Bab 6 "Papa, Kak Gilang"

61 6 0
                                    

Aku menarik selimutku lagi sesaat setelah aku mematikan jeritan alarm yang menggangguku. Aku masih sangat enggan beranjak dari tempat tidurku. Aku masih enggan berangkat ke sekolah hari ini. Aku masih ingin sendiri.Aku tau, aku seharusnya tidak melakukan hal sebodoh ini. Sudah handphone rusak, kini badanku mulai demam lagi. Mama, sudah sejak tadi malam mengomel panjang lebar agar aku beginilah begitulah. Tapi, sungguh, aku benar-benar enggan untuk beranjak. Jadi, sama sekali aku tidak mengindahkan omelan Mama.

"Key!" Teriak Mama dari luar kamarku. Aku mengerang sejenak kemudian bangkit untuk membukakan pintu untuk Mama.

"Kamu berangkat?" Tanya Mama sesaat setelah aku membukakan pintu. Aku menggeleng pelan. Mama langsung mengusap kedua pipiku.

"Setelah ini, kita kontrol. Mama gak mau lihat putri kesayangan Mama kelihatan kacau saat nanti kak Gilang dan Papa datang." Seketika mataku berbinar mendengar nama dua lelaki yang paling kusayang sedunia itu. Mama tersenyum sambil mengusap kepalaku perlahan.

"Udah,sana mandi dulu. Habis itu, Mama buatkan sarapan. Oh,ya, surat izinmu udah Mama kasih ke Tirzha kebetulan dia tadi lewat di depan rumah."

"Kok, Mama tau,sih, aku mau bolos hari ini?" tanyaku malu. Ah, Mama..

"Gak mungkin kamu berangkat dengan keadaan kaya tadi malam." Ujar Mama singkat dan kemudian berbalik badan meninggalkan kamarku yang berada di lantai atas. Aku masih terdiam di tempat sembari memikirkan sesuatu. Mama, seenggaknya, dia mengerti bagaimana perasaanku semalam setelah Dirga menyakitiku lebih dalam lagi. Meskipun sesungguhnya Mama sangat tidak suka kalau aku berpacaran, nyatanya beliau tidak pernah memarahiku jika aku menangis dan bahkan sangat kacau. Justru, beliau malah selalu mendukungku. Tanpa sadar, aku membentuk senyum simpul sebelum akhirnya bersiap-siap untuk kontrol ke rumah sakit.

*

Aku keluar dari pelataran rumah sakit dengan perasaan lebih tenang. Otakku sudah mulai pulih. Aku sudah mulai bisa berpikir normal setelah beberapa saat terkontaminasi dengan banyak perasaan galau dan bimbang. Aku sudah mulai bisa tersenyum, dan bahkan rindu akan suasana sekolah. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Masih pukul sembilan pagi, jalanan agak lengang. Maklum, jam-jam sibuk sudah berlalu. Aku duduk di samping Mama yang menyetir mobil dengan kecepatan normal. Sambil sesekali mendendangkan lagu yang terputar di radio di mobil.

"Kamu lagi banyak masalah?" Tanya Mama saat lampu lalu lintas berganti warna menjadi merah. Aku menoleh, agak terkejut mendapati Mama yang menanyakan masalahku. Aku menggeleng, enggan untuk menceritakannya kepada Mama. Pasti Mama akan menilai aku terlalu cengeng.

"Ingat,Key. Mama ini bukan sekedar jadi Mama. Mama mau kamu anggap Mama juga sebagai teman curhat kamu. Sama seperti Lina."

"Iya,Ma. Aku lagi ada masalah sama Dirga." Jawabku cepat setelah Mama mendesakku untuk bercerita. Ya, aku memang membutuhkan sandaran untuk bercerita kali ini. Ada yang sangat mengganjal, dan aku memang membutuhkan pendengar saat ini untuk mendengarkan segala keluh kesahku.

"Ada apa? Cerita coba sama Mama." Tanya Mama lembut. Aku menarik napas,kemudian mengembuskannya panjang-panjang.

"Dirga, dia udah beda,Ma. Dia selalu sibuk, apalagi sekarang,dia jadi kapten basket. Keyza takut,kalau nanti Keyza kena bully gara-gara Keyza pacaran sama Dirga. Ya, Keyza juga sadar diri,kok, Keyza siapa. Dirga siapa. Keyza takut, kalau nanti Dirga jauh, dan kita pisah."

"Terus,kenapa kamu kemarin marah kalo kamu kangen,sayang,sama Dirga? Mama, juga bakal kesel loh, kalau jadi Dirga."

"Dirga udah banyak bikin sakit aku,Ma. Dia gak ada kabar, dia sibuk,dia mulai gak peduli sama aku. Dia,mulai jauh sama aku."Mama melajukan mobil seketika setelah lampu berubah menjadi hijau. Aku mengembuskan napas lagi. apa benar, di sini aku yang salah?

Dear DegaWhere stories live. Discover now