Saat kamu menatapku, satu-satunya hal yang kuinginkan adalah kamu yang tidak sadar bahwa itu benar-benar aku.
Pandangan orang-orang beralih ke arahku, mungkin aku terlihat sangat aneh karena menggunakan pakaian ini. Atau mungkin saja ada yang salah dengan wajah yang ku poles menggunakan bedak dan lip balm. Atau jangan-jangan aku salah kostum karena hampir sebagian besar wanita di sini menggunakan dress yang panjangnya tidak mencapai setengah paha putih nan mulus dan berbelahan dan rendah seperti milik mereka.
"Hoi, Srikandhi!" teriakan maut Winda terdengar sampai sini. Aku menatapnya yang sedang berjalan terbirit-birit ke arahku dengan suaminya yang mengikuti dari belakang. Senyumku merekah, aku merindukan sahabatku yang satu ini.
"Aru, long time no see banget tau nggak sih! Kangen! Kirana sampe udah bisa ngomong, kamu nyaa aja belum pernah ketemu."
"Hehehe, long time no see apaan? Kamu kan habis dari rumahku kemarin," aku memberengut mendengarnya.
"Kidding Ru, betewe aku belum ketemu Kerrel. Dia nggak dateng ya?" Mendengar namanya disebut membuat dadaku bergemuruh kencang, jantungku berdegup keras.
"Mungkin aja Wind, lagian aku juga nggak pernah kontak-kontakan lagi sama dia." Suaraku berubah sendu ketika mengatakan bahwa aku tak pernah berhubungan dengannya selama ini, "mungkin aja. Lagian yang kudengar dari Thomas bisnisnya baru berkembang pesat, mungkin karena itu juga dia nggak bisa dateng. Ya nggak yang?"
"Iya yang, dari yang kudengar sih perusahaannya lagi ngadain ekspansi besar-besaran ke Asia dan Eropa. Nggak salah juga kalo wajahnya berkali-kali muncul di majalah bisnis."
"Iya sih, aku juga denger begitu."
"Hei! Ini bukannya acara reuni ya? Kenapa kita malah ngobrolin bisnis sih? Let's have fun!" Cibir Winda sambil menarik tanganku dan Thomas untuk lebih merapat pada panggung tempat seorang mc sedang mengatakan susunan acara.
Mataku menyusuri satu per satu, pandanganku jatuh pada laki-laki yang sedang mengambil minuman dari pelayan yang mengantarkan minuman. I found him. Jantungku berdegup kencang hingga rasanya hampir meloncat keluar dari tempatnya. Dia menatapku dengan mata hitam legam tajamnya yang membuatku terpaku, perlahan kulihat langkah kakinya menapak ke arahku. Senyum manisnya tersemat indah, aku semakin terpesona.
"Halo Kandhi? That's you?" Suaranya semakin dalam dan memabukkan.
"H-hai Rel!" Aku hanya mampu mencicit, nafas ku seakan hilang begitu saja ketika melihat tubuhnya berdiri menjulang tegak di hadapanku.
"Kemana aja? Aku nggak pernah lihat kamu datang ke acara kaya gini sebelumnya?" Dia tersenyum manis mengatakannya, seolah tak ada yang pernah terjadi di antara aku dan dia. Bukan, itu hanya aku saja yang merasakannya.
"Yap, aku masih sibuk kuliah sama kerja di Semarang. Belum bisa pergi kemana-mana, dateng ke lahirannya Kirana aja nggak pernah sempet."
Dia mengerutkan keningnya. "Ohh, sama siapa kesini? Sendirian?"
"Enggak, bareng sama Winda dan Thomas." Aku menjawab pelan.
"Mau ketemu bareng temen-temen kita di sana?" Jemarinya menunjuk kepada sekumpulan orang yang sedang bercanda tawa.
"E-um, gimana ya? Nanti aja aku ke sana bareng Winda, ntar malah bikin dia panik lagi." Bukan bermaksud menolak ajakannya tapi bisa dipastikan beberapa menit lagi Winda menyadari kepergianku dan malah membuat gaduh acara ini.
"Oke, aku ke sana dulu Kan. Bye!" Jantungku berhenti berdegup berlebihan, menghembuskan nafas panjang aku kembali menghampiri Winda.
Ini sama sekali tidak bagus!
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Silence
RomanceDalam diam aku memandangmu, dalam sendu ingin ku memelukmu, dan dalam tangisku terselip doa agar kamu mau memandangku. Bahkan setelah begitu lamanya aku masih mengagumimu dalam kesendirianku. Aku masih terpesona olehmu, meski tawamu bukan untukku...