GML #14

10.7K 743 30
                                    

"Stop! Stop! Stopppp!!!!"

"Cut... Cut..."

"Apa-apaan ini? Kenapa lo berhenti?"

"Gue nggak mau! Ganti skrip atau kontrak batal!"

"Apa?" Lelaki itu tergagap. Emosinya kian memuncak. Gadis kecil itu berani sekali Menentangnya.

"Nggak bermutu! Gue nggak mau meranin peran anak alay gini!"

"Alay bagaimana?"

"Papah? Hell no... Gue nggak mau!" Mendelik ke sampingnya, "Gue nggak mau papah mamah-an sama dia! Ogah!" Tunjuknya pada Samuel. Lawan mainnya di sinetron picisan ala anak jaman sekarang.

Lelaki itu menggeram marah, namun sang kru lain mencoba menenangkannya.

Meletakkan kertas skrip sembarangan tempat, dia kembali memutar tubuhnya sebelum melangkah jauh. "Gue tunggu kabar revisi naskahnya. Jika tidak, gue nggak mau lanjut kontrak! Batal!!!"

Lalu gadis itu pergi menjauh. Mengibaskan rambutnya serta melotot pada siapa saja yang menyapanya.

"Kenapa lo milih dia? Gua udah pernah bilang sebelumnya jika dia payah!"

"Dia cocok memerankan peran ini, bos. Sangat cocok sekali! Tidak ada kandidat yang lebih cocok dari dia. Dia perfect."

"Perfect apanya? Dia itu sombong!"

Lelaki itu menggeleng. "Tidak bos! Dengan sifatnya yang seperti itu, perannya kali ini lebih natural."

"Gue nggak paham sama lo!" Dia kembali merengut kesal pada kepala yang menangani casting.

"Gue yakin bos. Bersabarlah sebentar demi kesuksesan film ini."

Produser yang hampir berumur setengah abad itu menghela nafas kasar. Memandang tajam lelaki di depannya sebelum akhirnya meninggalkannya.

"Atur semua! Gue nggak mau ada kesalahan lagi!"

"Baik bos."

Selepas produser itu pergi. Lelaki yang bernama Ferdi Alatas itu menggeleng pelan, memijit tengkuknya yang tiba-tiba kesakitan.

"Maaf, mas, mbak Adel kemana ya? Syutingnya sudah selesai?"

"Majikan lo!" Ferdi mendengus kasar. "Urus. Suruh dia jangan susah di atur untuk kali ini saja. Gue nggak punya waktu jika mengulang syuting dari awal!"

Riva mengerutkan dahi. Ferdi berlalu meninggalkannya yang tidak tahu apa-apa.

Lelaki itu pun pergi ke parkiran. Dia yakin majikannya sedang menunggunya. Riva melangkah cepat dan menemukabn majikanya memejamkan mata sembari bersandar di jok belakang.

"Jalan! Pulang!" Suruh Adel tanpa membuka kedua matanya. Riva mengangguk sopan lalu meninggalkan tempat tersebut.

Sepertinya mood Adel benar-benar rusak hari ini. Dia mendumel sepanjang jalan. Menyalahkan Riva yang tidak mempelajari naskah terlebih dahulu.

Riva hanya diam saja. Adel memang kebiasaan menyalahkannya. Awalnya gadis itu bersemangat membaca scrip, tertarik dan menyuruh asistennya mengkonfirmasi kebersediaannya.

Bukan hanya itu,  gadis itu bahkan senyum-senyum sendiri saat mempelajarinya. Menghafal dan memperagakan sebelum di depan kamera.

Dia gadis cerdas. Semua gerakannya dalam setiap adegan sangat alami. Riva tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

Namun entah mengapa, scrip itu mulai berubah. Beberapa kalimat yang tidak sesuai membuat majikannya kesal.

Semakin lama, naskahnya tidak selugas sebelumnya. Terkesan dipaksakan. Adel sudah protes,  tapi sutradanya mengatakan jalan ceritanya seperti itu.

Give Me Love [SHIC #2] [DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang