Aku menengok ke sekitar tempat parkir SMA-ku, begitu sejam lalu bel pulang sudah berdenting membuat seluruh warga sekolah sorak-beriang 'ah'. Tradisi tersebut memang sudah tak asing, karena aku juga melakukan hal sama. Beriang diri menandakan bahwa aku harus berlari menuju tempat parkir.Halaman parkir yang luas, hanya berisikan sepeda motor kini ramai bersamaan dengan warga sekolah yang mengambil sepeda motor masing-masing. Aku bisa melihat itu, terutama figur tak asing yang memakai jaket abu-abu menatap heran anak-anak yang berdesakan serta dengan motornya, 3meter dihadapanku yang sudah kuduga sejak sebelum bel pulang.
Aku menghampiri figur laki-laki tersebut dan berdiri disampingnya. "Hai, Gan. Ngapain lo?" tanyaku iseng, sambil menepuk bahu Gandi hingga laki-laki tersebut menoleh.
Gandi sejenak berfikir sebelum ia mengangkat bahu tak acuh. "Menurut lo gue ngapain di sini?" Gandi terkekeh sebelum melanjutkan. "Lo sendiri, ngapain lo?"
Aku tertawa renyah, lalu memukul bahu Gandi yang hanya memasang wajah nyengir. "Menurut lo gue disini ngapain?"
"Udahlah, Gan, gak lucu." Lanjutku memasang muka datar yang membuat Gandi makin cekikikan.
Aku menatap Gandi antara sebal dan senang. Sebal karna kukira baginya leluconku gimana-gimana. Atau senang karna melihat tawanya karnaku. Yah, ku akui karna aku senang melihat orang tertawa karnaku. Namun, ini lebih berbeda. Karna, yang tertawa hanya seorang laki-laki bertubuh tinggi-kurus bernama Gandi sekaligus teman sekelasku.
Aku tersenyum lalu meninju bahu Gandi tanpa sebab membuat cowok tersebut mengangkat satu alisnya. "What?"
"Gausah sok cute." sahutku cepat, tertawa hingga aku dapat melihat Gandi yang langsung sebal.
"Kok Dealia jadi pea gini? Gue tahu kalo gue emang cute, tapi kalo elo yang ngomong, De, sumpeh gue merinding." omong Gandi bikin aku mendengus. Kedua tangannya menangkup dirinya dengan wajah berlagak ngeri.
Aku tahu, kalau Gandi dengan gayanya yang berlagak, cowok tinggi-kurus ini hanya mencoba menjahiliku. Namun, yang kurasakan, tiba-tiba jantungku berdetak melebihi ritme. Terutama, setelah Gandi melanjutkan omonganya.
"Gue cuman becanda, De." Gandi mengacak puncak kepalaku yang terbalut kerudung putih yang kupakai setiap hari rabu-kamis, dengan hangatnya serta gigi putih saat Gandi menyengir lebar. "Udah sepi, De, lo gak mau ambil motor lo?" seraya Gandi berjalan meninggalkanku serta bekas tangannya yang hangat mengacak puncak kepalaku, tanpa kusadari kalau kerudung yang kupakai sudah tidak berwujud kerudung rapi lagi.
* * *
Dealia : gue kok gini ya?
Raras : paan?
Vania : knp, de..
Dealia : gue deg2aan..
Vania : Karna..
Raras : yg jlas ah de. To the point aja-lah.
Dealia : krn gandi.
Raras : oh mslahnya gandi. Tmen sekelas kt itukan?
Vania : kk bs gandi bkin lo deg2an
Dealia : gue jg gtw, sejak gandi gosok kpla gue
Dealia : He eh ras
Vania : lo ska gandi
Raras : cakep tuh, btw gandi
Dealia : gaklah gamungkin
Dealia : cakep paan, ngeselin iya
Raras : masa aih?
Vania : sape sih gandi, gue lpa orgny
