[5]. Almost

9.4K 782 45
                                    

16 Maret 2012

Ternyata apa yang Andi duga memang benar-benar terjadi. Dia terserang flu dan juga demam. Suhu badannya sangat panas sekali. Kedua orang tuanya belum pulang dari Desa. Kakaknya pun sama, masih menginap di rumah temannya. Untung saja, stock obat masih ada di rumah. Jadi, Andi tidak perlu repot-repot pergi ke apotek untuk membelinya.

Hari ini Andi memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah terlebih dahulu. Suhu tubuhnya memang sudah menurun. Tetapi, kondisi tubuh Andi masih belum fit betul. Andi masih merasakan lemas di seluruh bagian tubuhnya. Maka dari itu, Andi memilih untuk beristirahat dulu seharian ini.

Andi sudah mengirim pesan untuk Nabil menggunakan handphone sederhana miliknya. Ia sudah sangat bersyukur karena masih bisa mempunyai alat untuk berkomunikasi. Ya walaupun tidak canggih-canggih amat. Setidaknya, baginya bisa mengirim sms dan bisa telepon saja sudah cukup menurutnya. Andi tidak suka neko-neko. Ia selalu menerima segala sesuatu yang menurutnya cukup. Ia tidak berlebihan orangnya.

Sementara Nabil dibuat kelimpungan dan merasa bersalah saat mengetahui sahabat dekatnya itu sedang jatuh sakit. Ia merutuki dirinya sendiri. Andai saja ia tidak meninggalkan Andi sendiri. Andai saja ia tidak menerima permintaan Riska. Dan Nabil terus saja berandai-andai berharap semua ini tidak terjadi. Ya, ia benar-benar khawatir dengan kondisi Andi, sahabatnya. Ia ingin cepat-cepat pulang dan menjenguk Andi.

Atau mungkin, merawat Andi?

©What's Wrong With Gay?©

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Nabil mengambil tasnya dan langsung beranjak ke luar menuju parkiran. Sesampainya di parkiran, ia langsung menaikki motor besarnya itu dan mulai memacu gas menuju pulang ke rumah Andi. Nabil sudah benar-benar khawatir saat ini. Pesan terakhir yang ia kirim pada Andi belum mendapatkan balasan sama sekali. Tentu, pikiran-pikiran negatif langsung berkeliaran di dalam benak Nabil.

Nabil terus memacu motornya itu dengan cepat. Alhasil, tak butuh waktu lama ia sudah sampai di tempat yang ia tuju, yaitu rumah Andi. Rumahnya sangat terlihat sepi sekali seperti tidak ada orang di dalam sana. Ahh ya ia lupa, di rumah Andi kan memang tidak ada siapa-siapa selain Andi. Wajar saja kalau sepi seperti itu.

Nabil menyimpan motornya di halaman depan rumah. Ia membuka helm full face-nya itu dan menyimpannya di atas jok motor besarnya itu. Setelah selesai, ia langsung masuk ke dalam rumah Andi dengan perasaan tak menentu. Ia berharap Andi baik-baik saja. Nabil langsung berjalan menuju ke arah kamar sahabatnya itu. Ia buka pintu kamarnya pelan dan betapa terkejutnya Nabil saat mendapati Andi yang sedang tidak sadarkan diri.

Nabil kalut, panik, khawatir semuanya bercampur menjadi satu. Tanpa diduga cairan bening nan hangat itu mulai keluar dari tempatnya dengan sendirinya. Ya, Nabil menangis melihat sahabatnya seperti itu. Dengan perasaan yang sangat hancur, Nabil langsung berlari menghampiri Andi.

"Maafin gue An. Gara-gara gue lo jadi begini. Bangun An, jangan tinggalin gue. Maafin gue An." Nabil terus menangis histeris. Dia tidak peduli jika dianggap lelaki yang lemah atau sebagainya. Yang jelas ia sangat sedih saat mendapati sahabat tersayangnya itu tidak sadarkan diri.

Namun, ketika menunggu beberapa saat, mata Andi mulai terbuka perlahan. Ya, Andi yang merasa terganggu tidurnya hanya bisa membuka matanya dengan kening berkerut. Dalam benaknya: siapa sih yang sudah menganggu aktivitas tidurnya ini?

Dan betapa terkejutnya Andi saat mendapati Nabil yang sedang menunduk lesu di depannya. Lho, ada apa dengan sahabatnya itu? Daripada penasaran, Andi mulai membuka mulutnya yang terasa kering itu.

What's Wrong With Gay? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang