"Cordelia."
Wanita itu menatap Adrial dengan intensitas yang menakjubkan.
Aku menoleh. "Siapa dia?" Bisikku. Wanita itu sekarang mengalihkan tatapannya kepadaku. "Aku Cordelia." Oh, astaga. Dia dapat mendengar bisikanku dari jarak sejauh itu?
"Oh. Hei, Cordelia." Balasku, tidak tahu cara menjawabnya. Dia menelengkan kepalanya ke samping. "Kau aneh."
Apakah aku harus tersinggung?
"Hmm.. Oke?" Aku menjawab dengan ragu. "Sungguh sayang aku harus membunuhmu." Nada suaranya membuatku merinding. "Atau mungkin kau tidak perlu melakukan itu." Bujukanku benar-benar payah.
"Iya, aku harus melakukannya." Tukas Cordelia lihai. "Tidak, kau tidak harus." Aku adalah orang paling aneh sedunia. Aku sedang menawar kematianku. Dan kematian Adrial. Oke, mungkin hanya kematianku karena setelah kupertimbangkan, Adrial dapat melindungi dirinya sendiri.
Adrial memandangku seakan aku sudah gila. Kurasa aku memang sudah gila. "Serius?" Dia bertanya. Senyumnya membuatku ingin tersenyum juga. "Apa? Tidak ada salahnya mencoba." Balasku.
"Cukup." Suara Cordelia terdengar menggelegar. Sedikit mengejutkan mengingat tubuhnya yang termasuk mungil. "Tidak perlu membuang waktu lagi." Dia berjalan menyongsongku dan Adrial. Setiap langkahnya yang semakin mendekat membuatku merasakan sensasi seribu jarum menusukku.
Kemudian, aku merasakannya.
Seperti cahaya putih yang hangat meledak-ledak dalam diriku. Membuat kesadaranku secara perlahan menghilang. Dan tubuhku diambil alih oleh jiwa orang lain.
***
"Rainalisse?" Gema suara Adrial membuatku mengangkat kelopak mataku yang berat.
Aku ingin mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Tetapi, yang keluar dari mulutku adalah suara yang tidak kukenal, "Cordelia, keturunan Athena." Suaraku tegas, berwibawa. Adrial menatapku dengan pandangan tidak terbaca. "Aphrodite?" Tanyanya. Di dalam, aku tersentak. Tapi, tubuhku masih berdiri tegak dengan dagu dinaikkan.
Cordelia menghentikan langkahnya. Suaranya bergetar, "Aphrodite." Aku ingin berteriak bahwa aku ini Rainalisse. Tubuhku sudah bukan milikku lagi. Aphrodite berkata, "kau bisa pergi dari sini tanpa terluka," aku mendengar Adrial terbatuk, "atau kau bisa bertarung melawanku sampai mati. Pilihanmu."
Ketakutan melintas di wajah Cordelia. Kemudian, aku melihat kebulatan tekad di matanya. "Aku akan bertarung melawanmu sampai mati." Aku mengangguk. Di dalam, aku berteriak. Suara tawa mengagetkanku. Tawa itu membuat jantungku berdebar keras dan perutku terasa mulas karena kerinduan mendalam yang membuatku sesak napas. Aku menoleh.
Mata biru laut Adrial menawanku. Aku dapat merasakan kalau itu bukanlah Adrial yang sebenarnya. Aphrodite juga tahu itu. "Mars." Bisikku. "Astaga, Aphrodite, kegaranganmu tidak berkurang sama sekali." Kebahagiaan yang tidak dapat dijelaskan menjalariku. "Biarkan aku saja." Sambung Adrial -Mars- dengan senyum muram. Aphrodite menggeleng cepat. "Tidak."
"Keras kepala." Ucap Mars, memamerkan lesung pipinya yang manis. "Kita akan berbincang-bincang." Aku (atau Aphrodite) menyeringai. "Hanya saja tidak sekarang."
***
Aku meringis ketika Aphrodite melemparkan Cordelia ke pohon.
Well, setidaknya di dalam. Tubuhku sama sekali tidak bereaksi.
"Pergilah!" Aphrodite berseru. Aku merasa kasihan melihat tubuh Cordelia yang terkulai. Gaunnya yang dulunya terlihat indah, sekarang robek. Kulitnya juga lecet di beberapa tempat.
"Tidak akan!" Cordelia berdiri dengan sedikit terhuyung. Aku takjub pada tekad wanita itu. Aku merentangkan tangan ke arah Cordelia. Tubuhnya terangkat dari tanah. Semakin tinggi aku mengangkat tanganku, semakin tinggi tubuh Cordelia terangkat. Kemudian, aku melambaikan tanganku ke samping. Menghempaskan Cordelia ke tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness
ФэнтезиRainalisse Siren adalah keturunan terakhir dewa Aphrodite. Rainalisse memendam kekuatan besar yang dia bahkan tidak ketahui. Dia tidak mempercayainya sampai kehidupan remaja 18 tahunnya segera menjadi tidak normal. keturunan dewa Zeus...