Sequel : Prins dan Segala Bentuk Kekejaman yang Menyiksa Putee

35.7K 2.5K 486
                                    

            Seharusnya Prins tahu sesuatu soal cowok tengil yang sudah jadi kekasihnya itu.

Putee itu tipe cowok badass tengil pecicilan yang membuat kesabarannya menguap tiba-tiba. Harusnya Prins tahu kalau Putee itu bukan destinasi yang tepat kalau dia ingin marah-marah. Percuma, Putee tidak akan peka dan hanya mengabaikan omelan dan amarah Prins. Namun Prins tidak akan pernah menyerah untuk membuat cowok itu tunduk.

Saat ini mereka sudah berada di kelas tiga SMA. Masa mendekati UN, masa mendekati ujian-ujian praktik dan lainnya. Juga... masa mempersiapkan diri masuk Perguruan Tinggi.

"Apa gue nggak usah kuliah aja kali ya?" Putee bertanya. Tepatnya bermonolog dengan dirinya sendiri. Cowok itu sedang duduk bersila di lantai, dengan banyak makanan di depannya. Prins yang sedang duduk di atas kursi, menatap brosur Perguruan Tinggi, menimbang dan mempertimbangkan akhirnya menoleh ke arah cowok tengil itu. Meski tengil, Putee tetap kekasihnya. Kekasih yang sangat dia cintai. Yang terkadang membuatnya emosi. Oh, maaf... yang sering membuatnya emosi. Yang sering membuatnya meradang dan gemas setengah mampus.

"Lalu lo mau apa? Langsung kerja?" Prins balas bertanya. Putee mengangguk cepat.

"Gue udah punya rencana."

"Apa?"

"Jadi ibu-ibu pejabat. Kerjaannya nyalon, selfie, lalu juga shopping. Enak kali, ya?" Putee membayangkan hal yang pastinya tidak akan pernah terjadi.

"Bangun, mimpi lo ketinggian!!" Prins menggeram gemas. Bahkan setelah beberapa tahun mengenal cowok tengil ini, Prins masih saja tidak bisa mengerti jalan pikirannya. Semua hal tentang Putee itu seolah harus diraba. Diraba. Diraba. Suara itu terbayang di otak Prins. Prins menelan ludahnya.

Semakin lama, hubungan mereka semakin berbahaya!

"Jadi, gimana caranya biar gue bisa kaya tapi santai-santai di rumah?" Putee masih meneruskan obrolan absurd itu. Prins mendelik ke arahnya, namun cowok ketus itu akhirnya menjawab dengan separuh hati.

"Ngepet, Bawang!"

Putee mengerjap.

"Lo mau jadi babinya?"

Kali ini sebuah majalah melayang ke wajah Putee. Putee menatap Prins dengan mata ganas. Melotot garang.

"Lo dari dulu sukanya maen pake kekerasan, ya?" Putee berdiri, melempar balik majalah yang lebih dulu menghantam mukanya. Prins berhasil menghindari lemparan Putee lalu tersenyum puas. Putee merengut gemas.

"Sini!" Prins melambai ke arahnya. Putee mendongak, menatapnya curiga. Cowok tengil itu memicing, menatap Prins dengan raut tak percaya. Kali ini Prins mau apa lagi? Putee menggeleng kencang. Dia tidak mau jadi korban kekerasa dalam rumah tangga.

"Nggak mau!" Putee menggeleng kencang. Cowok yang tinggal bersama Prins sejak kelas satu itu hanya menggeleng kencang, lalu menyilangkan tangannya di depan dada.

"Gue hitung, nih!"

"Hitung aja!"

Prins makin geram hanya karena mendengar respon Putee yang tidak semestinya. Prins meradang lagi. Cowok itu sudah mencoba menaklukkan kekasihnya, mencoba berbagai macam cara untuk membuat Putee tunduk padanya sebagai seorang kekasih, namun semuanya gagal. Putee memang dari dulu sudah merasa keren sendiri tanpa terikat aturan manapun.

"Satu!"

Putee masih menatap Prins dengan cengiran bodohnya. Prins mencoba menahan kesal sekejap saja kalau bisa.

"Dua!" Prins masih sibuk menghitung, sementara Putee masih saja termangu di tempatnya. Sambil nyengir lucu seperti itu.

"Dua setengah!" Prins benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Putee susah dia kendalikan. Sangat susah. Bagaimana cara Prins menaklukkan cowok tengil kurang kerjaan ini?

GarlicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang