GML #20

7.3K 577 115
                                    

"Riva...," Keduanya menoleh. Gadis bersurai panjang itu mendekat dengan langkah tergesa. Senyum lebarnya tak pudar, pandangannya fokus pada lelaki tersebut. "Ini buku kamu ketinggalan." Ucapnya.

Riva tersenyum, menerima buku tersebut. "De, kamu bisa balikin besok." Kata Riva. "Kamu nggak perlu make lagi?"

Dewi menggeleng. "Nggak, Va. Aku udah selesai." Jawabnya.

Riva memasukkan buku tersebut ke dalam ranselnya. "Makasih ya." Ucapnya.

Dewi berdecak. "Aku yang seharusnya berterima kasih padamu!"

Riva kembali tersenyum salah tingkah. "Kalau begitu aku duluan pulang ya." Ucapnya. "Kamu gimana pulangnya?"

"Tenang. Aku dijemput. Bentar lagi juga nyampe."

Lelaki itu mengangguk. "Oh, kalau begitu duluan ya."

Dewi mengiyakan. Menoleh pada Adel yang sejak tadi memperhatikan mereka sembari menyedekapkan dada di tangan. "Mari, mbak. Maaf ya ganggu waktunya." Ucapnya sopan.

"Hm." Adel berdehem. Riva dan Dewi kembali saling melirik dan melempar senyum. Riva membuka pintu untuk Adel, mempersilahkan majikannya masuk.

Sedangkan Dewi menjauh, kembali menoleh dan melambaikan tangan dengan senyum lebarnya.

Riva melaju dengan kecepatan rata-rata. Pandangannya fokus ke depan. Adel menatapnya dari belakang, masih menyedekapkan tangan di dada.
"Siapa dia?" Tanya Adel angkuh.

Riva menoleh sedikit, "Siapa, mbak?" Tanya Riva mengernyit.

Adel berdecak kesal. "Cewek tadi siapa?" Riva tersenyum merasa bersalah. "Masih nggak ngerti juga? Cewek udik yang nyamperin lo tadi?"

"Oh, Dewi, mbak."

"Siapanya elu?" Adel mulai emosi.

Riva meringis pelan. "Sekelas saya, mbak."

Adel memutar bola mata. "Sekelas aja? Nggak ada hubungan yang lain?" Sindirnya sinis.

Riva menggeleng sopan. "Tidak ada, mbak." Jawabnya yakin dan tegas. "Dia teman saya di kelas, sering membantu saya." Tambah lelaki itu kemudian.

"Sejak kapan?"

"Sudah lama, mbak."

Adel kembali menghela nafas panjang. Mendelik tajam pada lelaki yang duduk di depannya. "Kenapa nggak jadian?" Tanyanya tiba-tiba.

Riva terperagah, mengerem tiba-tiba. Sehingga gadis itu mengumpat serapah. "Maaf, mbak." Jawabnya. "Tapi saya tidak mau jadian sama Dewi. Sudah saya anggap adik. Kami berteman biasa."

Adel berdecak. "Dari adik dulu baru jadian. Nanti juga suka. Dari temenen banyak yang jadian."

"Maaf, mbak?" Riva mengernyit.

"Pokoknya lo harus jadian sama dia. Deketin dia! Gue ngasih libur selama gue pergi!"

Riva diam, Adel terus berbicara. Memyuruhnya jadian dengan Dewi, bahkan memberikan libur.

Dalam benaknya terangkai maksud Adel. Majikannya ingin Riva lalai pada pekerjaannya dan kemudian lelaki itu akan di depak.

Setibanya mereka di depan rumah orang tua Adel. Riva membuka pintu dan mempersilahkan cewek itu keluar.

Adel dengan gaya angkuhnya mengangkat dagu, sama sekali tidak melirik Riva yang tengah menunduk hormat.

Dia memang tidak bekerja lagi. Bahkan apartemennya dibiarkan begitu saja. Cewek itu ingin menghabiskan waktunya hanya dengan liburan saja.

***

S

enyum indahnya tidak pernah lepas sejak tadi. Tidak sabaran merasakan hembusan angin laut di tubuhnya.

Adel bangun pagi-pagi sekali. Mempersiapkan diri untuk liburan dua selama dua minggu ke depan.

Lelaki itu menyetir dengan kecepatan rata-rata. Sesekali melirik dari pantulan kaca. Senyumnya terukir tipis, tanpa ada yabg tahu dia senang melihat cewek itu banyak tersenyum.

Mengetuk-ngetuk telinjuk pada setir, Riva menyalakan radio untuk menghidupkan suasana di mobil tersebut selama mereka menuju bandara.

Riva melirik sekali lagi. Cewek itu belum mengubah raut wajahnya menjadi tegang. Helaan nafas lega terdengar pelan dari mulut lelaki tersebut.

"Sudah sampai, mbak." Riva menyadarkan lamunan cewek itu beberapa saat kemudian.

Adel menoleh angkuh, keluar dari mobil dan mengenakan kacamata hitam.

Riva mengikuti dari belakang, mendorong koper gadis itu hingga di ruang tunggu. Adel meliriknya, Riva tampak sesekali melirik arloji di pergelangan tangan kanannya.

"Mbak, hati-hati di jalan. Semoga liburan mbak menyenangkan." Kata Riva terbata. Cewek itu hanya berdehem, kembali mengalihkan pandangannya pada arah lain. "Hem...," Riva berdehem, menarik perhatian Adel kembali. "Saya bisa pulng dulu, mbak? Saya memiliki janji. Maafkan saya. Tapi saya buru-buru."

Adel berdecak kesal. Melihat gelagat lelaki itu membuatnya ingin memakinya.

"Permisi, mbak. Maaf." Riva memutar tubuhnya dan meninggalkan Adel begitu saja. Cewek itu menganga, tidak pernah kejadian seperti ini. Riva meninggalkannya sebelum gadis itu selesai dengan urusannya.

Adel menggeram. Lelaki itu telah menghilang di balik bangunan tersebut.

Awas saja, batinnya menggeram.

'Lo akan dapat perhitungan dari gue dua minggu lagi! 😈'

Setelah mengirim pesan tersebut, Adel memasukkan handphonenya ke dalam tas. Menggerutu kesal karena lelaki sialan itu.


***

Tangerang, 07.06.17

Adel aja seneng kalo Riva jadian sama Dewi. Masa kalian nggak sih?

Hayo...  Siapa lagi nih yang nggak setuju Riva sama Dewi jadian??

Nb. Panas dalam rasanya sesuatu banget ya 😩😩

Give Me Love [SHIC #2] [DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang