Bab 12. Pendekatan yang Tidak Mau Deket

22.4K 2.2K 380
                                    

 "Kepayang buah kepayang, dimakan mabuk, dibuang sayang."

Serba sulit, karena dapat mencelakakannya.

..........................................

"Camo.. gigit bibir gue, Prins.."

Ucapan Putee seolah membuatnya tersungkur pada kenyataan paling pahit dan ambigu selama dia hidup. Prins tidak cukup bodoh untuk mengartikan ucapan Putee sebagai sebuah candaan. Prins tahu apa maksud cowok itu. Camo menggigit bibirnya? Kenapa dia harus melakukan itu? Prins tahu itu lebih dari sekedar gigitan, Prins tahu kalau Camo cukup gila untuk melakukannya. Hanya Putee yang terlalu bodoh untuk mengartikan perbuatan Camo dengan sebuah nama berunsur kekerasan. Prins tidak akan percaya. Tidak akan pernah percaya.

Prins emosi. Murka. Sepertinya umpatan tidak akan pernah bisa menyelesaikan amarah yang makin memuncak di hatinya. Prins juga gemas setengah mati. Putee mengucapkan itu dengan nada santai meski sedikit kesal.

"Lalu lo nggak nonjok dia?!" Kali ini Prins menggebu. Putee diam, menatap Prins yang sedang mengerjap menunggu jawabannya.

"Gue udah kehilangan tenaga waktu itu buat bales. Tapi tadi siang di sekolah dia udah minta maaf..." Putee mencoba menjelaskan dari sudut pandangnya, yang mana dari sisi manapun itu tidak terlihat baik. Malah makin berantakan. Hancur. Dan juga... menyakitkan.

"Semudah itu? Dia udah..."

Putee mengerjap. Menunggu ucapan Prins yang menggantung. Ada aura mencekam saat Prins mengatakan kata-kata itu padanya.

"Dia udah rampas... ciuman pertama lo."

Putee ngakak sambil memegang perutnya. Awalnya Putee memang berpikir demikian. Camo memang sudah kurang ajar, sudah berani meletakkan bibirnya pada bibir Putee. Prins menatapnya dengan raut jengah.

"Gue kan bukan cewek dan nggak musingin masalah begituan, Prins! Biarpun miris, sih... ciuman pertama gue dirampas sama cowok. Itu yang nggak bisa gue terima..." Putee menatap Prins dengan senyum miris.

"Lalu soal bilang cinta itu! Lo nggak keberatan, apa?!" Prins masih menggebu.

"Dia kan cuma bilang cinta sama gue, nggak ngejar-ngejar gue juga kok! Gue cowok..." Putee mengedikkan bahunya. Cowok tengil itu sudah menyurukkan kepalanya di samping bahu Prins. Putee suka sekali merepet-merepet seperti itu pada Prins. Prins pernah bertanya kenapa dia senang melakukan itu, dan jawaban Putee adalah karena Prins hangat. Aroma Prins juga membuatnya tenang.

"Jauhin dia!" Prins berteriak tajam. Putee tersentak saat melihat ekspresi cowok itu lebih tajam dari sebelumnya. Putee keder juga saat tahu kalau Prins bisa semarah ini hanya karena ceritanya.

"Gue kan emang nggak deket dia, Prins.."

"Jangan deket-deket cowok sialan itu, Bawang!!" Prins masih saja senang memerintahnya. Putee diam, mengerutkan keningnya, lalu mengangguk paham.

"Gue juga nggak mau deket-deket dia, kok!"

Prins mengacak gusar rambutnya. Dia sudah jengah berada di rumah sakit. Apalagi ketika mendengar apa yang sudah terjadi pada Putee akhir-akhir ini. Dia tidak bisa mengawasi cowok itu hingga Prins merasa seperti... kecolongan. Seperti ada seseorang yang tengah mengincar miliknya. Milikmu, Prins? Sejak kapan kamu memilikinya?

"Prins..."

"Hm..." Prins menjawab dengan mata terpejam. Putee masih berbisik di sampingnya. Badannya miring-miring dan menempel di tubuh Prins. Bahkan kaki cowok tengil itu dengan kurang ajarnya memeluk perut Prins. Kalau saja Prins punya luka di bagian perut, mungkin Putee akan disalahkan dalam hal ini. Kondisi Prins juga sudah mulai pulih. Cowok itu bisa pulang dalam beberapa hari lagi.

GarlicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang