Jauh di dalam sebuah hutan, di menara tertinggi sebuah kastil tua era victoria, seorang pria memegang cawan berisi anggur merah. Mata coklatnya menajam saat seorang prajurit datang menghadapnya.
"Lapor, Tuanku. Athena telah ditemukan.". Pemuda itu menatap tajam pada prajuritnya sembari menikmati cairan merah pekat mengalir di tenggorokannya.
"Hmm... dia sudah ditemukan.". Prajurit itu menelan ludah melihat senyum di wajah tuannya. "Sweety,". Seorang gadis yang sedari tadi berdiri di sampingnya berlutut di hadapannya.
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, bukan?", tanyanya sembari menarik dagu gadis itu untuk menatap wajahnya. "Saya tau, Tuanku. Saya akan melakukannya demi Anda", jawab gadis itu. "Bagus, sweety.". Sebuah seringai menakutkan terlukis di wajahnya.
-------------------------------------------------------------
"Piar Agung,". Seorang pria tua menatap dari tempat pertapaannya. Di bawah sana, salah seorang pendeta muda berlutut di lantai. "Berdirilah dan katakan alasan kedatanganmu ke mari.", kata sang Piar Agung.
"Piar Agung, di kuil Piar Nakthina, Athena telah ditemukan!", jawab sang pendeta dengan raut wajah bahagia. "Begitukah?". Sang pendeta mengangguk. Raut wajah bahagia terlukis di wajahnya yang mulai dimakan usia.
Sang Piar Agung tersenyum. Alam masih memberinya umur untuk menyaksikan kehadiran sang Athena ke dunia ini.
"Uhuk... uhuk...". Sang Piar Agung menatap telapak tangan. Cairan kental berwarna merah pekat membasahi tangannya.
Jleb!
Sentakan yang menyakitkan menghantam ulu hatinya. Di depan matanya, ia bisa melihat sekelebat bayangan yang akan terjadi di masa depan."Uhuk... uhuk...". Sang Piar Agung menggeleng saat sang pendeta berusaha menolongnya. "Pergilah, Rafa. Pergilah.". Sang Piar Agung menggenggam erat tangannya. "Pergilah. Beritahu Nakthina. Kalau dia akan menerima...". Alam memanggilnya tepat sebelum ia bisa mengucapkan apa yang dia lihat.
"Piar Agung! Piar Agung!". Sang pendeta mengguncang tubuh sang piar agung yang mulai dingin dan kaku di pangkuannya.
-------------------------------------------------------------
Berita kematian Sang Piar Agung Therkos menyebar ke penjuru negeri. Berbondong-bondong masyarakat mendatangi kuil sembari membawa rangkaian bunga lili, bunga kesukaan Sang Piar Agung ke kuil. Meletakkannya di kaki kuil.
Dwinda melihatnya dari balik tembok batu kuil yang dingin. Matanya berlinang. Ia ingin sekali menyerahkan rangkaian bunga dan meletakkannya di kaki kuil. Namun, sebagai reinkarna, ia tidak diizinkan melakukannya, sekalipun ia memaksa.
"Sudahlah, Dwin. Let it go!". Dwinda mengangguk sambil menatap kerumunan masyarakat yang menangis di kaki kuil.
"Reinkarna Athena, Reinkarna Balder,". Dwinda dan Elzar menoleh kepada seorang pendeta yang menunduk di hadapan mereka. "Upacara akan kita mulai.". Elzar mengangguk dan Dwinda mengikuti Elzar dan sang pendeta menuju ke depan kuil.
"Sang Piar Agung telah dibawa alam ke Ellysium.". Tangis pilu membahana di sepanjang jalan saat mendengar perkataan Piar Nakthina. "Reinkarna akan memberkahi perjalanannya menuju Ellysium.". Piar Nakthina membawa sebuah kotak berisi debu emas ke hadapan para reinkarna.
"Reinkarna Thor,". Henny maju ke depan. Jemari tangannya yang lentik masuk ke dalam kotak dan meniupkan debunya ke kaki kuil.
"Semoga petirku melindungi perjalananmu menuju Ellysium yang indah.", katanya lalu kembali berdiri di samping Ratna, sepupunya.
"Reinkarna Loki.". Ratna maju dan melakukan hal yang sama dengan Henny. "Semoga kenakalan menjauh darimu dalam perjalanan menuju Ellysium."
"Reikarna Aphrodite,". Seorang gadis berambut pendek maju ke depan. Sepanjang ia berjalan menuju Piar Nakthina, tak seorang pun penduduk yang berhenti berdecak kagum akan dirinya.
"Semoga kecantikan menghiasi dirimu di Ellysium.", katanya setelah meniupkan debu tersebut.
"Reinkarna Balder.". Dwinda melirik ke arah Elzar yang bergerak maju ke depan. Menaruh tangannya di dalam kotak dan mengambil sejumput debu di dalamnya.
"Semoga cahaya menerangi perjalananmu menuju Ellysium.", ujarnya setelah meniupkan debu di tangannya.
"Reinkarna Athena.". Dwinda maju ke depan. Berjalan menghampiri Piar Nakthina yang memegang kotak dari kayu mahoni berisi debu emas. Mata para penduduk seakan mengawasi saat tangannya masuk ke dalam kotak. Dia menarik tangannya dan meniupkan debu ke seluruh penduduk, bukan ke kaki kuil.
"Semoga keadilan yang telah kau berikan menjadi bekal dalam perjalananmu ke Ellysium dan semoga keadilan yang kau tegakkan dilanjutkan hingga dunia berhenti berputar.". Para penduduk berlutut saat Dwinda berdiri di samping Elzar.
"Nice speech, Dwin.", bisik Elzar.
-------------------------------------------------------------
Hai guys!!
Gemana ceritanya? Kependekan? Maaf ya kalo kependekan soalnya ini chapter bonus d masa vakum author. Kenapa bonus? Hehehe... that's secret. Don't forget to voments y!!!#loveureaders^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ellysia
FantasyDari dulu... Para nenek moyang kami meyakini... Kekuasan dewa dewi... Akan kembali dan berdiri... Dengan kehadiran reinkarna... Yang membawa ellysia... Untuk menghancurkan Soww, Sang Pengkhianat Dewa Dewi