5. Martabak Manis & Cupcake

64 19 1
                                    

Aku menceritakan semuanya soal jalan berdua dengan Vincent ke Petra detik itu juga. Segalanya terasa begitu menyenangkan. Aku sama sekali tidak tersadar ada senyuman di wajahku selama menyeritakan hal itu, sampai Petra menegurku. Semua cerita itu terpotong saat teater dibuka dan kami menonton bioskop. Lalu berlanjut lagi saat kami makan siang.

"Menurut kamu aku harus gimana ke Axel? Dia barusan tanya aku mau makan siang sama dia apa enggak habis ujian sekaligus belajar bareng," kata Petra lalu menelan beef fettucinni didepannya.

Aku menaikkan pundakku lalu menganggukkan kepala. "Ya, kalau kamu nggak ada acara sih terima aja. Lagian hari kedua jadwalnya kan pelajaran umum. Jadi kalian bisa belajar bareng walau beda jurusan."

Petra mengangguk, lalu membuka ponselnya dan mengetik sesuatu sebelum menutupnya kembali.

Aku kembali fokus kepada makananku sampai melihat pintu cafe itu terbuka. Pintu kaca yang terbuka itu menampilkan seorang anak laki – laki yang memakai seragam OSIS SMP menggandeng anak perempuan dengan seragam kotak yang seperti seragam anak TK. "Nanti anterin aku ya ke makam," kataku tiba – tiba.

Aku iri, melihat kakak beradik itu. Anak laki – laki itu terlihat begitu menyanyangi adiknya. Memilihkan menu dan duduk disampingnya sampai seorang wanita datang dan menghampiri mereka. Mereka menyambutnya dengan tersenyum.

Petra melihat kearahku. "Eh, kenapa tiba – tiba?"

"Aku kangen sama Jacob."

***

Perjalanan ke makam begitu cepat dan untung saja aku sudah memakai pakaian sopan. Hanya tinggal membeli sekeranjang bunga untuk disebar. Ada beberapa rumput yang tumbuh lebih tinggi di area makam dan aku mencabutnya. Petra membantuku lalu membiarkanku duduk disamping makam Jacob.

"Hai, Jake."

Bodoh. Aku selalu menyapa nisan itu. Berharap ada balasan, tapi apa dayaku.

"Aku dekat dengannya. Vincent, cowok yang sangat mirip denganmu." Aku yakin Petra mendengarku karena dia segera duduk di sampingku.

Aku menarik napas panjang. "Aku tidak tahu aku yang mendekat atau dia yang mencoba mendekat denganku. Tapi kau tahu, jika aku didekatnya aku merasa ada yang berbeda."

Jantung yang berdetak kencang, senyuman di bibirku dan kupu – kupu yang mengepakkan sayapnya.

"Jake, aku rasa adikmu jatuh cinta." Petra berkata langsung sambil melihat nisan Jacob.

Aku membelalakkan mataku. "Hei!" ujarku lalu memukul lengan Petra. "Ini makam!"

"Memangnya kenapa? Aku hanya bilang kamu jatuh cinta," jawab Petra santai. "Dengan Vincent Osiris."

Aku merasakan pipiku memanas, senyuman kecil muncul di bibirku dan aku menyentuh nisan Jacob. Ingatanku kembali saat Jacob masih menginjak usia remaja. Sore itu dia pulang kerumah dengan senyuman lebar di wajahnya. Bola basket di tangannya dan tas selempang di pundaknya. Jacob terus menyembunyikan apa yang terjadi padanya semenjak hari itu.

Tapi karena senyum lebar setiap pulang sekolah yang membuatku penasaran dan nekat mengikuti Jacob sewaktu pulang sekolah aku tahu kalau Jacob mengantarkan-cewek-pulang. Aku mengadukannya ke mama dan mama langsung menasehati Jacob. Tapi Jacob malah berkata bahwa dia jatuh cinta.

Aku menggelengkan kepalaku pelan, tanganku masih menyentuh nisan itu. "Kurasa dia benar, Jake. Ada kupu – kupu yang ingin keluar dari perutku setiap kali bersamanya."

Petra memutar bola matanya dan aku tahu dia sudah bosan.

"Well, aku rasa aku akan kembali secepat mungkin," kataku sambil menebar kelopak bunga di makam Jacob. "Sampai jumpa."

A PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang