Aku Tetap Untukmu

4.2K 190 3
                                    

Tersentak ku terkejut dari lamunan saat terdengar pecahan gelas dari arah dapur..
Saat ku tersadar dari lamunan panjang mengingat masalalu ternyata bang Gilang telah lenyap dari hadapanku ... Kecemasan melandaku.

Aku berlari menuju dapur..
"MasyaAllah" aku terkejut melihat kearah lantai
Ada setitik darah dilantai yang penuh dengan pecahan gelas kaca.

Bang Gilang keluar dari kamar mandi.
Aku menangis didepannya layaknya seorang anak kecil yang telah berbuat salah kepada orang tuanya.
"Hahaaaaa" Gilang mengusap kepalaku
"I jangan ketawak. Syu lagi nangis ni"
"I janganlah nangis. Abang lagi ketawak ni"
Aku memegang tangannya dan mencari goresan luka, aku yakin darah itu adalah darah bang Gilang.
"Mana tangannya yang luka?"
"Syu sayangku, cintaku, bidadari ku, tangan abang gak ada yang luka"
"Itu darah siapa?" aku menunjuk kearah lantai
Lagi lagi dia medekapku.
"Syu, saat gelas itu jatuh abang masih di dalam kamar mandi. Mungkin itu darah kucing yang tidak sengaja menjatuhkan gelas itu"
Maluuuuuu, aku sangat malu. Bisa-bisanya aku cemas dan takut kalau bang Gilang marah kepadaku.
"Oh iya kenapa tadi diam, lama abang nunggu, tapi adek diam aja. Kan abang pingin dengar cerita adek tentang ehem ehem"
"Iiii iiih" aku menyubit pinggangnya
"Aduh, sakit sayangku..dah sekarang ambil wudhu ya, kita solat isa' dulu.Setelah itu cerita ya.ingat jangan termenung lagi"
"Iya iya. Tapi adek mau bereskan pecahan gelas dulu"
"Itu nanti, solat aja dulu. Nanti dibantu beresinnya....

***

"Hafalannya" tanya bang Gilang

Selesai solat isa' kata kata yang keluar dari ucapannya hanyalah menanyakan hafalanku.
"Surah al-ikhlas ke?"
"Emmm."
"I susah ngapal An Naba', nanti adek pingsan ngapalnya"
"Ok kalau dak mau"
Bang Gilang berdiri, kutarik tangannya..
"Iya iya adek setoran hafalan"
"Nah gitu dong, padahal tadi abang berdiri cuma ingin ngambil hp."
"I curanggggg"
Aku pun mulai menyetor hafalanku, alhamdulillah hafal sampai 40 ayat dengan lancar.
"Yeee syu udah hafal bang, i senangnya"
"Nah sekarang tutup matanya"
"Emangnya mau ngapa?, jangan yang aneh aneh ya"
"Sudah tutup aja"
Ku tutup mataku, ntah apa yang akan dilakukan Gilang kepadaku.
"Ok buka sekarang?"
Ku buka mataku dan aku menatapnya dengan wajah bingung
"Apa...ada apa, dak ada apa-apa.ngerjain syu ya?"
"Gak ngerjain, suka sama kalungnya?"
Aku langsung meraba di sekitar leher dan melihat sebuah permata yang indah.
"I cantik,..terimakasih bang. I syu suka"
Ku peluk pria yang ada dihadapanku itu, dan dia berbisik di telingaku
"Cerita tentang kotak itu mana?"

Aku tersenyum dan berkata
"Ternyata masih ingat ya"
Acara romantis romantisannya seketika berubah menjadi mendebarkan...

Tapi aku percaya bang Gilang tidak akan memarahiku. Akupun mulai menceritakan kejadian tahun 2001 silam . ku ceritakan dari awal kotak itu jatuh, insiden terungkapnya perselingkuhan pacarku Rey, tentang rok mini, anak perempuan yang ku tabrak, mesjid, kak Rita, dan gamis kebesaran, malam dimana aku menemukan kedamaian . Semua ku ceritakan sampai tuntas..

"Syu"
"Iya"
"Sudah selesai ceritanya?"
"Sudah.hanya itu saja"
"MasyaAllah begitu baik Allah kepada abang"

Aku mulai bingung dengan perkataan Gilang

"Kenapa"
"Karena Allah mengemas sebuah kado istimewa, Allah menjadikan kaca yang buram menjadi kaca yang begitu bening bahkan seperti berlian yang indah"
"Abang dak marah?"
"Untuk apa marah, abang menerima syu satu paket sama masa lalu syu"
"Oh begitu"
Gilang tersenyum kecil, wajahnya memang sangat manis, senyuman ini pernah aku temui dulu saat kerja di tempat yang sama dengannya..aku baru sadar dialah pria yang pertama aku jumpai saat pulang dari Solo.

"Syu adalah wanita yang pertama kali membuat abang jatuh cinta. Bahagianya abang dulu bisa satu tempat kerja sama syu..abang selalu menyebut nama syu di sepertiga malam abang. Abang selalu meminta sama Allah. Dan abang sadar"

Gilang seketika meneteskan air mata

"Abang kenapa?"
Ku peluk tubuhnya dengan erat dan meletakkan kepalaku dibahunya.
"Abang menyadari syu dulu mencintai Farras"
Aku terkejut mendengar perkataannya. Dan mulai melepas pelukanku.
"Jangan lepas pelukan ini syu! abang mohon"pintanya
"Iya bang"
"Abang tau semua itu saat kita bertemu di mesjid Darussalam, saat abang mengatakan sedang menunggu Farras, syu langsung salah tingkah dan pamit pulang, dan saat syu pulang dari Solo, kita bertemu saat berteduh. Ternyata abang tidak bisa melupakan syu, dan betapa sedihnya abang saat melihat tatapan syu melihat Farras"
"Maaf"

Kata singkat itulah yang hanya mampu aku keluarkan dari mulutku. Ternyata diamku selama ini , tanpa aku sadari telah melukai hati seorang pria yang sekarang menjadi suamiku.

"Sejujurnya telah lama niat ingin melamar syu itu timbul di benak abang, tapi"
"Tapi apa?"
"Abang takut syu menolak dan membenci abang, tapi setelah Farras menikah. Abang tau adek sangat terpukul dan sedih..oleh karena itu abang belum berani datang, karena abang menunggu syu benar-benar bisa keluar dari rasa cinta syu ke Farras"
"Sudah bang jangan dilanjutkan lagi"

Aku melepaskan pelukanku, ku tatap wajahnya dan mengusap airmatanya dengan kedua tanganku.

"Jangan menangis, ilang ngantengnya kalau nangis. Senyum dong"

Dia terus menatapku. Dengan tatapan sendu, aku merasa aku adalah wanita yang kejam, aku tanpa sadar telah melukainya begitu dalam. Selama ini dia menanggung sakit dalam hatinya, sedangkan aku sibuk memikirkan jodoh orang lain.

"Bang, syu tak menyangka abang menyadari bahwa syu dulu menyukai Farras. Padahal syu telah diam sampai bertahun-tahun. Eh ketawan juga. Suami sendiri lagi tu yang menyadarinya"

Gilang memencit hidungku dan tertawa.
"Kalau ngomong sama syu ni ya, gak bisa sedih lama lama...Dasar anak-anak, kalau mau mencintai dalam diam itu harus tau triknya. Nah abang suka sama syu dari awal kita bertemu, tapi gak ada yang tau tuh"

Alhamdulillah Gilang sudah mulai tersenyum dan tertawa

"Abang itu curang, mukanya kayak gitu. Mana ada yang tau"
"Emang muka abang kenapa?"
"Gak kenapa napa"
"Ayo bilang, ayo bilang"
"Muka abang itu ganteng, manis, imut, dan menggemaskan"
"Emmm bidadari abang ni"

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Malam sudah semakin larut.
Aku dan bang Gilang pergi ke dapur untuk membereskan pecahan gelas dan mengambil wudhu sebelum tidur. Akhirnya kamipun beristirahat.

Diam Tanpa KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang