Part 1 - Kejenuhan

1K 32 0
                                    

"Kurasa aku takkan bisa melanjutkan cerita ini Bill." Keluhku pada Bill, editorku, di Senin siang yang panas hari itu.

"Ayolah James, kau pasti bisa. Kau sudah mengarang 5 buku yang menjadi best-seller di pasaran, apa yang selanjutnya?" Tanyanya padaku.

"Entahlah." Jawabku sambil memandang langit - langit rumahku yang berwarna putih kusam karena terkena hujan terus menerus selama dua bulan terakhir ini.

"Kalaupun ada ide, pasti akan berujung buntu. Aku tak tahu penyelesaian ceritanya, dan aku tak bisa meneruskan ceritanya."

"Sepertinya otakku sudah mulai kehabisan ide - ide." Keluhku lagi pada Bill.

Bill menghela nafasnya dan terdiam tertunduk. Ia mengentak - entakkan kakinya dan memandangi sekeliling ruangan kerjaku seakan sedang mencari kata - kata untuk dikatakan padaku. Aku memandang kosong ke layar komputer yang masih kosong, belum tertulis apapun.

Komputer itu warnanya sudah mulai berubah dari putih keabu - abuan menjadi kekuningan karena sudah lama dipakai.

Meskipun komputerku adalah model lama dan tidak canggih, namun setidaknya aku masih bisa mengetik cerita - cerita untuk menghidupi keluarga kecilku--istriku Sarah, dan anak perempuanku yang baru berumur 5 tahun, Serena.

Kelima buku yang pernah kutulis terjual dengan sangat laris; namun itu semua tidak membuat keadaan ekonomiku jauh lebih baik. Hanya ada sedikit peningkatan, namun itu sudah cukup, selama kami masih bisa menghidupi kebutuhan sehari - hari kami.

aku memandang Bill yang masih tetap termenung di ruang kerjaku. Sepertinya ia bosan. Dia merenggangkan tubuhnya dan berdiri.

"Yah, kurasa--"

"Papa!" Serena, anak perempuan kecilku berlari - lari memasukki ruangan.

"Ada apa sayang? Kemarilah--"
Aku memeluk Serena dan ia langsung naik dan duduk di pangkuanku.

Kuisyaratkan pada Bill untuk menunggu sejenak untuk hal yang tadi akan dikatakannya, dan ia pun duduk kembali.

"Papa, hari ini aku menemukan setangkai bunga yang indah di halaman, dan aku ingin memberikannya untuk papa!" Katanya sambil tersenyum memandangku.

Aku tersenyum balik padanya. Siapa yang akan tahan untuk tidak membalas senyum tulus Serena yang manis?

"Oh, terima kasih sayang, hadiah ini sangat indah untuk papa, kamu memang hebat telah memilih bunga yang indah ini."

Serena semakin lebar tersenyum mendengar pujianku. Dia memelukku, lalu turun dari pangkuanku dan berlari mencari mamanya-- mungkin untuk menceritakan kejadian itu?

Bill kembali berdiri.

"Yah, kurasa aku harus pulang karena ini sudah sore. Cobalah berjalan - jalan keluar dan cari inspirasi baru, James! Ide - ide bagus terkadang muncul secara tidak sengaja." Katanya.

Aku mengantarkannya dan membukakan pintu depan untuknya. Setelah itu dia pergi dengan mobilnya.

Aku menghela nafasku, hari itu jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan hanya tinggal satu jam lagi menuju waktu makan malam.
Aku mencium bau masakan di dapur, dan beranjak kesana.

"Sudah selesai bekerja?" Tanya Sarah, istriku, sambil terus berkonsentrasi pada masakannya.

"Kurasa belum. Aku belum dapat ide untuk bukuku yang selanjutnya." Jawabku.

"Kurasa Bill bisa membantumu." Jawab istriku, sambil terburu - buru berlari ke arah oven dan mengeluarkan sepotong besar ayam panggang untuk makan malam hari itu.

The Red RubyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang