Part 9 - Jawaban

11.1K 283 11
                                    

“Ini sudah waktunya kita membicarakan pernikahan,” ucap seorang pria paruh baya kepada semua orang yang berada di meja makan, “bagaimana?”

Saat ini mereka sedang mengadakan makan malam keluarga di sebuah restoran mewah di Jakarta. Ya, mereka adalah keluarga dari Ar dan Ara. Lelaki paruh baya yang bicara tadi adalah papa dari Ar. Awalnya makan malam in hanyalah makan malam biasa, namun sepertinya ini adalah kesempatan untuk membicarakan kelanjutan dari hubungan Ar dan Ara, di mana para keluarga sudah tidak sabar untuk menikahkan keduanya.

“Sepertinya begitu, lebih cepat lebih baik, bukan?” sahut ayah Ara. Dan semua mengamininya, kecuali Ara, tentunya.

“Bagaimana kalau sebulan lagi? Aku benar-benar tak sabar ingin menimang cucu lagi.” Ucap mama Ar dengan antusias. Sedangkan Bunda Ara hanya tersenyum menanggapi.

Ara yang mendengarnya menahan napas tegang. Dia tidak menyangka akan secepat ini. Bahkan dia belum mempersiapkan diri. Ar yang melihat reaksi Ara merasa mengerti, dia tahu bahwa Ara belum sepenuhnya siap. Walau dia tahu, Ara mulai nyaman berada di sisinya, namun buka berarti dia siap dengan adanya pernikahan. Ara masih terlalu muda. Dia pasti ingin menikmati masa mudanya terlebih dahulu sebelum memasuki fase sebagai wanita bersuami. Ar mengerti itu. Tapi bagaimanapun, Ar ingin secepatnya memliki Ara. Mengingat ketidakberdayaannya mengontrol diri ketika berdekatan dengan Ara, seperti kemarin saat dia menciumnya.

Ar menggenggam tangan Ara, yang duduk di sampingnya selama makan malam. Dia mencoba meyakinkan Ara bahwa dia sangat yakin dan siap untuk menjadi pendamping hidupnya. Menjaga dan menyayangiya.

Dengan tatapan lembut, Ar mencoba berbicara pada Ara, “aku akan selalu membuatmu bahagia Ara, aku pastikan itu.” Itu merupakan janji Ar pada dirinya sendiri.

Ara terdiam memandang Ar, dia mencoba menyelami pikiran Ar melalui matanya. Membaca keseriusannya. Dan yang didapatinya adalah kebenaran mengenai itu. Om Ar sepertinya sungguh-sungguh!

Ara memalingkan wajanya ke arah semua orang yang ada di meja makan. Dia melihat harapan di mata mereka. Orang tuanya dan orang tua Ara. Kakak dan kakak iparnya tidak bisa ikut hadir, begitupun dengan kakak dan adik dari Ar. Dia tidak ingin mengecewakan siapapun.  Sepertinya menerima tawaran ini akan menjadi lebih baik.

“A-aku,” jawab Ara ragu, “baiklah.” lanjutnya setelah menghela napas.

Semua orang menatap Ara dengan harap.

“Aku akan segera menikah dengan om Ar.” Ucapannya ini lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusannya benar.

Ar dan orang tua mereka terpekik senang mendengarnya. Terutama Ar. Penantiannya akan segera berakhir.

Dengan sayang Ar memeluk Ara dan mengecup keningnya. Hal tersebut tak luput dari perhatian kedua orang tua mereka.

“Terima kasih, Sayang.” Ar kembali mengecup keningnya. Ara yang mendengar panggilan sayang itu, merona. Apalagi Ar melakukannya di depan kedua orang tua mereka. Membuat Ara jadi malu dan semakin bersemu.

“Ehem, kau bisa melakukannya nanti setelah menikah, Dhani.” Ucap Mama Ar, sengaja menggoda.

“Ya, kalian tidak boleh terlalu dekat, kalian belum menikah, Sayang.” Bunda Ara pun menyetujui ucapan calon besannya tersebut.

Namun Ar hanya tersenyum dan tetap merangkul Ara dalam dekapannya, berbeda dengan Ara yang wajahnya sudah semerah tomat.

Mereka semua yang di sana tertawa bahagia. Bahagia karna semua akan berjalan sebagaimana mereka inginkan.

Sisa malam itu mereka lewatkan dengan obrolan-obrolan mengenai perencanaan pernikahan Ar dan Ara.

***

Holaaaa~ author dataaannng.....

hoho, lama yah?

maaf untuk keterlambatan update MLU, dan apalagi ternyata part kali ini sedikit pake banget. *dikeroyok reader*

aku bener2 gak ada waktu buat nulis. in pun aku sempetin nulis walaupun dikit. eheheh :)

aku bakalan usahain curi-curi waktu buat ngetik, dan ngelanjutin MLU..

thanks a lot buat teman-teman semua yang masih nunggu ceritaku ini :)

happy reading all *hugkiss*

-chofaroh-

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang