Bab 3 "Hear Me!"

76 5 0
                                    

Aku berjalan seperti biasa memasuki kelasku di seberang lapangan basket. Dan seketika mood yang kubangun susah-susah tadi malam hancur lebur ketika aku melihatnya sedang berdiri di depan kelasku. Shit! Pagi-pagi, udah muncul aja ke permukaan. Ngancurin hari orang. Aku sudah menyiapkan diri untuk tempur hari ini dengannya. Dengan Dirgantara Azaki. Makhluk alien dari planet astral luar angkasa yang urat malunya sudah terputus.

"Mbak, gimana keadaan mbak? Kok telponku dimatikan? Terus kucoba lagi kok gak bisa?" Tanyanya dengan senyum simpulnya yang mungkin dianggapnya paling manis. Aku memutar bola mata, kemudian berbalik meninggalkannya.

"Mbak.." dia memegang tanganku. "Udah napas berapa kali?"

"Mbak,aku lucu,kan?"

"Mbak, udah sembuh?"

"Mbak,kok diam,sih?"

"Mbak.."

"Shut up!" Belum sempat ia menyelesaikan pertanyaannya,aku langsung menyela dan melepaskan tanganku dari genggamannya. Lalu dengan mata melotot aku menatapnya.

"Lo pikir gue apa? Ha? Lo pikir, gue gak bosen lo ganggu terus? Lo gila,ya? Udah, sana pergi!"

"Mbak.."

"Diem lo! Gak denger gue barusan ngomong apa? Ha?! Lagipula gue bukan mbak lo! Udah sana pergi lo!" aku kemudian berpindah haluan. Tak mau memasuki kelas sebelum bel benar-benar berbunyi. Karena ia masih saja ada di depan pintu kelasku, aku pergi menuju perpustakaan di lantai atas.

*

"Lo gila! Gue ancur gara-gara lo! Hidup gue penuh tekanan gara-gara lo! Lo sadar gak,sih! Ha?! Gue capek banget ngadepin elo! Gue gak pernah tahu apa maksud lo! Tapi,bisa gak,sih! Lo hilang dari hidup gue?!" aku memaki foto yang ada di tasku ini. Foto Dirga yang entah darimana datangnya tiba-tiba sudah ada saja di tasku. Foto wajahnya yang sok imut, menampakkan barisan giginya yang lumayan rapi. Aku memukul-mukul foto itu dengan sekuat tenaga. Mencoba berpikir apa maksud dari segala perbuatannya selama ini. Kenapa dia gak pernah bosan? Padahal aku terus saja memakinya.

"Lo.. Bye!" aku meremas foto di tanganku dengan sekuat tenaga kemudian sesegera mungkin membuangnya ke tong sampah yang berada persis di depanku.

"Udah cukup,Ga. Itu salah lo sendiri yang gak pernah mau ngedengerin gue! Gue benci sama lo!"

Kemudian dengan tanpa rasa bersalah,aku berjalan santai menuruni tangga perpustakaan untuk menuju ke kelasku, karena bel masuk tak lama lagi akan berbunyi.

*

"Key,temenin gue ke kantin,yuk!" Lina menarik tanganku seketika ketika bel istirahat baru saja berbunyi. Aku menggeleng malas sambil memasang earphoneku.

"Dirga gak ada,kok. Tumben." Seolah tahu apa penyebabku menolak ajakannya ke kantin baru saja, dia melongok keluar.

"Aneh banget. Biasanya aja tepat waktu dia ada di depan sini." Lina berkata lagi kemudian kembali ke tempat dudukku. "Udah,ah! Ayo, temenin gue. Sebentaaaar aja." Rengek Lina kemudian. Aku mematikan musik yang baru saja kumainkan dan menimbang sejenak. Dengan sedikit menengok ke arah luar, aku masih ingin memastikan, apakah Dirga ada atau tidak. Aku baru saja mengembuskan napas lega ketika batang hidung Dirga tidak muncul di depan kelas.

"Ya udah. Ayo!"

Aku berjalan beriringan dengan Lina sambil terus berkomat-kamit dalam hati. Bisa saja Dirga tiba-tiba muncul mengagetkanku dan berulah lagi. Aku gak mau tiba-tiba serangan jantung melihat Dirga muncul gitu aja. Untuk sejenak, aku bernapas lega. Sepanjang perjalanan Dirga gak ada. Semoga gak lihat Dirga. Semoga gak ketemu untuk selamanya. Semoga gak denger suaranya. Semoga, dia HILANG DITELAN BUMI!

"Gak beli apa-apa,Key?" Lina menoleh kepadaku ketika aku baru saja duduk di bangku panjang di belakangnya. Aku tidak mendengar perkataan Lina. Kepalaku masih berkeliling ke seluruh kantin dan mataku masih siap siaga. Berjaga-jaga supaya jika tiba-tiba Dirga datang, aku bisa sesegera mungkin lari darinya. Aku masih risau. Perasaan takut akan kemunculan Dirga sepertinya semakin membuatku gila. Huh!

"Wey! Ditanyain gak jawab. Nyari Dirga,ya,lo?"

"Udah selesai lo?"

"Gue mau makan, temenin gue,ya? Laper!"

Aku mendecak sambil memejamkan mata dan menarik napas panjang-panjang. "Yaudah, cepetan. Bel lima menit lagi,noh!"

Dan Lina kemudian duduk di hadapanku sambil memakan soto dengan lahapnya. Sama sekali tidak menghiraukanku yang terus mengawasi seisi kantin. Dan aku bersyukur, doaku manjur!

*

'Semenjak kau tahu itu
Semenjak itu pula kemudian aku tidak mampu
Tidak mampu mencari diriku
Yang tiba-tiba pergi
Pergi mengejarmu
Tapi,kamu ternyata tak mendengarnya
Aku sendiri tidak tahu
Tolong dengarlah aku
Aku hanya ingin..'

Seketika aku tahu, dalam mimpiku yang panjang di siang ini, ternyata aku sama sekali tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa aku merindukannya. Sajak yang terbuang. Olehku. Padahal aku tidak mengetahui untuk siapa syair itu. Mungkin dia wanita yang beruntung. Dan lagu itu masih terdengar diantara tidur lelapku yang bertabur mimpi bersamanya. Bersama kerinduan ini.*

Dear DegaWhere stories live. Discover now