Prolog

71 1 0
                                    

"Kenapa kamu harus menangis, sayang?" tanya seorang wanita yang terbaring lemah di ranjang tersebut. Laki-laki yang ditanyainya itu tidak menjawab, dia terus menangis sambil menggenggam erat tangan wanita itu, wanita itu juga ikut terdiam.

Lama mereka dalam kebisuan, laki-laki itu kemudian mendekatkan tangan wanita itu ke pipinya, "Jangan tinggalkan aku sayang, aku tidak sanggup kalau harus kamu tinggalkan dalam keadaan seperti ini."

Air mata mengalir deras di pipi wanita itu, "Aku nggak pernah ninggalin kamu Jaya, aku ada hidup di hati kamu dan di hati anak kita, kamu harus percaya akan hal itu."

Laki-laki itu menghempaskan tangan istrinya dan pergi menjauh. "Kau berjanji tidak akan meninggalkan kami! Kau sudah berjanji akan membesarkan anak kita sampai kita tua nanti! Kamu nggak bisa ninggalin aku dan anak kita yang baru kamu lahirkan, dia belum sempat merasakan pelukan kamu!"

"Lalu apa yang bisa aku lakukan, Jaya?! Kalau ditanyakan kepadaku juga, aku ingin tinggal bersama kalian tapi takdir Tuhan berkata lain. Dia tidak mau aku hanya akan menjadi beban buat kalian makanya dia membawa aku pergi dan meninggalkan anak kita yang akan menjadi tanggung jawab buat kamu. Tuhan percaya bahwa kamu akan menjaga anak kita dengan baik." Wanita itu terus membujuk lelaki itu agar menerima semua yang terjadi.

Laki-laki itu menunduk kemudian berjalan ke samping istrinya, "Aku belum mengucapkan selamat padamu karena sudah menjadi ayah. Kamu pasti bisa menjadi ayah yang sabar, penuh perhatian dan penuh cinta dan anak kita pasti akan sangat mencintaimu." Perkataan dari istrinya hanya membuat laki-laki itu tambah menangis tersedu-sedu.

"Sayang, berjanjilah kau akan memberikan nama yang aku inginkan sejak dulu untuk anak perempuan kita satu-satunya. Aku ingin melihatnya tumbuh menjadi anak yang cantik dan bijaksana sama seperti nama yang kuberikan." Laki-laki itu hanya bisa mengangguk mengiyakan keinginan istrinya.

"Apapun yang kamu inginkan akan aku lakukan asal kau tetap bersamaku." Suara parau mengisi suara lelaki itu.

Wanita itu tersenyum lalu mengusap tangan suaminya lembut, "Happy wedding anniversary yang ke delapan tahun, sayang, kau akan selalu mengingat hari ini karena tanggal ini juga tanggal kelahiran anak kita. Aku akan selalu mencintaimu meski aku tidak di sampingmu untuk mendampingimu lagi, sayangku. Kau adalah lelaki yang paling kuat, lembut dan penuh kasih yang pernah aku temui. Kau harus menemukan kebahagiaanmu dan jadikan anak kita sebagai salah satu sumbernya. Maafkan aku pernah menahanmu bersamaku dan sekarang menjadi egois karena meninggalkanmu dengan tanggung jawab yang besar. Aku akan sesekali menemuimu dengan anak kita jadi jangan merasa sendirian, okey." Genggaman tangan wanita cantik itu mulai merenggang.

Laki-laki itu menangis sejadi-jadinya memandangi istrinya telah pergi untuk selamanya, "Berjanjilah untuk selalu menemui kami, aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu."

Sisi-Sisi Dewi (Mini Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang