"Adel!" Riva menahan pintu Adel agar tidak tertutup rapat.
Sejak beberapa hari ini, gadis itu selalu menghindarinya. Enggan bertemu Riva lagi. Dia hanya mengurung diri di kamar tidurnya sepanjang hari.
Bahkan untuk makan saja. Adel memesan online. Diam-diam makan sendiri lebih cepat daripada jam sebelumnya.
Pokoknya dia menghindari Riva.
"Nggak mau!" Adel berusaha mendorong pintunya sekuat tenaga. namun Riva tidak mau mengalah dan bersikukuh mendorong balik.
"Sebentar!"
Adel kembali mengamuk tidak jelas. Membiarkan pintu terbuka karena tidak kuat menahannnya lagi. "Apa sih mau elo?!" Ucapnya.
"Kenapa kamu menghindar?" Tanya Riva melembut.
"Bukan urusan lo!"
"Urusan aku, Del! Semua hal yang menyangkut kamu urusan aku sekarang!"
"Lo nggak punya hak!"
"Punya!"
Adel diam. Mendungus dan kembali ke ranjangnya. Tengkurap sehingga memunggungi lelali tersebut.
"Makan, Del. Jangan pesan melulu."
"Nggak."
"Aku masakin. Kamu mau makan apa?"
"Nggak lapar."
Riva menghela nafas panjang. Tidak memiliki topik untuk dibahas lagi.
"Nanti aku mau pergi keluar. Kamu mau ikut atau tinggal di sini?" Adel diam. "Dewi ngajak ke toko buku. Kamu nggak mau beli komik?"
Gadis itu mendongak. Lalu mendengus kesal.
"Mau nggak?"
"Nggak!"
"Serius?"
"Hn."
"Yaudah, aku pergi kalau begitu!" Riva hendak pergi, beranjak dari kamar gadis itu.
"Lapar." Riva menghentikan langkahnya. Menoleh pada Adel yang sudah duduk.
"Sebentar aku masakin." Adel mengangguk, lalu mengikuti Riva dari belakang.
Dia duduk di meja makan. Melihat Riva menyiapkan beberapa bahan.
Adel meraih pisau. Lalu memotong cabai. Dia enggan memotong bawang, membiarkan Riva yang melakukannya.
Gadis itu mengangsurkan pada Riva setelah selesai. Lalu kembali memperhatikan lelaki tersebut hingga selesai.
Riva mengangsurkan mangkok capcai untuknya. Adel makan begitu lahap. Riva menunggu hingga selesai. Dia baru makan, sehingga tidak ikut bergabung makan.
Setelah selesai makan, Riva membereskan meja. Adel tetap duduk di kursinya.
"Mau ikut ke toko buku atau tinggal di sini sendiri?" Tanya Riva sekali lagi.
Gengsi Adel selangit. Harus mengalah demi kebaikan. Jika tidak, gadis itu akan lebih parah lagi setelahnya.
"Ikut."
Riva tersenyum kecil. Gadis itu harua dibujuk, bukan dibiarkan begitu saja.
Lihat saja. Dia ingin. Tapi gengsinya tidak bisa turun.
"Oke. Siap-siap dulu kalau begitu." Kata Riva kemudian. Mengelap tangannya di serbet, kemudian mengacak rambut Adel gemas.
"Nggak mau lama-lama. Nggak mau nungguin elo ngerjain tugas." Adel mengingatkan.
Riva mengangguk mengiyakan. "Kita cuma beli buku kok. Lagian nggak ada tugas kelompok. Perorangan aja."
"Kali aja mau ngerjain bareng!" Adel mencibir.
Riva terkekeh. Lebih baik melihat Adel sinis daripada mengurung diri di kamar.
"Iya, nggak."
Lalu Riva keluar dari apartemen Adel. Bersiap-siap hendak pergi keluar.
Sengaja meminta pada Dewi untuk pergi sore. Gadis itu meminta pergi dari pagi.
Biasanya mereka pergi di hari libur. Adel kembali ke rumah orang tuanya, sehingga Riva bebas pergi.
Namun kali ini Riva menolak. Adel ada di apartemen meskipun hari libur.
Dewi tidak bisa mengotot. Riva menjelaskan adanya Adel. Sehingga gadis itu langsung mengalah dan memutuskan sambungan telpon secepatnya.
Riva menggosok-gosok kepalanya dengan handuk. Melangkah santai menuju ruang tamu.
Dia mengecek keadaan Adel melalui kamera cctv.
Meskipun gadis itu menyuruhnya untuk memutiskan semua sambungan. Namun di beberapa bagian Riva menyembunyikannya sehingga tanpa sepengetahuan Adel, Riva masih bisa memantaunya.
Dia tersenyum tipis. Adel mengamuk karena Riva memasang di kamar mandi.
Padahal Riva hanya memastikan saja. Bukan niat mau mengintip. Walaupun terkadang tidak sengaja melihatnya.
Riva mengernyit. Tidak ada Adel di bagian rumah manapun. Dia menggeser kamera meallui tombol control. Tetapi tetap saja tidak ada.
Kamar mandi kosong, dapur kosong, kamar kosong, balkon kosong. Ruang tamu kosong.
Biasanya Adel di kamar sedang merias setelah selesai mandi. Tetapi kali ini begitu mengganjal.
Riva memutar kejadian beberapa jam sebelumnya. Mempercepat dan mencari kejanggalan.
Dia melebarkan mata. Dua orang bertopeng ada di sana.
Jantungnya berpacu lebih cepat. Riva kembali berfokus.
Adel terkejut. Dia berada di kamar sedang memoles wajahnya. Kedua lelaki itu menutup wajahnya hingga Adel tidak sadarkan diri.
Riva keluar dari apartemennya menuju kamar Adel. Pintu alartemen itu terbuka sedikit.
"Sial!"
***
Jakarta, 04 Januari 2018
Udah bisa nebak dan ingat kan dari cerita sebelumnya??
Hayooo dibaca lagi ceritanya Lola dan Azka biar lebih paham lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Give Me Love [SHIC #2] [DREAME)
Teen FictionSequel of (S)He Is Crazy #1 Riva tidak percaya akan cinta. Baginya cinta hanya sepenggal kata yang tiada berarti. Hidup Riva terlalu kelam sehingga kata romantis itu tak berharga baginya. Baginya, semua hanya tipuan belaka. Tak ada yang berkesesung...