Aku menatap perempuan berparas manis di depanku. Sesekali aku mengusap puncak kepalanya ketika dia berlaku lucu. Dia selalu melakukan hal bodoh yang membuatku tergeleng-geleng heran. Perempuan didepanku ini hanya tersenyum akan responku, sepertinya dia menikmati apa yang aku lakukan terhadapnya.
Tak lama pandanganku teralih pada rambut sebahu di balik badan perempuan dihadapanku. Aku mengekor pandanganku padanya, figur yang sudah lama aku tak melihatnya. Terutama sejak saat itu terjadi. Pengakuan bodohku yang tak masuk akal dan akan sangat jelas ia menolakku.
Kali ini pakaian khas kelaki-lakiannya sangat terpampang. Senyumnya tampak lebar. Apa karena ia bersama kedua temannya? Maksudku, Raras dan Dea. Syukurlah dia melupakan hal yang terjadi saat itu. Aku benar-benar bodoh menginginkannya disaat yang tidak tepat.
Namun, badanku membeku saat figur sedari tadi yang kulihat itu ikut melihatku. Dia tampak terkejut. Aku tertangkap basah olehnya.
Tetapi, lebih terkejut lagi ketika ia melambaikan tangannya padaku. Tangan yang sangat kuinginkan untuk kugenggam. Apakah harus sesulit ini?
Tanpa sadar, senyumku semakin lebar dan itu membuat perempuan dihadapanku penasaran, mengikuti arah pandanganku dan menemukan sosok Vania.
Vania juga tersenyum kearah perempuan dihadapanku ini tak kalah ramah.
"Bukankah itu temanmu, Daff? Siapa namanya? Enia?"
"Vania." Ralatku membetulkan.
Perempuan di hadapanku terkekeh. Tangan kanannya meraih tanganku kemudian menggenggamnya erat. Namun, matanya masih melihat figur Vania yang mulai menjauh dengan teman-temannya.
"Vania sangat ramah. Dia suka sekali tegur sapa denganku, walaupun aku tidak dekatnya. Kuharap dia mendapatkan pacar yang baik ya, Daff."
"Kuharap begitu."
"Tentunya tidak sepertimu. Alangkah lebih baik, dia lebih baik darimu."
Aku mengeratkan genggamanku pada perempuan dihadapanku. Ucapannya sangat mengingatkan aku akan yang terjadi beberapa hari lalu. Kejadian yang hampir saja aku mengecewakannya. Kejadian yang sangat kusesali. Kejadian yang sangat membuatku sadar akan bodohnya aku.
"Harus jangan sepertiku."