"

"Kenapa kau terus menghindariku?" tanya Dylan.

"Karena aku membencimu!" umpatku.

"Oh! Begitu ya? Apa jangan-jangan... kau menyukai salah satu dari kelima pria itu ya?" tanya Dylan sambil tersenyum sinis.

Aku tahu, yang dia maksud itu The Boys. "Kau dengar, aku dan mereka tidak ada hubungan apa-apa selain asisten dan bosnya. Dan aku menganggap mereka seperti kakak aku."

Dylan berkacak pinggang. "Aku tidak percaya padamu. Dan, satu lagi. Aku akan terus mengejarmu. Kalau kau semakin menjauh, kelima pria yang kau anggap kakak... aku akan menghabisinya."

What the....

"APA KAU GILA? DENGAR, INI URUSAN KAU DAN AKU. JANGAN LIBATKAN MEREKA! MEREKA TIDAK ADA URUSANNYA SAMA MASALAH INI. DAN-" aku taj bisa melanjutkan ucapanku karena kepalaku merasa pusing. Sangat pusing. Aku merasa seauatu mengalir dari hidungku. Aku merasa langit ruangan itu terputar. Dan, seketika itu juga aku merasa semuanya gelap.

Me & One Direction [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang