Part Eight: Know You Better

23 4 0
                                    

Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, Lezzy dan Laissher, dua pendeta pembimbingku mengantarku ke ruang latihan. Namun, kali ini, mereka ikut masuk ke dalam. Tidak seperti biasanya di mana mereka menungguku di luar hingga pelatihanku berakhir.

"Jadi, ada apa? Kenapa kalian ikut-ikutan masuk?". Perhatianku teralih pada sebuah gulungan papirus dengan pita berwarna merah yang dibawa Lezzy. "Apa itu?", tanyaku sembari menunjuknya. Lezzy mengikuti arah telunjukku dan tersenyum. "Ini adalah ujian pertamamu.". Aku menerimanya dan menarik pitanya. Aku membacanya dan menatap Lezzy.

"Kau serius?", tanyaku. Lezzy mengangguk. "Tentu saja. Kita akan melakukan tes untuk menguji peleburan dirimu pada Athena.", jelasnya.

"Aku tahu.", balasku. "Tapi, apa secepat ini? Dan mengapa harus...". Aku menghela nafas kasar. "Sudahlah. Kapan kita akan mulai?", lanjutku. "Kita akan memulainya besok, Reinkarna. Sekarang, kami akan menjelaskan prosesi penghakiman Athena."

Aku mengangguk dan menyimak baik-baik saat Lezzy menerangkan fungsi-fungsi alat yang dibutuhkan selama proses pengadilan Athena.

"Jadi, kau sudah paham, bukan?", tanyanya. Aku mengangguk. "Tapi, ada yang ingin kutanyakan.". Aku menunjuk pada sebuah neraca di atas meja. "Apa fungsi alat itu? Sedari tadi kau belum menjelaskannya.", tanyaku. "Hmm...". Lezzy mengetuk-ketukkan jemarinya di pelipis. Dahinya mengerut. Seolah berusaha mengingat hal yang ia lupakan.

"Itu adalah judice.". Aku menoleh pada Laissher yang berdiri di belakangku. "Judice?", ulangku. Laissher mengangguk. "Menurut legenda, saat para Sovv menghancurkan tahta langit, hanya inilah senjata sang dewi yang ia bawa ke Bumi."

Aku mengerutkan keningku. Tentu saja aku tahu. Adanya Reinkarna karena adanya pengkhianatan dari sekelompok orang yang disebut Sovv. Bermula dari kekesalan seseorang akan tahta langit, mereka menggalang kekuatan dan menghancurkannya. Beberapa ditangkap dan beberapa melarikan diri. Mereka yang melarikan diri. Oleh alam, diselamatkan dalam bentuk ellysia hingga ditemukan seorang Reinkarna yang sesuai baginya di Bumi.

"Lalu, apa fungsinya?", ulangku. Laissher menggeleng. "Maafkan kami, Reinkarna. Sampai sekarang, sejak sang dewi turun dan menjadi ellysia, tidak seorang pun yang tahu bagaimana fungsi dari judice. Andalah yang ia pilih untuk menjadi Reinkarna pertamanya.", jawab Laisshar.

Aku tertegun lalu menatap pada neraca kecil di atas meja yang sudah menarik perhatianku sejak aku masuk ke ruangan kami.

"Nah, karena tidak ada lagi yang Anda tanyakan.". Lezzy menarik kain yang menutupi sesuatu di depanku.

"Astaga!". Aku menutup mulutku. Di balik kain itu, sebuah kotak dari kayu berlapis emas, sebuah busur dan pedang bersepuh emas tertata rapi di dalam.

"Wow, ini sangat keren!", ucapku setelah mengayunkan pedang. "Pedang ini sangat berat dan ayunannya... aku yakin tak seorangpun selamat!", lanjutku.

Lezzy tersenyum lalu menyimpannya kembali. "Saya senang Anda menyukai senjata Anda.". Lezzy mengunci kotaknya dan menatapku. "Namun, kami harus melatih Anda agar Anda tidak menjadi seperti Athena.", ujarnya.

"Maksudmu?"

"Senjata ini sejatinya adalah senjata untuk menegakkan keadilan.", jawab Lezzy. "Namun, Athena tetaplah seorang dewi dengan jiwa manusia. Ia melanggar kewajibannya dengan menodai ammer dan emmer.", lanjutnya.

"Jadi, apa yang dilakukannya dengan ammer dan emmer?". Emmer dan ammer adalah nama senjata Athena yang terdiri atas pedang (ammer) dan busur (emmer).

Aku yakin di dinding tersebut tidak ada ruang rahasia ataupun lukisan atau hal yang bisa kulihat. Namun, saat jemari Lezzy dan Laissher menyentuhnya, cat dindingnya luntur dan menampilkan sebuah lukisan yang membuatku tercengang.

Di sana. Tepat di atas sana. Berjarak kurang dari 3 meter dari posisiku berdiri, sebuah goresan warna yang tampak hidup berada di depanku. Aku tercengang karena goresan itu menggambarkan seorang wanita berambut coklat keemasan yang digelung tinggi mengayunkan ammer pada seorang wanita dan pria di depannya.

"Apa... tidak mungkin?!", ucapku terkesiap dengan fakta yang kuterima. Tidak mungkin. Ini pasti rekayasa!

"Sayangnya tidak dan inilah kenyataannya, Reinkarna."

-------------------------------------------------------------

Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang. Melepas penat terhadap beban yang begitu banyak kuterima hari ini. Fakta yang kuterima benar-benar mengguncang diriku.

Tidak mungkin ia seperti itu.

Berulang kali aku menegaskan kalimat tersebut padaku. Semakin aku menegaskannya, semakin kuat tanda tanya muncul di hatiku.

Apa itu disengaja? Apa ia dijebak? Bagaimana mungkin Athena bisa dijebak?

Aku memejamkan mataku. Berusaha mengusir rasa penat yang membebani bahuku. Bahuku semakin rileks dan aku tenggelam dalam mimpiku.

Saat aku membuka mata, hal pertama yang kutangkap ialah kobaran api yang membumbung tinggi di udara. Hal yang pertama kali kudengar adalah derap langkah kaki kuda yang begitu cepat. Dan aroma yang pertama kali kuhirup adalah bau anyir darah yang melebur bersama asap di udara.

Aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku. Banyak tubuh bergelimpangan di tanah. Cairan merah merembes ke luar dari tubuh mereka. Beberapa ada yang mengalir ke arahku.

Aku menutup mulutku lalu berlari saat derap langkah kuda berlari mendekat ke arahku.

Lari! Lari!

Hanya itu kata yang bisa direspon kakiku dengan baik. Aku terus berlari dan berlari. Melewati tubuh yang tidak bergerak, melewati rintihan-rintihan yang lolos dari mulut mereka. Aku tahu. Sebagian diantara mereka memintaku berhenti dan menolong mereka. Aku ingin, namun maaf. Aku juga sama bingung dan ketakutannya seperti kalian. Maafkan aku.

Langkahku terhenti saat manik hazelku mendapati seorang wanita menghunuskan pedangnya pada sepasang pria dan wanita di depannya. Pedangnya yang berlumuran darah tampak mengilat diterangi kobaran api.

Perempuan itu menoleh padaku. Seketika suasana di sekitar kami berganti dengan suasana terang yang biasa kuhadapi ketika bertemu dengannya.

"Jadi, itu benaran?!", tanyaku sambil menelusuri wajahnya. Meminta kepastian dari matanya. Perempuan itu mengangguk.

"Kau tahu alasan kami, para dewa dan dewi yang selamat memilih tersimpan dalam ellysia?". Aku menggeleng.

"Itu karena kami bersedia menjalani hukuman atas dosa yang kami buat sembari menunggu. Menunggu manusia yang memiliki sifat sesuai tugas kami dan membebaskan kami dari dosa kami.", jawabnya.

"Dan karena dosa kami inilah, mereka berhasil menghancurkan kami di langit."

"Maksudnya?"

"Reinkarna tercipta bukan hanya alam menginginkan kami memiliki wadah agar bisa menjalani hukuman dengan baik di dunia. Lebih dari itu. Kalian adalah pelatih dan pengendali jiwa kami selama ada di dunia. Demi menghadapi mereka.", lanjutnya. "Dan, apa kau masih mau menjadi Reinkarnaku setelah melihatnya?", tanyanya.

Aku menatapnya. Tepat pada matanya yang menatap ragu padaku. "I want to know you better.". Kugenggam tangannya. Ekspresi terkejut terlukis di wajahnya. "Aku bisa membatalkannya, Dwin. Kau... kau berhak menjadi manusia biasa kembali.", tawarnya. Aku menggeleng. "No. I liked you since I was kid. So, don't tell me to be ordinary woman again. I just want to be your Reinkarna. So, please! Stay strong, Athena. I will always be with you.", janjiku sambil meremas tangannya.

Setitik air mata mengalir dari pelupuk matanya. Turun dengan deras seperti air terjun.

"Terima kasih. Terima kasih.", ucapnya berkaca-kaca.

The EllysiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang