"Mas Alan harus banyak loh makannya. Mama sengaja masak semua ini buat kita." Jia berujar dengan membisikannya ke Azlan, ketika makan malam berlangsung.
Azlan hanya melirik sebentar Jia lalu tersenyum. Dia tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Jelas sekali di matanya bahwa di meja penuh dengan makanan pedas, dia tahu oseng-oseng sayuran itu memiliki 20% cabe rawit seakan sayuran itulah bahan utamanya, ada lagi sambal terasi yang merah menyala. Dan Jia sengaja melakukan hal ini untuk mengerjainya.
Azlan berdeham, memperhatikan orang di sekitarnya lalu mendekati Jia yang sedang minum untuk balik berbisik, "oke, istriku..."
Uhuk!! Uhukk!! Jia terbatuk, sambil menepuk dadanya, melirik Azlan dengan pernuh tanya. Bodohnya, kalimat godaan Azlan membuat Jia tersedak. Entah apa maksud tubuhnya merespon begini. Ada yang menggelitik dalam perutnya. Bagaimana Azlan bisa mengatakannya selembut itu. Azlan hanya mau menggodanya kan? Istriku apaan?
"Kamu nggak apa-apa Jia?" Semua orang di sana mengucapkan kata yang sama dengan waktu yang hampir bersamaan, kecuali Jia sendiri. Masih menepuk-nepuk dadanya. Azlan di sebelahnya ikut menepuk lembut pundak Jia.
Jia menggeleng-geleng meyakinkan keluarganya bahwa dia baik-baik saja, lalu kembali menatap Azlan di sebelahnya. Tanpa disangka, Jia malah tertawa, tawa yang aneh dan penuh maksud.
"Nggak pa-uhukuhuk-pa kok Ma, Pa, ayo makan! Jia udah laper." Jia menaruh sebuah tempe mendoan ke piring Azlan, lalu menyendok oseng-oseng sayuran untuk Azlan, "Nah, Mas Alan makan yang banyak ya..." Jia mengedipkan sebelah matanya.
"Wah, anak kita sudah gede Pa. Sudah bisa melayani suami. Mama terharu ngeliatnya." Merry menganggukkan kepalanya ke arah Jia yang melemparnya senyum atau lebih tepatnya seringai yang tidak disadari Merry.
"Iya Ma, nggak percuma kita nikahin Jia cepet-cepet. Dulu kalo di rumah, ambil minum sendiri aja males." Banu menimpali, tersenyum bangga ke arah Jia lalu merengkuh lengan sang istri seakan berbagi kebahagiaan.
Azlan mendengus pelan, dia yang tahu bahwa tidak ada yang berubah dari Jia. Tindakannya sekarang hanyalah untuk mengerjai Azlan. Pujian dari orang tuanya adalah bonus baginya. Namun, dia kembali teringat dengan makanan di piringnya. Azlan menatap ragu pada lauk yang masih panas mengepul. Menyadari bahwa Merry sedang menunggunya menyicip masakannya, Azlan menyendok nasi berserta lauk lalu memakannya, tak lupa mencicip sup daging yang sudah di tuang di mangkuk kecil untuknya—oleh Jia.
"Enak Ma, pantesan Jia selalu ngeluh kangen masakan Mama..." Ujar Azlan mencecap dan menelannya, dia memberikan senyum teramah yang pernah Jia lihat.
"Yang bener? Wah senangnya dipuji mantu, lain kali Mama bikinin kamu lebih banyak dan lebih enak."
"Iya, makasih Ma..."
Jia memandangi Azlan, keheranan karena wajah Azlan tak menunjukkan reaksi tidak suka atau kepedasan. Wajah itu justru kelihatan sangat menikmati makanan yang dia makan. Apa mungkin Azlan mengeluarkan keahlian poker facenya.
Azlan meliriknya dengan tatapan kemenangan, ada senyuman yang tersimpan mengisyaratkan jika serangan Jia gagal. Azlan kembali memakan nasi di piringnya lahap.
"Sambel terasinya enak loh Mas? Aku tambahin ya?" tanya Jia, tanpa menunggu jawaban Azlan, Jia langsung menyendok sambel terasi lalu menumpahkannya di piring Azlan, "habisin ya," tutupnya dengan cengiran terlebar yang membuat Azlan agak ngeri.
Azlan memandangi tumpukkan lauk pedas di depannya. Bingung, apakah dia mampu menghabiskan ini atau tidak. Namun dengan tenang ia menjawab, "Makasih ya..."
+++
From : Mino
Lann, lagi apa? Keluar sebentar mau nggak? Aku suntuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My High School Bride
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN] [Cerita di Posting Ulang] Azlan Adipta dipaksa menikah oleh orang tuanya karena tak memiliki keinginan untuk mencari pendamping hidup. Tapi dia tidak menyangka orang tuanya menikahkannya dengan anak SMA. Namanya Giana (Jia) sifat...