Are we friends or are we more?

44 7 2
                                    

"Fan?"

Aku mencoba mengeraskan suaraku ketika kamu menyibukkan layar ponselmu, tak menyadari kehadiran ku yang cukup kasat membuatku perlu memberikanmu kode kehadiranku.

Kamu mendapatiku sedikit terpaku, lalu memasukkan ponselmu ke dalam saku jaket yang kamu pakai, tersenyum ramah ke arahku,"Eh, ras, udah dateng." dengan suara khas beratmu, kamu menarikku duduk di sampingmu.

Aku tersenyum kecil tanpa segan aku menarik lenganmu dan memeluknya gemas. Kelakuan rutinitasku terhadapmu.

"Oh ya ras, kamu mau ngomong apa sama aku? Apa penting?"

Aku terdiam, mendengar ucapanmu barusan, aku menghembuskan nafas panjang dan berguman, "Hmmm."

"Emang bener-bener penting, Ras?"

"Iya, bener-bener penting."

"Kalo gitu, ayo kamu mau ngomong apa." Ujarmu ramah, seakan dari nadamu aku bisa mendengar kamu tampak senang hari ini. Entah itu karena apa, aku cukup ingin tahu, namun karena niatanku yang ingin berbicara serius denganmu, membuatku mengurungkan diri.

"Aku bener-bener sayang kamu, Fan, meskipun kita beda setahun, beda pemikiran, tindakan maupun tujuan." Segi nadaku, aku yakin itu amat sangat menggelikan terhadapmu terbukti ketika kamu mengerutkan dahimu sejenak sebelum kamu mengusap puncak kepalaku dengan senyuman khasmu.

Sebenarnya, banyak yang kupertanyakan saat kamu berlaku seperti ini. Maksudku, kita hanya sebatas teman. Teman tetapi kita pernah berciuman. Dan, itu membuat hati kecilku meringis  atas perlakuan ambigumu.

"Ya, aku tahu ras, kita sama-sama mencintai."

Kamu menyadari itu.

"Kita sama-sama membutuhkan satu sama lain."

Lagi-lagi kamu menyadari itu.

"Kita juga saling berbagi, saling memperhatikan dan menasehati."

Dan, lagi, kamu menyadari itu.

"Kamu amat sangat berharga bagiku." Kamu memegang kedua bahuku dengan tangan kuatmu sebelum kamu memelukku hangat. "Tolong, nyamanlah bersamaku."

Aku menelan ludahku kelu. Menghela napas panjang serta merta pikiranku terus melayang pada ucapan terakhir kita bertengkar.

"Kamu memintaku kembali padamu apa karena kamu masih sangat menyayangiku? Atau karena iba melihatku sejatuh ini?"

"Sebenarnya, aku sedikit mengasihanimu, tetapi bukankah setiap orang melakukan kesalahan berhak untuk mendapatkan kesempatan keduanya?"

Ketakukanku justru semakin menjadi, Fano, kamu masalah terberatku. Are we friends or are we more? Aku menuntut itu. Aku butuh kejelasan. Hubungan kita tidak jelas. Dan, terus berlangsung hingga 8 bulan ini. Aku takut kamu mempermainkanku walaupun aku percaya kepadamu kalau kamu tidak sejahat itu. Aku takut, Fan, kamu masalah terberatku. Apakah aku salah menuntut itu?

Aku membenamkan wajahku pada pundakmu. Tanganku yang mengalung pada bahumu mengerat, seolah aku ingin kamu tetap bersamaku hingga aku bisa berbagi atas profesiku kelak. Namun, kenyataan kelak ini, mengapa kamu masih saja berlaku ambigu. Apa aku masih kurang untuk kamu percayai? Aku sudah tidak tahu lagi, Fan.

Miss Our TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang