Bab1 - Mengenal

75 8 0
                                    

Mengenalmu adalah salah satu anugerah terindah dalam hidupku.
-Srikandhi Arunndanu-

Enjoy reading! Sorry for typo

◁◀▶▷

Kerrel Edward Smigel, nama yang cukup aneh menurutku. Kerrel terdengar cantik seperti nama kucing persia milik Radya, sepupuku. Sedangkan Edward itu lebih mirip nama-nama pangeran berkuda putih di buku cerita bergambarku. Dan untuk Smigel, ahh, itu benar-benar aneh seperti merek lem atau benda-benda berbentuk jelly.

Pemilik namanya tidak seperti yang kubayangkan, dia berbeda. Jauh berbeda dari teman-teman laki-laki di kelasku ini. Dia terlampau putih dan tinggi.

Sekarang giliranku memperkenalkan diri, aku maju ke depan sambil tersenyum lebar.

"Hai! Namaku Srikandhi Arunndanu, biasa dipanggil Aru."

Ibu guru menahan tawa saat mendengar namaku, itu sudah sangat biasa. Untung saja teman-teman baruku itu terlalu asyik dengan teman sebangkunya masing-masing. Mungkin hanya orang dewasa yang senang sekali menertawakan namaku.

Hari berlalu begitu cepat. Aku sudah memiliki seorang sahabat, dia Winda Kameela. Dia berasal dari Solo, hampir dekat dengan rumah nenek di Jogja. Tapi orang tuanya merantau ke Jakarta, sama seperti ayah dan ibu. Dia anak yang baik, terlalu baik malah. Dia memiliki tahi lalat di bawah mata kanannya, dengan satu lesung pipi di sebelah kiri yang sangat dalam. Menurutku Winda akan menjadi gadis populer nantinya, karena dia cantik dan baik. Tapi sayangnya dia masih beristeru dengan Nikita yang suka menindas teman-teman yang lebih miskin darinya, seperti aku. Untung saja aku tidak pernah mencari gara-gara padanya.

◁◀▶▷

Besok adalah hari terakhir ulangan kenaikan kelas, mata pelajaran PKN dengan soalnya yang sedikit membingungkan membuatku pusing. Hei, aku masih kelas 2 SD. Wajar saja aku bingung dengan cerita tentang Bhinneka Tunggal Ika dan beberapa kisah tentang alat-alat kebersihan yang hampir tidak pernah ku pakai. Sebenarnya aku ingin bertanya dengan teman sebangku ku ini, tapi wajah seriusnya membuatku enggan.

"Hei Aru! Kamu tahu nggak jawaban nomor enam?" Suara bisikannya sambil menyenggol lengan kananku.

"Ihh, itukan jawabannya C, Rel. Masa kamu nggak tahu jawabannya. Kalo nomor delapan belas itu jawabannya apa?" Sahutku sambil berbisik.

Untung saja guru pengawas yang mengawasi kelas kami sedang ijin ke kamar mandi, kalau tidak kegiatan menyontek yang aku lakukan akan ketahuan. Apalagi posisi duduk ku yang sangat tidak strategis, depan meja guru nomor dua dari depan. Beruntung nya belakang mejaku tidak ada teman yang menduduki.

"Hei Ru, aku juga tidak mengetahui jawabannya. Ayo kita tanya saja pada mereka berdua," tunjuknya pada Winda dan Ikran yang berada tepat di depanku.

"Hei Ik, tahu jawaban nomor delapan belas enggak?" Kerrel bertanya sambil menyolokkan pensilnya ke punggung Ikran.

"Aku juga enggak tahu Rel, sepakatan aja jawab A. Kita berempat harus, jawab A. Iya nggak Wind?"

"Heem Kran," Winda menimpali.

"Oke, kita berempat jawab A." Kerrel memutuskan.

Tiga puluh menit berselang, kamipun merampungkan menjawab lembar-lembar kertas ulangan. Entah siapa yang mengawali, kami mengobrol panjang lebar.

"Tahu nggak sih, aku denger dari temen-temen kalau kalian para cewek pada bikin dua ahh itu namanya apa ya? Kemarin sih aku tanya ibu namanya apa. Ohh aku ingat, kubu ya namanya?" Ikran bertanya sambil meraut pensilnya.

"Hooh Kran, kubu Disya sama Niki." Winda menjawab sedangkan aku terdiam sambil mengoreksi jawaban.

"Terus kalian ikut yang mana?" Kerrel bertanya pelan.

"Yaa jelaslah Disya, emang aku mau ikut kelompok Nikita yang selalu bikin kita nggak punya temen. Ya nggak Ru!" Winda menjawab pertanyaan itu dengan menggebu-gebu.

"Aku mah iyain aja," sahut ku.

"Anak-anak, waktu masih dua puluh menit lagi. Kalau kalian mau mengumpulkan, letakkan di meja ibu sekarang setelah kalian koreksi dan yakin dengan jawaban kalian." Suara Bu Rika terdengar keras tetapi tersirat ketegasan.

Ikran dan Winda langsung mengumpulkan jawabannya tanpa mengoreksi, sedangkan Kerrel yang berada di samping ku terlihat sangat fokus membalik lembar soal yang ia silang. Aku ingin saja mengumpulkan dan pulang ke rumah, tapi ketika melihat raut wajah Kerrel yang begitu serius membuatku mengurungkan niat.

Pura-pura saja ku bolak-balik kertas yang berada di depanku itu sambil sesekali melirik wajah Kerrel. Aku tak tahu apa yang terjadi kepadaku, tetapi melihat wajah Kerrel membuatku senang.

"Ayo kita kumpulkan jawaban kita Ru," Kerrel bertanya sebelum berdiri dari tempat duduknya.

"Sebentar lagi Rel, aku masih belum menjawab beberapa soal." Mataku kemudian meneliti satu persatu jawaban yang sudah ku silang.

Bahkan cara berjalannya membuatku tersenyum kecil. Dari pertama kali melihatnya dia sudah membuatku tertarik, apalagi dengan pembawaannya yang kalem. Dia mengalihkan duniaku.

°
°
°
Haii! Ini first storynya akuh, masih belajar jadi mohon bimbingannya. Cerita di atas jangan di tiru ya, contoh yang tidak baik . Maaf ya, ini pendek banget. Jauh deh dari author-author lain.✌

Untuk pemeran cowok aku sengaja pasang foto bang Mario Maurer soalnya aku udah lama ngefans sama dia. Kalo punya usulan orang, boleh bilang aku. Maklum aja ya, aku ini masih abg umur enam belas kurang sedikit dan sangat labil apalagi aku suka liat muka cogan-cogan bening kaya Mario Maurer, Marc Marquez, atau Shawn Mendes. Sumpah mereka ganteng bin imut banget ✌✌

Sorry kalo ada typo yang bertebaran kaya nyamuk aedes aegypti, kemarin aku sempat upload tapi ternyata letaknya salah. Gomen (^(エ)^)

Terimakasih buat yang rela meluangkan waktunya buat baca cerita ini, makasih juga kalo udah vote. Sorry kalau typo merajalela kayak semut yang lagi ngangkut gula. Jangan sungkan buat ngritik, karena kritik dan saran sangat membantu.

-TheDaydreaming-

In My SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang