Chapter 10

7.7K 753 5
                                    

Mencoba menenangkan diri adalah hal yang sulit kulakukan. Aku adalah tipe orang yg jika memiliki suatu masalah, harus segera kuhadapi dan kuselesaikan. Namun saat ini, aku tidak akan melakukannya. Konfrontasi tidak akan menyelesaikan masalah. Menenangkan diri dan juga membiarkan jeonghan tenang adalah hal yg harus kulakukan.

Pintu kamar terbuka, mama mengambil tempat untuk duduk di sampingku. "Wajah jeonghan terlihat berantakan, dan kamu juga tak lebih baik darinya."

"Aku sudah gagal menjadi seorang suami yang baik untuk istriku. Aku mencacinya, dan bahkan aku membandingkannya dengan doyoon."

"Dia jika dibandingkan dengan doyoon memang tidak ada apa-apanya."

"CUKUP MA! Sudah cukup segala kata-kata benci mama untuknya. Mama sendiri tadi yg mengatakan padaku bahwa wajah jeonghan berantakan. Jangan benci dia lagi ma, kumohon." Mama tertegun dan tak mengatakan sepatah kata pun.

Satu jam telah berlalu. Mama sudah lama pulang. Aku berniat untuk melihat keadaan istri dan anakku. Kulihat yuri berdiri di depan pintu kamar mingyu. Saat dia menoleh ke arahku, dia meletakkan telunjuknya di depan mulutnya, kemudian berbicara tanpa suara "mereka sedang tidur".

Kulihat jeonghan tidur di ranjang kecil mingyu sambil memeluk anakku. Posisi tidurmu tidak nyaman sayang. Tempat tidur itu terlalu sempit.

Kugendong istriku dan kubawa dia ke tempat tidur kami. Setelah merebahkannya, akupun mengambil posisi di belakangnya. Kuselimuti tubuh kami berdua, dan kupeluk pinggangnya. Kucium rambutnya dan kuucapkan selamat malam untuknya.

"I'm sorry baby.. I love you.. "

***

Dia tidak ada di sampingku. Dia tidak lagi di pelukanku. Aku terbangun dan menyadari bahwa aku bergumam dalam tidurku. Dan benar, jeonghan sudah tak lagi tidur di pelukku. Dia terduduk di tepian tempat tidur sambil ..... Tunggu, air mata? Benarkah apa yg kulihat, jeonghan menangis? Rasa bersalah kembali meruak. Aku menyadari bahwa air mata yg dia keluarkan, semua karenaku.

Sekali lagi jeonghan mencoba untuk lari, pertanyaanku pun tak dijawabnya. Entah sampai kapan perang dingin di antara kami ini akan berakhir. Tapi aku tak akan menyerah, aku harus mendengarkan penjelasannya, dan aku harus meminta maaf padanya.
Aku mengikutinya keluar, berharap dia memang sedang berada di kamar mingyu. Saat sampai di pintu kamar anakku, dari balik pintu samar-samar ku dengar suara istriku sedang berbicara di telepon.

"......rawat anak saya."

"Iya prof, mingyu sakit dari kemarin."

"Tidak apa2 prof, kemarin saya memang berniat untuk membantu profesor."

Profesor? Kemarin? Jadi jeonghan pulang malam karena dia membantu Profesor Cho?

Lagi2 rasa penyesalan hadir di benakku. Seharusnya aku mendengarkan penjelasannya, sebelum marah dan menghakiminya. Ya Tuhan, suami macam apa aku ini?

***

Saat bersiap pergi ke kantor, adalah saat dimana aku sangat membutuhkan istriku. Kuambil dasi merahku dan aku mulai mencarinya.
Kutemukan istriku sedang memasak di dapur. Pemandangan tiap pagi yg membuatku jatuh cinta padanya dari hari ke hari. Kerutan kening dan gigitan di bibir bawahnya, menandakan bahwa dia sedang berkonsentrasi.

Secara refleks, aku memeluknya dari belakang. "Bisakah kau membantuku?"

Dia membalikkan badannya dan mulai menyimpulkan dasi di leherku. Saat-saat seperti inilah saat-saat dimana aku puas mengagumi wajah istriku. Mata, hidung, dan bibir yg sempurna.
Selesai menyimpulkan dasi di leherku, kebiasaan lain istriku adalah merapikan kemejaku, merapikan rambutku, dan mengecup kilat bibirku. Tapi hari ini lain. Dia cepat2 melepaskan tanganku yg merengkuh tubuhnya. Dia lari lagi dariku. Sepertinya aku harus mencari cara lain untuk mendekatinya.

End of Chapter 10


JEONGCHEOL'S LIFE - PrivateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang