Aku mengerjapkan mataku perlahan. Mencoba mengusir keletihanku jauh-jauh.
Aku merasakan sebuah lengan melingkar di pinggangku erat. Seseorang memelukku dari belakang. Aku membalik kepalaku. Adrial. Dia tampak lebih sempurna ketika aku melihatnya lebih dekat. Aku membalik seluruh tubuhku dengan perlahan agar tidak membangunkannya. Aku hampir jatuh karena kami tidur di sofa yang cukup sempit.
Aku hanya terdiam sambil menatap Adrial beberapa lama. Kemudian, aku menangkupkan pipinya. Membelai rambut sewarna pasirnya lembut.
Bagaimana Tuhan dapat membuat makhluk seindah ini?
Adrial menggerakkan kepalanya. Aku sedikit tersentak ketika menyadari bahwa dia terbangun.
Mata biru itu, astaga. Menatap ke dalam mata Adrial bagaikan melihat laut, indah dan bersinar tetapi penuh dengan bahaya. Aku merasa seperti sedang berenang dengan hiu. Seru tetapi menyeramkan. Hembusan napas hangat Adrial membuat kulitku yang dingin seperti tersengat listrik. Menuruni punggungku.
"Hai." Adrial meraih tanganku yang menjauh darinya. Dia membawanya kembali ke dekat wajahnya dan mengecup punggung tanganku.
Dan kupikir sikap ksatria sudah punah.
Aku menelan ludah gugup. "Hai." Untuk mematahkan suasana, aku bertanya, "bagaimana aku bisa tidur di sofa?"
"Aku terbangun dan melihatmu terbaring di lantai." Giliran Adrial yang menyibakkan rambutku. "Kau tahu bagaimana kau dapat berpindah dari ranjang ke lantai?"
Aku mendengus. "Mengapa kau tidak menidurkanku kembali ke ranjang, kalau begitu?"
Adrial tersenyum geli. Serius, apa yang konyol dari pertanyaanku? Kadang aku tidak mengerti Adrial. "Aku lelah, Lissey." Pipiku menghangat. Tidak ada yang pernah memanggilku Lissey. Orang lain selalu memanggilku Raina atau Rai. Anehnya, aku tidak keberatan dipanggil Lissey.
"Dan kau hangat sekali. Aku sedang kedinginan. Sayang sekali menyia-nyiakannya." Tidakkah itu terbalik? Aku yang sekarang kedinginan. Tubuh Adrial terasa hangat dan menenangkan. Aku bersandar lebih dekat kepada Adrial. Pelukan Adrial di pinggangku mengencang selama sesaat. Kemudian, dia melonggarkannya lagi.
"Adrial?"
"Ya?"
"Darimana kau tahu kau adalah keturunan Ares?"
Adrial menghela napas sebelum menjawab, "sebenarnya, seluruh keluargaku tahu. Pengetahuan itu sudah diturunkan selama beberapa generasi keluargaku."
Sebenarnya, aku memiliki jutaan pertanyaan berkelebat dalam benakku. Tapi, Adrial sudah melanjutkan kata-katanya, "aku mulai bermimpi tentang seorang wanita berambut tembaga."
Adrial memainkan rambutku dengan jarinya. "Wanita itu pernah berkata," senyum Adrial terlihat sangat jauh. "'Karena kau tidak bisa memiliki-ku, tidak ada orang lain yang akan mendapatkan kesempatan'."
Aku menatap Adrial. "Kurasa itu maksudnya Ares."
Memangnya, mengapa mereka tidak boleh bersama? Semakin lama, ini mulai terdengar seperti cerita Romeo dan Juliet.
Aku tidak pernah menyukai cerita itu.
"Dan wanita berambut tembaga itu adalah Aphrodite. Ya, aku sudah tahu." Baru kali ini aku mendengar Adrial menggunakan nada sarkastik sejelas itu.
Aku menepuk bahunya main-main. Menikmati kedekatan kami. Aku menggeser tubuhku sedikit. Gerakan itu membuatku hampir terjatuh dari sofa. "Aku tidak suka tidur di sofa." Ucapku sambil mencoba menyeimbangkan tubuhku kembali. "Aku suka. Karena kau yang tidur di pinggir, aku tidak akan terjatuh." Lesung pipi Adrial yang tadinya terlihat manis sekarang berubah menjadi menyebalkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/6063562-288-k308870.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness
FantasiRainalisse Siren adalah keturunan terakhir dewa Aphrodite. Rainalisse memendam kekuatan besar yang dia bahkan tidak ketahui. Dia tidak mempercayainya sampai kehidupan remaja 18 tahunnya segera menjadi tidak normal. keturunan dewa Zeus...