lBab 6 - Sepenggal Kisah Masa Lalu

34 6 0
                                    

Jika seperti ini, aku hanya berharap untuk tidak terbawa perasaan.
-Srikandhi Arunndanu-

Mataku memerah, hidung dan tenggorokanku terasa sangat perih. Aku tak berhenti untuk batuk, sakit sekali rasanya. Air mata sialanku malah turun seenaknya, wajar saja. Tanganku terus mengibas-ngibaskan mulut kepedasan milikku juga mengusap air mata serta ingus yang turun terus menerus. Ini benar-benar sakit!

Laki-laki di hadapanku langsung menggeser kursinya dan menghampiriku. Menepuk-nepuk punggungku dan menyerahkan es teh manisku untuk aku minum. Dia menyodorkan beberapa lembar tissue untuk mengelap ingusku. Tangannya tanpa permisi menyapukan tissue di dahiku. Beberapa menit kemudian, batukku mulai reda. Dia kembali ke tempat duduknya. Terimakasih Tuhan!!

"Gimana, udah mendingan? Masih sakit ya?"

"Udah nggak terlalu sakit kok. Kamu, kenapa ada di sini?" Aku bertanya sambil menatapnya keheranan.

"Kamu yakin Kan?" Jawabnya agak khawatir. "Oh itu, tadi aku tanya sama Rere kamu ada dimana. Terus aku liat motor kamu ada di sini, ya udah aku samperin kamu." Kerrel menjelaskan secara singkat.

Aku menganggukkan kepala sambil terus memakan mie ku, sayang jika tidak kumakan. "Oh, nggak pesen Rel?"

"Udah kok, lagi dibikinin pak Kumis. Kamu masih sama aja, nggak kekenyangan makan segitu? Nggak takut gemuk?"

"Ini sih masih kurang banyak! Ngapain harus takut gemuk, berat badan aku sekarang ini di bawah batas normal lho. Kalaupun gemuk, ya tinggal olahraga. Nggak usah pakai diet-dietan makanan, rugi kalau nggak bisa makan enak." Aku tersenyum lebar, gadis-gadis di hadapanku melotot kepadaku. Ternyata mereka merasa, padahal aku tidak menunjuk pada gerombolan anak muda itu.

"Hahaha, bisa aja kamu Kan!" Kerrel tertawa keras mendengar perkataanku, "aku jadi keinget masa Sma. Kamu kan suka banget minta ditraktir makan di sini kalau kita habis menang lawan sekolah lain."

"Iyalah suka, wong gratis. Mana ada sih, yang mau nolak gratisan kalau ada bener-bener deh..." Aku menimpali sambil cekikikan.

"Aku kira kamu bakal jadi atlet basket, ternyata malah jadi bawahan aku."

"Everything has changed, termasuk cita-cita aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Everything has changed, termasuk cita-cita aku. Dulu waktu kuliah sih masih ikut club bareng temen-temen, cuma setelah masuk masa skripsi udah jarang banget main." Aku menjelaskan sambil sesekali meneguk es teh manisku.

"Padahal kamu dulu kan jago banget," Kerrel berdehem. "Kamu inget nggak waktu pertama kali ikut ekskul basket? Kamu bener-bener berusaha dari nol. Kata-kata 'from zero to hero' itu cocok banget buat kamu, mungkin kalau bukan karena kamu, Kandhi. Basket sekolah kita nggak akan jadi juara di event nasional waktu itu."

"Kamu berlebihan Rel, kita semua berusaha. Jogging, latihan passing, latihan dribble, belajar teknik. Kalau team kita nggak kompak, it must be impossible." Aku menjeda sebentar.

In My SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang