Riva memandang bangunan luas itu dengan senyum miring. Sembari membenarkan letak kacamatanya, lelaki itu melangkah masuk dan mengatakan maksud kedatangannya.
Dua lelaki penjaga pintu itu saling memandang dan kemudian mengangguk mempersilahkan Riva masuk setelah memberikan beberapa kartu yang dibutuhkan sebagai bukti.
Riva kembali mengedarkan pandanganya. Hunian itu begitu luas, pemiliknya cukup berada untuk memiliki rumah sebesar dan seluas itu.
"Rivaldi Antonio." Riva mengangguk. Dia sedang duduk berhadapan dengan lelaki muda di depannya.
Tampak serius dengan data-data Riva di tangannya. Riva menunggu, berlagak seperti seorang lelaki baik-baik.
"Saya sudah mendengar tentanf kamu. Dan yah... Saya menerima kamu bekerja di sini. Menjaga anak saya dari apapun." Helaan nafas panjang terdengar dari lelaki di seberangnya. "Mungkin kamu akan kesulitan, tetapi saya harap kamu akan terbiasa nantinya."
"Iya, pak. Saya mengerti." Jawab Riva mantap dan tegas.
Lelaki itu mengangguk puas. "Nanti saya akan mengirim beberapa file untuk kamu pelajari. Untuk hari ini cukup dan silahkan datang besok pagi."
"Baik, pak." Riva mengangguk paham. "Untuk seragam saya..."
"Oh, tidak perlu pakai seragam. Kenakan pakaian santai yang membuatmu nyaman." Potong lelaki itu yang tak lain adalah ayah dari gadis yang akan dijaganya. "Kebetulan kamu sedang kuliah. Saya tidak mengekang kamu. Cukup pergunakan waktu sebaik mungkin untuk mengejar kelas kamu."
Tentu saja dia paham bagaimana seseorang bekerja sambil belajar. Meminimaliskan waktu agar semua yang dikerjakannya selesai tepat waktu.
Lelaki itu bangga dengan Riva yang mengutamakan pendidikan. Sedikit banyaknya terlintas dalam benak tentang perjuangannya dulu sebelum sesukses sekarang ini.
Dia yakin Riva juga akan sukses seperti dia dan pejuang-pejuang lainnya.
"Baik, pak. Terima kasih." Riva tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Beberapa saat kemudian kembali pulang dan meninggalkan rumah besar tersebut.
Riva tersenyum sinis. Sebentar lagi keinginannya akan tercapai. Dia bbersorak gembira dan tidak sabar menunggu hari itu tiba.
Melihat recananya berjalan mulus. Dia yakin semua rencananya akan selesai dalam waktu dekat. Riva akan menguasai gadis itu dan menghancurkannya.
***
"Jangan tunjukkan muka lo lagi! Semua beres dan ini bayaran buat kalian." Lelaki itu menyeringai dan melempar amplop coklat tebal untuk beberapa lwlaki berpakaian preman di depannya.
"Siap, bos." Tampak seperti ketua preman tersebut menyahut. Tersenyum senang menerima bayaran dengan apa yang mereka kerjakan sebelumnya.
"Bos, gimana sama lelaki tua itu? Si barong menendang punggungnya keras."
"Aman!" Jawab Riva. "Hanya cidera dikit. Dia luamayan kuat dan tahu cara berterima kasih. Tukuan gue makin lancar berkat si tua itu."
"Bagus." Jawab si ketua preman tersebut.
Riva memicing. "Masih ingat ketentuannya kan?"
Mereka semua saling melirik lalu mengangguk tegas. "Paham, bos. Kerja sama ini berakhir dan nggak ada lagi hubungan apapun ke depannya. Resiko tanggung sendiri dan kami tutup mulut mengenai bos."
"Bagus." Kata Riva menyeringai. Preman-preman itu mengangguk dan saling mengoper amplop terasebut. Baru kali ini mendapat bayaran tinggi dengan sedikit pekerjaan.
Hanya mengikuti dan menghajar lelaki yang diberikan Riva fotonya sebelumnya.
Mereka telah mengatur semuanya seolah-olah terjadi perampokan di jalan yang sepi.
"Baik." Riva manggut-manggut. "Silahkan minum dan pilih cewek yang kalian inginkan. Semua gratis." Ucapnya lagi.
Sebagai ucapan terima kasih, Riva tidak pernah tanggung-tanggung. Memanjakan orang yang membantunya meskipun itu untuk hal kejahatan.
Mereka semua bersorak gembira. Memilih alkohol dan menarik cewek yang mereka inginkan. Suara pekikan dan kekehan kegembiraan terdengar di sana.
RIva beranjak dan meninggalkan tempat tersebut. Membiarkan mereka menikmati hasil yang telah mereka kerjakan.
Untuk rencana selanjutnya telah di susun serapi mungkin. Riva hanya menunggu waktunya tiba.
Dia langsung kembali ke hotel tempatnya tinggal beberapa minggu ini. Mengistirahatkan tubuhnya untuk menghadapi hari esok. Memulai hal baru dan berakhir dengan rencana yang di telah di susun rapi.
***
Jakarta, 03 September 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Give Me Love [SHIC #2] [DREAME)
Teen FictionSequel of (S)He Is Crazy #1 Riva tidak percaya akan cinta. Baginya cinta hanya sepenggal kata yang tiada berarti. Hidup Riva terlalu kelam sehingga kata romantis itu tak berharga baginya. Baginya, semua hanya tipuan belaka. Tak ada yang berkesesung...