persimpangan rasa

590 51 6
                                    

Namja itu memperhatikan eyes smile yang dikilaskan oleh jeonghan padanya sebagai ungkapan sikap ramahnya terhadap dirinya karena telah memberikan kue beras. orang yang sama yang pernah dia liat dimini market tempo hari dan orang yang sama pula yang sering dia amati diponsel yang dia curi.

"Mau lagi?"

"Tidak, terima kasih"

"Kenapa kamu masih berkeliaran hingga larut malam begini, apa orang tuamu tidak memarahimu"

"Aku baru saja pulang dari rumah temanku, karena tidak ada angkutan ya aku jalan kaki saja"

Tes..setitik air hujan menetes dihidung jeonghan, tetesan yang kedua membasahi pelupuk matanya dan secara tiba-tiba deras hujan mengusir orang-orang ditaman itu, tidak terkecuali dengan jeonghan dan namja itu, mereka bergegas berlari mencari tempat berteduh, semakin lama hujan semakin lebat dan suara gemuruh gunturpun terdengar menggelegar diangkasa, dan tanpa menunggu lebih lama lagi berteduh dibawah pohon, namja itu menarik tangan jeonghan untuk menerobos pekatnya curahan hujan dan merekapun berlari sambil bergandengan tangan.
Namja itu membawa jeonghan menuju rumahnya, rumah yang lebih sederhana dari pada rumah jeonghan. Namja cantik itu terlihat basa kuyup, mantel yang dia kenakan tak cukup melindunginya dari air hujan.

"Masuklah..."

Pemuda itu menyalakan lampu rumahnya dan membawa jeonghan masuk kedalam, dan tanpa risih dia membantu melepas mantel yang dikenakan namja bersurai hitam sebahu itu.
Ketika mereka saling berhadapan, namja gempal itu tercengang kaget saat melihat wajah pemuda cantik yang sudah tak asing dilihatnya, di ktp dan dihp yang pernah dia curi.
Wajah itu benar-benar nyata berada didepannya, wajah yang selalu dia imajinasikan dalam lamunan dan diakhir-akhir ini dimimpikannya.
Seungcheol membawa mantel yang dipakai jeonghan kekamar mandi, dia meminjamkan baju dan celana panjang pada namja yang tengah membiru kecu dibibirnya.
Setelah jeonghan melepas semua pakaian yang dikenakannya kecuali celana dalamnya, dia menggantinya dengan pakaian yang dipinjamnya dari orang yang baik hati itu.
Jeonghan keluar dari kamar mandi lalu menuju ketempat seungcheol duduk bersila.

"Hujan masih deras, apakah kau mau tinggal disini dulu"

"Iya"

Seungcheol mengamati penampilan jeonghan dari telapak kaki hingga atas rambutnya.
Pakaian yang nampak biasa bila dikenakan olehnya kini justru terlihat istimewa saat dikenakan oleh namja cantik itu.
Jeonghan duduk didepan seungcheol sambil bersila pula, dia sekilas menyedarkan sudut matanya dan tersenyum simpul pada namja yang nampak kucel lalu dia mulai membuka pembicaraan.

"Kau tinggal sendirian"

"Em"

"Kau bekerja dimana"

"Aku cuma pengumpul barang bekas"

Jeonghan melirik kearah pojok sudut ruangan yang terdapat tupukan kardus dan kaleng bekas yang sudah dibungkus dalam plastik besar.

Kruyuuuuuk...

"Apa kau lapar?"

"Tidak"

Kruyuk~~~ kruyuk...perut jeonghan tidak bisa mengelabuhi rasa laparnya, dia menyengir malu dan berusaha menyembunyikan perutnya yang terus berbunyi.
Ketika seungcheol hendak bangkit dan berdiri menuju dapur, tiba-tiba secara lantang bunyi petir membela cakrawala, hingga rambatannya menggetarkan tanah dan bangunan sekitar lalu beruntunlah listrikpun padam.

"Hei...hei...kamu dimana... Aku takut kegelapan... aku takut kegelapan....aku sungguh takut kegelapan"

"Hust...sssttt... Aku disini, jangan takut"

TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang