***
“Maaf, aku tidak bisa pulang bersamamu hari ini..” seru seorang gadis berambut hitam dengan panjang sepunggung kepada teman perempuannya.
“Hem, tapi sepertinya kau senang tidak pulang bersamaku.. Lihat, kekasihmu menunggumu huh!! Ck..” decak si gadis yang tadinya menyesal menjadi sebal. Teman perempuan si gadis hanya tersenyum sipu menanggapinya.
Yah biasanya gadis itu pulang bersama temannya itu, atau lebih tepatnya sahabatnya sejak SMA. Tapi karena hari ini ia harus mampir ke suatu tempat, ia tidak bisa pulang bersama sahabatnya. Bundanya menyuruhnya untuk membeli beberapa bahan untuk memasak di salah satu pasar swalayan dekat rumahnya. Bundanya bilang bahwa akan ada tamu datang ke rumahnya nanti malam, sehingga ia harus membantu bundanya. Sebenarnya bundanya sudah belanja, hanya saja ada beberapa bahan yang terlupakan sehingga bundanya menyuruhnya untuk mampir ke pasar swalayan tersebut.
Setelah mendapatkan bahan yang dibeli, gadis itu kembali ke rumahnya. Ia terlihat lelah, selain karna hawa panas yang menyengat di luar, juga karna dia belum sempat untuk makan siang. Gadis itu memasuki rumah yang tidak terlalu besar dan bertingkat dua, dimana tempat ia dan keluarganya tinggal. Memasuki halaman rumah yang cukup luas untuk ditanami beberapa tananam dan bunga, lalu membuka pintu ganda yang ada di depannya.
“Bunda, aku pulang.” seru si gadis. Ia langsung membawa belanjaannya tadi ke dapur dan menemukan bundanya yang baru selesai menyiapkan makan siang.
Si gadis menghampiri bundanya dan mencium tangan bundanya, lalu mengatakan ia sudah membeli bahan yang dibutuhkan. Ia melirik ke meja makan dan sudah tersedia makanan disana, “Wah kebetulan sekali bun, aku lapar!” si gadis duduk di kursi makan, mengambil makanan dan langsung melahapnya. Si bunda yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya. “Pelan-pelan sayang makannya..” si gadis hanya menggumam tidak jelas dan melanjutkan makannya.
***
Sore hari, setelah selesai membantu bundanya memasak dan menghidangkannya di meja makan, gadis tersebut pergi ke kamarnya dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai itu, dia bergegas memakai gaun sederhana yang sudah disiapkannya untuk acara nanti malam. Lalu dia merias dirinya, memberi polesan natural pada wajahnya. Belum selesai ia merapikan diri, bundanya memanggilnya untuk segera turun. “Yaa bun, sebentar lagi.”
Setelah selesai, ia bergegas turun untuk bergabung bersama otang tuanya di bawah. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru, karna kamarnya berada di lantai 2 bersama dengan kamar kakaknya yang kini kosong. Yaa gadis ini mempunyai seorang kakak laki-laki. Kakak laki-lakinya sudah menikah dan tinggal di rumah yang dibelinya sendiri bersama istinya.
Tiba di lantai bawah, ia menuju ruang tamu menyusul keluarganya. Tapi tanpa kakak laki-lakinya yang sedang diluar kota, berlibur bersama istirnya yang sekarang sedang hamil 5 bulan. Mungkin kakak iparnya sedang ngidam, pikir gadis itu.
Tiba disana, ia langsung duduk di tengah kedua orang tuanya yang sedang asyik mengobrol dengan tamunya. Ia mendongak dan melihat seorang lelaki yang berumur kisaran pertengahan dua puluh, duduk berhadapan dengannya dan orang tuanya.
“Sayang, kamu masih ingat kan sama Om Dhani ? Anak dari Oma Ida?” gadis tersebut memperhatikan wajah tamunya, yang kata ayahnya, anak dari oma Ida. Lelaki itu menggunakan kemeja berwarna putih lengan panjang yang digulung hingga siku dan celana jins berwarna biru dongker, tampak muda dan bersinar. Sederhana tapi menawan dan tampan. Memiliki bentuk wajah yang sempurna dengan rahang tegas, alis tebal dan mata yang tidak sipit tapi tidak juga besar. Hidungnya mancung dengan bibir yang penuh. Bola matanya berwarna gelap pekat seperti malam. Nyaris sempurna.
‘Hem, tampan! Tapi apakah om ku semuda ini?! Aku tidak ingat pernah melihat wajahnya.. Dia sangat cocok cocok jadi model terkenal..’ batinnya.
Tapi lamunannya buyar karna seruan bundanya. “Kamu pasti lupa ya, ini om Dhani. Mungkin wajar, karna sudah hampir 10 tahun tidak bertemu.” jelas bunda si gadis.
“Om Dhani ini baru saja pulang berlayar. Dulu setelah lulus SMA, om Dhani melanjutkan sekolahnya ke Universitas Pelayaran dan bekerja sebagai Pelaut. Tapi sekarang dia memutuskan berhenti dan kembali ke sini untuk melanjutkan perusahaan keluarganya.” Ayah menambahkan.
Om Dhani hanya tersenyum membenarkan penjelasan orang tua gadis tersebut. Gadis itu hanya turut mendengarkan penjelasan orang tuanya.
Ketika tatapannya bertemu dengan si om, dia terpaku! Omnya memandangnya intens dan penuh rasa rindu. Entah itu hanya perasaannya atau memang benar, buru-buru si gadis mengalihkan pandangannya ke arah ibunya yang sedang berbicara dengan ayahnya.
“Ara, apa kabar? Sekarang kamu sudah besar dan tambah cantik.” si gadis terkejut mendengar sapaan si om.
“Baik om. Terima kasih.” Dia menjawab sambil tersenyum canggung dan menundukkan kepalanya.
‘Dia memanggilku dengan nama Ara, bahkan dia tau nama kecilku.’ batin gadis itu.
“Yaa sudah ngobrol-ngobrolnya, sekarang kita ke ruang makan.” lamunannya buyar karna seruan ayahnya.
***
-Ara-
Kami semua duduk di kursi makan. Meja makan dengan 6 buah kursi, ayah duduk di ujung meja dan bunda di seberang kanan ayah, sedangkan aku di seberang kiri ayah dengan om Dhani di sebelahku.
“Baiklah, lebih baik kita mulai makan sekarang.”
Kami mulai makan, dan sesekali diselingi obrolan kecil antara ayah, bunda, dan om Dhani. Aku sesekali melirik ke arah om Dhani, mencoba mengingat apakah aku pernah melihat wajahnya.
“Ara, sekarang udah kuliah, kan? Semester berapa?” aku tersentak ketika om Dhani bertanya padaku.
“Ehh,, a..aku.. kuliah semester 5 om.” jawabku gugup.
“Emm,, bentar lagi lulus yaa..”
“Yaa mudah-mudahan om, aku sedang mengusahakan untuk mempercepat kelulusanku.”
“Bagus.” Balas om Dhani sambil menganggukkan kepalanya mendengar jawabanku.
“Ohya, kamu bilang ada yang mau kamu bicarakan pada kami, Dhan? Apa itu?” sambung ayahku.
“Emm, sebenarnya kedatanganku kesini untuk…” ucapannya terputus, lalu mengalihkan pandangannya padaku. Melihat itu aku menundukkan wajahku dan mengambil gelas berisi air putih, lalu meneguknya. ‘Ada apa? Kenapa dia menatapku seperti itu?’ pikirku gugup.
“…untuk mengambil Ara menjadi istriku.”
Uhuukk.. Uhuukk..
Aku tersedak air yang ku minum mendengar apa yang barusan di ucapkan om Dhani, untung saja tidak tersembur ke luar.. Dan aku mendengar ayah hanya tertawa mendengar ucapan om Dhani, sedangkan bunda hanya tersenyum.
‘What?! Kenapah malah itu reaksi ayah dan bunda? Apa mereka ingin aku menikahi om ku ini? Ya Tuhan. Ada apa dengan mereka semua?’ Aku terpaku. Shock!
***
Haiii….
This’s my first story..
I try to write this story for the first time..
So, please give your comment, if there is some trouble..
Thank you..

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Uncle
Novela JuvenilFarah Anindya Putri, biasa dipanggil Ara oleh orang terdekatnya, diminta menjadi istri dari seorang tamu yang datang ke rumahnya. Tamu yang mengaku sebagai om dari gadis tersebut, Ardhani Saputra. Lelaki yang masih tampak muda untuk ukuran menjadi o...