Chapter 1

236 3 0
                                    


Jumat, 12 Februari 2016

Aku sedang berada ditengah kelas IPA dan aku tiba-tiba merasakan rasa cemas yang begitu besar muncul. Aku tidak yakin kenapa dan bagaimana. Aku bahkan tidak melakukan hal-hal yang aneh sama sekali. Tetapi mungkin karena aku sedang diruangan penuh dengan banyak orang. Aku pun mengambil tasku dan mencoba untuk memasukkan barang-barangku yang tadinya ada dimeja kedalam tasku secepat mungkin, mencoba untuk keluar dari kelas sebelum serangan panikku muncul. Aku bahkan tidak menunggu untuk diijinkan keluar oleh guruku, akupun langsung berlari keluar dari kelas dan mencoba untuk mencari kamar mandi terdekat.

Dalam perjalanan kekamar mandi, tiba-tiba aku mulai merasa aneh dan akupun akhirnya berhenti, aku menggenggam dadaku dengan erat dan mencoba untuk bernafas dalam-dalam. Aku terhuyung kesamping lorong yang penuh dengan loker-loker dan aku bersender ke salah satunya, akupun mencoba untuk menenangkan diriku, tetapi aku kesusahan dalam melakukan hal itu. Aku terengah-engah dan aku mulai merasakan rasa pusing dan kesusahan bernapas.

Setelah beberapa menit, akhirnya nafasku hampir kembali seperti normal dan aku bisa mendapatkan oksigen dengan lancar lagi. Aku yakin wajahku pasti berwarna keunguan dan rambutku berantakan. Akupun menelan ludahku, tenggorokanku terasa kering dan aku langsung mencari-cari air dari dalam tasku. Aku meminum airnya dan memercikkan air putih itu kewajahku, mencoba untuk mendapatkan kesadaranku kembali. Tiba-tiba aku bisa mendengar suara orang berjalan dari lorong. Aku melirik kedepan dan belakang tetapi aku tidak melihat siapapun. Aku melihat kearah kiriku dan tetap saja tidak ada siapa-siapa.

Aku menggenggam tasku dan kembali kekelas, berharap kalau aku sudah membuang waktu yang cukup lama supaya aku tidak harus menanggung tatapan orang-orang yang ditujukan padaku dikelas, yang biasanya menyebabkan serangan panikku muncul. Sayangnya, harapanku tidak terwujud dan aku harus masuk kekelas lagi. Sebelum mendorong pintu kelas akupun mengambil nafas panjang terdahulu, dan aku juga mencoba untuk terlihat percaya diri.

Hal itu langsung terhempas ketika aku melihat semua orang dikelas menatapku. Akupun mencoba untuk menutup wajahku dengan hoodieku tetapi tidak berhasil. Aku duduk ditempat dudukku dan menatap kelantai disaat aku mulai mendengar bisikkan orang-orang.

"Sadie, kenapa tadi kamu tiba-tiba pergi?" tanya Mrs. Martinez.

"T-tadi aku harus pergi kekamar mandi," jawabku sambil mencoba untuk menenangkan diriku.

"Lain kali, tanya dulu." ucap Mrs. Martinez dan diapun memutar badannya untuk kembali menulis catatan dipapan tulis.

Aku menelan ludahku dan mencoba untuk konsentrasi dipelajaran ini, tetapi tidak berhasil. Aku hanya bisa fokus dengan tatapan orang-orang dan suara detak jantungku. Yang aku mau sekarang ini hanya pulang kerumah dimana aku tidak akan mendapat serangan panik sesering disekolah, dan aku juga tidak mendapatkan perhatian sebanyak disekolah setiap aku berjalan kemana-mana.

Jujur saja, bukannya aku punya social disorder, hanya saja semenjak beberapa bulan yang lalu, aku bisa merasakan kalau aku mulai berubah dikit demi sedikit. Aku tahu semua ini terdengar aneh tetapi secara tiba-tiba aku tidak bisa berbicara dengan orang-orang disekitarku seperti dulu. Selama 3 bulan ini aku mulai menjauhkan diriku dari teman-temanku, dan sekarang pun aku sendiri, aku harus melewati orang-orang itu setiap pagi sendirian. Aku menyesal atas apa yang sudah aku lakukan selama 3 bulan ini, tetapi aku memang butuh waktu sendiri, dan satu-satunya caraku untuk mendapatkan waktu untukku sendiri adalah menjauhkan diriku dari semua orang.

Bel pun akhirnya berbunyi dan aku langsung bangun dari tempat dudukku dan berjalan menuju lokerku, berharap untuk mati sekarang ini juga karena rasa maluku yang makin meningkat disaat orang-orang menatapku dengan tatapan yang biasa mereka tujukan padaku, dan aku juga bisa mulai mendengar bisikkan mereka tentang masalah yang mereka pikir menyebabkan mengapa aku bisa jadi seperti ini sekarang.

Aku mencoba untuk mengacuhkan semua itu, tetapi makin lama makin susah. Akupun menarik nafas panjang sebelum berjalan, mencoba untuk membuat diriku terlihat tenang sebelum aku mendapatkan serangan panik yang lainnya hari ini. Aku pasti punya penyakit, karena aku yakin pasti tidak ada orang yang bisa mendapatkan serangan panik sebanyakku tiap harinya dan tetap jadi normal.

Untungnya sih tidak ada yang normal.

Aku akhirnya menemukan lokerku dan aku memasukkan kombinasinya, menarik gemboknya keluar dan memasukkan beberapa bukuku dan menukarnya dengan buku lainnya. Disaat aku memutar badanku untuk pergi kekelas selanjutnya, tiba-tiba ada orang yang menabrakku sampai-sampai semua buku yang ada ditanganku tadi berjatuhan kemana-mana. Akupun terkejut, orang itu berhenti dan membantuku untuk mengumpulkan buku-bukuku dan memberikannya padaku.

"Maaf," ucapnya, suaranya terdengar dalam.

"Gapapa kok." jawabku.

Bola mata yang berwarna coklat milik laki-laki ini melirik kearah tanganku, dimana aku memegang buku-bukuku. "Oh iya, gue ngeliat lo tadi."

Aku menatapnya. Aku berkedip beberapa kali sebelum menjawab. "Maksudnya? Lihat dimana?"

"Gue liat lo tadi," jawabnya.

Aku pun tiba-tiba ingat suara orang berjalan dilorong tadi disaat aku sedang minum. "G-gue ngga pernah ke lorong kok tadi."

Mata laki-laki itu berkilau. "Gue ngga pernah bilang tentang lorong."

Damn, he's good. Aku menelan ludahku, mencoba untuk berjalan melewatinya. "Permisi, gue harus pergi kekelas sekarang."

"Gue beneran liat lo tadi kok, Sad." kata laki-laki itu sambil menyentuh tanganku.

Aku melihat tanganku untuk beberapa detik sebelum menarik nafas panjang, mencoba untuk menahan rasa panik yang sebentar lagi akan muncul. Semua perhatian ini tidak baik untuk kesehatanku. Aku harus cepat-cepat kekelas sebelum laki-laki ini membuatku gila. "Lo tau nama gue dari mana?"

"Kita kan masuk kesekolah ini barengan." jelas laki-laki itu, seakan-akan aku itu bodoh.

"Gue ngga tau nama lo." aku mengaku malu-malu.

"Mason," jawabnya dengan penuh percaya diri.

Akupun menatapnya, dan aku baru sadar kalau dia mempunyai postur badan yang tinggi, lebih tinggi daripadaku, dan dia juga punya lip-ring, lip-ring kecil yang berwarna silver. Aku menemukan diriku sedang mempelajarinya. Aku mengambil nafas yang dalam dan nafasku bergetar dan menemukan diriku mengatakan, "Gue harus pergi kekelas."

Aku berjalan melewatinya dan cepat-cepat berjalan kekelas IPS, mencoba untuk sampai dikelas sebelum bel berdering. Aku ada diluar pintu tepat disaat bel berbunyi, artinya aku terlambat. Aku cepat-cepat masuk kedalam dan mencoba untuk membuat diriku terlihat seperti aku sudah duduk disini sebelum bel berbunyi. Sayangnya, guruku, Mr. Ray itu sangat ketat dan dia selalu memberikan murid detention yang terkadang alasannya bahkan tidak masuk akal sama sekali.

"Ms. Hussen, kenapa kamu terlambat?" teriaknya, membuatku terkejut dan semua murid dikelas menatapku.

Aku menyusut di tempat dudukku sebelum menjawabnya. "A-aku sedang mengobrol dengan seseorang tadi."

"Detention pulang sekolah!" teriaknya lagi.

Mulutku terbuka lebar. Aku tidak pernah mendapatkan 'detention' sebelumnya, aku bahkan tidak pernah mendapatkan masalah dengan guru manapun. Mr. Ray bukanlah guru yang adil, dan aku mulai tidak menyukainya. Aku menghabiskan sisa waktuku dikelas menggerutu pada diriku sendiri tentang Mr. Ray disaat Mr. Ray sedang membetulkan tugas murid-murid untuk yang beribu-ribu kalinya.

Red ButterflyWhere stories live. Discover now