My Guardian

5.3K 358 5
                                    

Elza, salah seorang teman Prilly berulang tahun hari ini. Di hari ini juga, berita anak kelas X yang jatuh terguling dari tangga menjadi buah bibir warga sekolah. Sama halnya dengan kelas XII-1 IPA. Mereka sibuk bergerombol pada satu meja, membicarakan tentang adik kelas malang itu. Kecuali Prilly. Ia duduk di tempatnya.

"Iya ngeri, katanya kepalanya bocor."

"Tau nggak, tadi gue bantu angkat dia sama Pak Bima, sama Diko juga."

"Tadi dia berontak gitu tauu."

"Iiih.. Eh, tar kita ke tangga yuk. Liat, barangkali darahnya netes di tangga , trus berbekas."

"Dih, alay parah lo."

Mendengar obrolan teman-temannya, rasa penasaran Prilly meningkat.

"Siapa yang jatoh?" tanya Prilly dari tempat duduknya, kepada teman sekelasnya yang masih asyik bergerombol padahal bel masuk sudah berbunyi.

Tidak ada yang menggubrisnya, Prilly mencoba bertanya lagi. "Ehh, siapa yang jatoh?!" Kali ini ia sedikit menaikkan suaranya. Masih tak ada jawaban.

Greget, Prilly berteriak. "Siapa yang jatoh, woyyy?!?!"

Tak ada yang memedulikannya. Prilly akhirnya berpaling pada tugasnya yang tergeletak di mejanya. Ia lelah bertanya.

Aldi, sang Ketua Kelas membereskan plastik yang berisi box kosong bekas makanan yang dibagi oleh Elza dalam rangka ulang tahunnya. Aldi mengambil plastik yang ada tepat di depan meja Prilly, karena ia duduk di meja paling depan.

Prilly mencoba bertanya pada Aldi yang membelakanginya.
"Di, siapa tadi yang jatoh dari tangga?" Aldi tak menggubrisnya. Ia masih membungkuk membereskan box.

"Aldi, ih! Siapa yang jatoh?" Prilly bertanya lagi. Aldi tetap tak menjawab, ia malah keluar kelas saat tangannya sudah penuh dengan plastik.

Prilly mempoutkan bibirnya. Ia mengambil pulpen dan menggoreskan tintanya di buku, menjawab soal yang terdapat disana.
Ia agak kesal karena teman-temannya mengabaikannya.

"Ilham, anak kelas XII-4 IPS. Jatoh dari dua tangga lantai 3, dia jatoh karena ia bercanda sama temennya dan terpeleset. Kepalanya terbentur." Suara yang sangat familiar di telinga Prilly, membuat Prilly menghentikan kegiatan menulisnya.

"Lengkap kayak biasa. Kok, lo tau, Li?" Prilly antusias, lalu menutup pulpennya. Aliando Leerd, adalah sahabat Prilly yang selalu mengetahui berita terbaru apa pun di sekolahnya.
Bahasa gaulnya, Ali ini adalah anak yang update  banget.

Yang ditanya hanya menjawab dengan senyuman. Ia lalu duduk di samping Prilly. "Ya karena gue liat. Dan lo tau kan, gue ini lumayan up to date."

"Terus..? Kok, lo tau segitunya banget?"

"Pril, lo udah berapa lama sih, sahabatan sama gue? Hari ini gue petugas PMR, jadi gue bisa keluar masuk UKS semaunya lah." Jangan salah, Ali ini adalah anggota PMR yang aktif meski nanti jika memasuki semester 2, eskul sudah tidak diperbolehkan bagi kelas XII.

"Lo mau liat? Yuk." ajak Ali. Prilly menggeleng. "Engga deh, Li. Ini udah bel. Gue gak mau dimarahin Pak Tonny."

"Ya elah, Pak Tonny bukannya lagi rapat di SMA Mellin 25, ya? Udah, gak papa. Ayok."

"Engga, Li. Lo lupa? Kalo Pak Tonny nggak ada, berarti Bu Melly yang gantiin. Dan abis ini dia bakal masuk. Mending lo duduk di tempat lo." saran Prilly. Ali mengangguk patuh. Ia kembali ke tempat duduknya dengan cepat.

Krieek...

Dan benar saja, pintu  kelas sedikit terbuka dan terlihatlah sosok yang paling dihindari seluruh siswa-siswi SMA Cempaka 183. Prilly melihat ke arah Bu Melly, dan guru itu meletakkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan Prilly untuk tidak memberitahu teman-temannya yang masih asyik bergerombol tentang keberadaannya.

Ali-Prilly Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang